Apa saja yang harus disiapkan saat merekrut tunanetra?
Sering kali perusahaan atau organisasi yang mau memulai merekrut karyawan dengan kondisi disabilitas salah kaprah tentang mempekerjakan karyawan tunanetra. Kesalahpahaman ini banyak terjadi karena minimnya pengetahuan, interaksi, dan dialog langsung dengan teman-teman #tunanetra. Banyak yang mengira untuk merekrut tunanetra, perusahaan wajib menyediakan dokumen dalam bentuk Braille, infrastruktur kantor harus disesuaikan, atau sedia antar jemput karena transportasi publik belum mumpuni.
Pekerjaan digital content writer bagi tunanetra hadir untuk menengahi dan mempermudah inklusi dari kedua belah pihak. Selain bisa merekrut tunanetra secara remote (bekerja dari rumah), kebutuhan dokumen semuanya serba digital dan dapat menggunakan software yang umum digunakan sehari-hari.
Efektif dalam Merekrut Tunanetra Sebagai Content Writer
1 . Terapkan Onboarding untuk mengetahui apakah ada adaptasi workflow yang harus disesuaikan
Baik karyawan tunanetra atau pun bukan akan membutuhkan waktu perkenalan dengan sistem kerja perusahaan. Saat melakukan onboarding, upayakan jangan berasumsi bahwa content writer tunanetra tidak bisa melakukan A atau B. Baiknya, tanya juga bagaimana biasanya mereka melakukan hal tersebut. Mengerjakan suatu hal yang sama dengan cara yang berbeda bukan berarti tidak bisa.
Onboarding tidak hanya perkenalan struktur organisasi, tapi juga folderisasi dokumen, penamaan dokumen, sistematika administratif, dan lain-lain. Jika ada website ataupun tools yang digunakan memiliki kendala untuk digunakan karyawan tunanetra, biasanya hanya butuh pembiasaan atau memang dari tools tersebut tidak dibuat dengan menggunakan prinsip aksesibilitas digital. Mayoritas perangkat lunak yang digunakan saat ini dengan luas seperti Microsoft Office, Google Suit, beragam web conference/messenger, sudah akses dan dapat digunakan dengan baik oleh tunanetra dengan bantuan pembaca layar.
Baca juga: Pengalaman Merekrut Content Writer Tunanetra dari Think.Web
2. Dokumen yang aksesibel dan ramah disabilitas (bukan braille)
Kita semua bisa membuat dokumen yang aksesibel dari software yang sudah sehari-hari kita gunakan, seperti Microsoft Office atau Google Suite. Dokumen yang akses khususnya disabilitas netra seperti apa sih?
-
Dokumen berupa .docx atau .xls (bukan pdf).
Dokumen lebih baik disimpan dan didistribusikan pada content writer tunanetra dalam format native dari Microsoft Offfice (.doc/.xls/.ppt) dan bukan PDF. PDF lebih sulit dibaca oleh pembaca layar. Selain itu, dokumen dalam format PDF harus dibuat benar terlebih dahulu di Microsoft Word sebelum di-export menjadi .PDF, dan taggingnya dioptimasi kembali dengan software Acrobat Professional.
-
Jika ada gambar, berikan deskripsi penjelasan (ALT Teks)
Alt teks adalah tulisan yang tidak terlihat oleh mata dan disematkan kepada suatu gambar yang memiliki nilai informasi atau bagan. Alt Teks tidak diberikan ke gambar yang sifatnya dekoratif.
Tidak hanya di website atau pun media sosial, software seperti Microsoft Word, Google Docs, dan Power Point juga memiliki fitur ini. ALT teks juga bisa ditambahkan karena Microsoft Office sudah memiliki fitur ini.
Gambar/foto dengan format PDF tidak bisa dibaca oleh pembaca layar, terkecuali melewati optimasi dari Acrobat Professional.
-
Gunakan fungsi semantik dalam dokumen untuk memberikan hierarki informasi
Pernah menyadari ada pilihan ‘paragraf’, ‘heading’, ‘title’, ‘bullets points’ di Microsoft Word dan Google Docs? Nah, itu adalah beberapa fitur semantik. Gunanya apa? Semantik membuat pembaca layar bisa langsung lompat ke bagian tertentu dengan shortcut. Dengan semantik, tunanetra bisa membaca dan skimming dokumen lebih mudah saat menggunakan pembaca layar.
-
Jangan memberikan deskripsi dan atau instruksi dengan mengacu pada warna saja
Secara sadar maupun tak sadar, orang dengan penglihatan baik sering merujuk pada warna saat menjelaskan sesuatu. Contohnya: “bagian yang warna kuning adalah yang harus diperbaiki” atau “data dengan warna merah menunjukan jumlah penurunan penjualan semester lalu”.
Selain hal ini tidak dapat dilihat oleh tunanetra, hal ini juga merugikan bagi orang yang memiliki kondisi buta warna. Kolega dengan buta warna seringkali menyembunyikan kondisinya karena takut akan memengaruhi penilaian performa mereka di suatu perusahaan.
Indikator warna bisa diberikan pelengkap untuk alternatif pengindraan. Tulisan yang disepakati (misalnya [revisi]), simbol, atau tanda baca, dapat berfungsi sebagai identifikasi alternatif yang bisa ditambahkan bersamaan dengan identifikasi warna.
Untuk bagan atau diagram, jumlah dan variabel dari informasi itu sendiri bisa langsung disebutkan atau ditandai dalam bagan tersebut.
