Disabilitas

tangan seseorang memegang smartphone. Di layar hp-nya ada tampilan registrasi aplikasi jkn mobile

Menuju Aksesibilitas Digital melalui Inklusi Sosial bagi Disabilitas

2560 1920 Iin Kurniati

Di era digital saat ini, sejumlah layanan digital pemerintah telah tersedia secara online dalam bentuk website maupun aplikasi mobile. Keberadaan layanan digital ini menjadikan pelayanan pemerintah lebih inklusif sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi dan melakukan berbagai transaksi tanpa harus datang langsung ke kantor. Layanan-layanan tersebut diantaranya mencakup pengurusan dokumen kependudukan, pembayaran pajak, pendaftaran BPJS Kesehatan, dan lain sebagainya. Melalui adanya platform digital ini, proses administrasi diharapkan menjadi lebih cepat, efisien, dan transparan.

Namun, layanan digital pemerintah yang tersedia tidak sepenuhnya aksesibel bagi semua kalangan, misalnya tidak mudah diakses oleh disabilitas. Belum terdapatnya aksesibilitas digital pada layanan pemerintah tidak hanya disebabkan oleh faktor teknis, tetapi juga dipengaruhi faktor lain, salah satunya inklusi sosial. Temukan penjelasan lebih lanjut tentang inklusi sosial dan kaitannya dengan disabilitas dalam artikel ini!

Baca juga: Be My Eyes: Aplikasi untuk Meminjamkan Mata kepada Tunanetra

Inklusi Sosial dan Hubungan dengan Disabilitas

Inklusi sosial berkaitan erat dengan disabilitas karena disabilitas merupakan salah satu objek dalam inklusi sosial. Menurut laman Bank Dunia, inklusi sosial merupakan proses peningkatan peran individu untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, termasuk peningkatan kemampuan, kesempatan, dan martabat.  

Pada setiap tempat, beberapa kelompok yang dibedakan berdasarkan gender, usia, lokasi, pekerjaan, ras, etnis, agama, status kewarganegaraan, disabilitas, dan orientasi seksual menghadapi  berbagai hambatan. Sejumlah hambatan ini menghalangi mereka untuk berpartisipasi secara penuh maupun sebagian dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Apabila tidak diatasi, hambatan itu akan merugikan kelompok-kelompok tersebut, seperti kesulitan mengakses layanan pemerintah, kesulitan memperoleh pendidikan yang layak, kesulitan dalam menerima informasi, dan lain sebagainya. Tulisan ini fokus membahas hambatan yang dialami oleh teman-teman disabilitas. 

Faktor Penghambat Inklusi Sosial Disabilitas

tampilan layar presentasi narasumber dalam laman zoom, image text: pendekatan regulasi terhadap aksesibilitas digital

Mahali, peneliti dan ahli aksesibilitas Universitas Brawijaya memaparkan pentingnya disability awareness di mata publik, disampaikan pada Diskusi Panel Perayaan GAAD Suarise 2024 (doc. Suarise)

Peneliti dan Ahli Aksesibilitas, Subdirektorat Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya dan AIDRAN, Mahalli, dalam acara Diskusi Panel Suarise bertajuk “Jalur Menuju Inklusi Digital: Pendekatan Regulasi terhadap Aksesibilitas” menjelaskan bahwa sebelum membicarakan faktor teknis aksesibilitas digital, penting untuk mewujudkan inklusi sosial terlebih dahulu. Sehingga ketika disability awareness atau kesadaran soal disabilitas pada lingkungan masyarakat tinggi, maka masyarakat baru bisa dikenalkan dengan pedoman aksesibilitas digital. 

Namun, lanjut Mahalli, inklusi sosial di Indonesia belum terlaksana secara ideal. “Kalau di Indonesia keterlibatan disabilitas itu masih kurang di berbagai sektor. Kehidupan sosial kita belum terbuka dengan disabilitas, banyak orang yang masih belum paham dengan kebutuhan disabilitas.” tegas Mahalli. Dari segi penyandang disabilitas, Mahalli juga menyoroti pentingnya disabilitas memahami literasi seputar cara penggunaan teknologi bantu dan aksesibilitas digital untuk mengakses berbagai aplikasi atau website.

Beberapa faktor mengapa inklusi sosial di Indonesia belum berjalan diantaranya disebabkan masyarakat tidak pernah bertemu disabilitas secara langsung, kentalnya stigma, dan asumsi pribadi soal disabilitas.

Tidak Pernah Bertemu Disabilitas Secara Langsung

Faktor pertama adalah mayoritas masyarakat belum pernah bertemu atau berinteraksi dengan disabilitas secara langsung. Beberapa orang pernah bertemu, tetapi untuk keperluan pemberian bantuan untuk disabilitas ataupun program tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Kurangnya interaksi ini mengakibatkan sering kali masyarakat merasa heran dan kagum berlebihan saat melihat seorang disabilitas dapat melakukan aktivitas sehari-hari. 

Contohnya saat Putri Ariani, seorang disabilitas netra, salah satu pemenang ajang pencarian bakat menyanyi di Amerika menunjukkan dirinya bisa menggunakan instagram. Masyarakat menganggap kemampuan Putri menggunakan media sosial merupakan sesuatu yang luar biasa. Padahal tunanetra lazim dapat mengoperasikan ponsel pribadinya selama mereka menggunakan pembaca layar atau fitur asistif teknologi lainnya.

Stigma dan Asumsi

Faktor berikutnya adalah kesalahan asumsi dan stigma negatif terhadap disabilitas. Faktor kedua ini berhubungan dengan faktor sebelumnya. Seseorang yang tidak pernah bertemu dengan disabilitas umumnya berasumsi bahwa penyandang disabilitas tidak mampu hidup mandiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa keberadaan disabilitas menjadi beban bagi keluarga dan lingkungan. 

Stigma dan asumsi tersebut juga dipengaruhi oleh representasi disabilitas dalam pemberitaan-pemberitaan pada media nasional. Mayoritas pemberitaan menggambarkan disabilitas sebagai pihak yang pasif. Media juga kerap menekankan bahwa disabilitas merupakan pihak yang rentan dan lemah. Stigma negatif lain yang muncul yakni penyandang disabilitas tidak cerdas dan tidak memiliki kemampuan untuk belajar dan bekerja. Tak jarang penyandang disabilitas sering kali ditolak saat akan mendaftar sekolah maupun perguruan tinggi, tidak mendapat kesempatan kerja yang setara, hingga adanya pembatasan ruang untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

Apa Dampak Kurangnya Inklusi Sosial terhadap Disabilitas?

Dampak langsung yang dirasakan disabilitas dari kurangnya inklusi sosial adalah beberapa layanan yang ditujukan untuk mereka dibuat tidak mengakomodasi kebutuhan disabilitas. Beberapa layanan dikembangkan berdasarkan asumsi pribadi tanpa melibatkan disabilitas. Misalnya muncul asumsi bahwa disabilitas memerlukan fitur khusus pada website. 

Saat tulisan ini diterbitkan terdapat sejumlah website dari pemerintah yang menerapkan fitur khusus tersebut. Salah satu website yang memiliki fitur khusus ini adalah website Kementerian Komunikasi via kominfo.go.id. Pada website tersebut ditemukan widget atau overlay aksesibilitas. 

Dalam overlay atau widget ini berisi berbagai pengaturan diantaranya seperti memperbesar font, mengatur kontras warna, dan mengaktifkan pembaca layar. Overlay tersebut juga mengklasifikasikan berbagai pengaturan yang ada menjadi delapan yaitu pengaturan untuk:

  1. gangguan motorik
  2. netra total
  3. buta warna
  4. disleksia
  5. gangguan penglihatan
  6. kognitif dan pembelajaran
  7. kejang dan epilepsi
  8. ADHD.

Apakah Efektif?

Mahalli mengatakan langkah penambahan fitur widget atau overlay dinilai tidak efektif, bahkan malah dapat mengganggu pengguna. Menurutnya, disabilitas tidak pernah menggunakan fitur tersebut sebagai contoh ketika mengaktifkan pilihan netra total, fitur otomatis akan mengaktifkan suara. Padahal disabilitas netra tidak membutuhkan fitur suara karena mereka sudah dapat bernavigasi menggunakan fitur pembaca layar bawaan dari perangkat elektronik seperti laptop atau smartphone masing-masing. Keberadaan fitur aktifkan suara justru dapat membuat bingung, sebab suara dari website akan bertabrakan dengan suara pembaca layar dari perangkat elektronik. 

Contoh lain ketidakefektifan fitur website yang disampaikan Mahalli yakni penggunaan widget untuk disleksia. Saat fitur diaktifkan, widget ini justru akan mengubah jenis font. Padahal dalam praktiknya penyandang disleksia tidak membutuhkan fitur ini. Dalam menggunakan website, disleksia cukup mengatur ukuran spasi tanpa mengubah jenis font.