-
Standardisasi struktur dan template informasi
Template informasi membuat informasi tercatat dengan sistematis dan lebih mudah dicari. Seminimum-minimumnya, standardisasi template diterapkan dalam notulensi/MoM (minutes of meeting), atau brief. Template seperti ini akan mempermudah semua pihak, termasuk karyawan tunanetra.
3. Memberikan informasi yang terstruktur dan jelas secara utuh, terutama dalam chat.
Pernah mengalami ada yang menulis pesan via chat dan hanya menulis “Mbak/mas lagi sibuk gak, saya mau tanya” tanpa ada kelanjutannya? Atau malah pernah melakukannya? Sebisa mungkin kurangi hal ini dan jadikan tiap komunikasi efektif. Tidak hanya dalam chat, tapi juga dalam bentuk komunikasi profesional apapun, termasuk meeting/rapat.
-
Tulis beberapa kalimat sebelum menekan enter dalam chat.
Berdasarkan pengalaman korespondensi tim Suarise, teman-teman netra relatif membuat chat cukup panjang sebelum menekan enter. Selain lebih mudah, hal ini membuat tunanetra tidak kehilangan konteks pembicaraan terkait hal itu karena bisa jadi jika dikirimkan sebagian-sebagian per kalimat, pesan akan terpotong/terinterupsi oleh pesan dari orang lain (apalagi dalam grup).
Sisa bentuk komunikasinya tidak terlalu berbeda. Namun, bila kompleks, lebih baik dijelaskan via email atau dengan voice messages.
-
Kirimkan dokumen sebelum meeting untuk dipelajari
Dengan demikian, baik pegawai tunanetra maupun audiens pada umumnya bisa mendalami materi, menyiapkan pertanyaan, dan melakukan verifikasi jika ada informasi yang kurang jelas. Meeting menjadi lebih efektif. Selain itu, jika dokumen dikirimkan terlebih dahulu, memungkinkan seseorang menambahkan catatan saat meeting langsung di dokumen tersebut.
-
Catat simpulan atau hasil diskusi selama meeting berlangsung berupa ketikan notulensi/MoM.
Jangan didistribusikan hasil diskusi meeting berupa foto atau screenshot. Sering kali foto berlaku untuk mendokumentasikan proses, tapi tidak dengan kesimpulan hasil diskusi.
Baik dokumen presentasi maupun notulensi, sebaiknya diketik dengan semantik yang disarankan agar #BisaDiakses semua pihak tak terkecuali karyawan difabel.
-
Jika memungkinkan, rekam sesi meeting.
Meski tidak diinstuksikan, sering kali kolega tunanetra merekam pembicaraan atau meeting agar bisa dijadikan referensi dan atau didengarkan ulang saat memulai pekerjaan. Namun, alangkah baiknya jika proses ini dibuat lebih sistematis dari perusahaan. Contohnya, setiap notulensi meeting dan rekaman ditempatkan di 1 folder khusus, dan dipisahkan dengan meeting-meeting yang lain. Selain lebih terorganisir, semua pihak akan mudah melakukan tracking terkait keputusan dalam setiap meeting. Jangan lupa menginfokan secara verbal jika suatu pembicaraan/meeting sedang direkam ya!
4. Komunikatif, jangan sungkan bertanya dan jangan berasumsi
Tak jarang, banyak yang segan atau gak enakan memulai pembicaraan dengan seorang tunanetra. Banyak yang memulai dengan konsep ‘saya bisa bantu apa?’ alih-alih ‘bagaimana membagi pekerjaan dengan kolega tunanetra’. Mayoritas tunanetra justru gemar berkomunikasi dan relatif tidak memiliki kendala dalam hal ini.
Jika tidak yakin, biasakan bertanya alih-alih berasumsi. Bisa jadi hal yang menurut kita sulit, lebih mudah bagi mereka, atau yang sebelumnya kita kira tidak bisa sebetulnya bisa-bisa saja, hanya saja caranya saja yang berbeda.
Jika terkait deadline atau kesepakatan, baiknya selalu samakan ekspektasi bisa diselesaikan kapan, hari apa, dan atau jam berapa. Jangan sampai terlalu rajin berkomunikasi tapi jadi malah tidak bisa kerja sama sekali.
Semakin terbuka akan perbedaan dan cara kerja justru membuka khasanah lebih luas. Boleh kok bertanya-tanya ‘Mas/Mbak, kalian kalau mengerjakan x, biasanya gimana?. 😉
5. Ngobrol aja dulu…
Tak kenal maka tak efektif bekerja dalam tim. Apakah tahu karakter, kemampuan, kelebihan, dan kekurangan. Semua tidak akan diketahui jika tidak ngobrol.
Rekrut Tunanetra Pertamamu Sebagai Content Writer
Suarise menyediakan talents content writer tunanetra terlatih yang telah melewati pelatihan intensif selama 6 bulan. Organisasi maupun perusahaan bisa merekrut talentnya langsung, atau melakukan proyek penulisan konten digital dalam jangka pendek. Jika merekrut content writer tunanetra Suarise, perusahaan dan Talents akan mendapatkan pendampingan selama 3 bulan agar adaptasi berjalan dengan baik.
Baca juga : Keuntungan Merekrut Content Writer Tunanetra
Selain penulisan konten oleh para content writer tunanetra, Suarise juga menyediakan konsultasi strategi digital marketing, SEO, dan sosial media dari praktisi yang berpengalaman lebih dari 10 tahun di bidang ini.
Siap merekrut atau memiliki kolega content writer tunanetra pertamamu?
Hubungi [email protected] untuk memulai kerjasama pertamamu.
Jangan lupa cek talents.suarise.com untuk melihat beberapa contoh portfolio tulisan mereka ya.
Photo by Tima Miroshnichenko from Pexels
Leave a Reply