Baca juga: Cara Mengaktifkan Screen Reader Pada iPhone & iPad

Cara Menciptakan Inklusi Sosial untuk Disabilitas dalam ranah Aksesibilitas Digital

Cara untuk menciptakan inklusi sosial dalam ranah aksesibilitas digital yakni melibatkan disabilitas secara langsung menjadi penguji (disability user testing) saat akan membuat suatu produk digital, seperti website atau aplikasi. Disability user testing merupakan salah satu tahap penting untuk mengetahui apakah suatu produk digital mudah digunakan oleh pengguna disabilitas.

Dalam metode pengujian produk digital, para pengembang aplikasi atau website akan memilih pengguna dari berbagai kalangan untuk mencoba lalu mengidentifikasi pengalaman mereka mengakses produk. Dalam disability user testing, pengguna disabilitas akan mengidentifikasi dan memberikan umpan balik atas masalah aksesibilitas yang ditemukan maupun kemungkinan masalah aksesibilitas yang akan terjadi. 

Kegiatan tersebut bermanfaat untuk mengetahui secara langsung bagaimana pengalaman pengguna sehingga pengembang dapat memperbaiki aplikasi atau website sebelum dirilis untuk umum. Di Indonesia, disability user testing belum terlaksana dengan optimal karena minimnya pengetahuan mengenai hal tersebut.

Disabilitas di Indonesia sebenarnya telah berupaya menginformasikan ke pengembang aplikasi apabila menemukan aplikasi atau website yang tidak aksesibel melalui review di youtube. Cara lain adalah melalui forum atau diskusi akademik seperti yang penulis lakukan bersama Suarise saat menguji aplikasi Peduli Lindungi. Pengujian tersebut menghasilkan temuan beberapa tombol di aplikasi peduli lindungi tidak dapat diklik ketika pembaca layar aktif dan tombol lain tidak berlabel. Namun, menurut pandangan penulis langkah ini tidak sepenuhnya efektif. Hal tersebut dibuktikan pengembang tidak memperbaiki aplikasi atau website-nya. Tentu ini sangat berbanding jauh dari negara lain. 

Dalam acara yang sama, Zidny Ilma Nafia, Research Associate Suarise memaparkan hasil studinya mengenai inklusi sosial di sejumlah negara. Zidny mengungkapkan bahwa di India dan Perancis sudah memiliki jabatan user testing dalam pemerintahan. Beberapa negara, lanjutnya, memungkinkan disabilitas melaporkan dan menuntut pemerintah ke pengadilan ketika mereka menemukan aplikasi yang tidak aksesibel. 

Beberapa negara semisal Amerika Serikat juga menerapkan sistem denda jika pengembang tidak mengikuti pedoman aturan aksesibilitas. “Pinalti atau denda ini diberikan tergantung tingkat keparahan pelanggaran. Di India denda maksimal 95 juta rupiah, bahkan di perancis dendanya bisa mencapai 350 juta rupiah” jelas Zidny.

Pada akhirnya inklusi sosial memang perlu terbentuk terlebih dahulu agar kebijakan dan layanan yang ditujukan untuk disabilitas bisa tepat guna. Pemangku kepentingan perlu memahami aksesibilitas digital sebagai hak bagi disabilitas, bukan sesuatu yang bersifat pilihan. Apa lagi hak disabilitas untuk mengakses informasi secara mandiri telah diatur oleh undang-undang dan konferensi internasional. Masyarakat dan pemerintah perlu melibatkan disabilitas. Begitu juga dengan disabilitas harus terbuka mau menjelaskan ke masyarakat awam cara mereka mengakses teknologi digital.

 

 

*Artikel ini disusun oleh talents content writer tunanetra Suarise, Bayu Aji Firmansyah

Bila tertarik menggunakan jasa content writer talents Suarise, hubungi Project Manager Suarise [email protected]

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Tampilan layar zoom dalam diskusi panel Gaad 2024 dengan moderator rahma utami (kiri atas), JBI (kanan atas), pembicara Zidny (kiri bawah) dan pembicara Mahali (kanan bawah)

Urgensi Regulasi Aksesibilitas Digital dalam Membangun Lingkungan Digital yang Inklusif

1600 1000 Iin Kurniati

Jakarta, 28 Mei 2024 –  Suarise menutup rangkaian Hari Kesadaran Aksesibilitas Global (Global Accessibility Awareness Day – GAAD) Tahun 2024 dalam Diskusi Panel bertajuk Jalur Menuju Inklusi Digital: Pendekatan Regulasi terhadap Aksesibilitas. Melalui serangkaian kampanye digital Tantangan Aksesibilitas, diskusi bersama komunitas disabilitas via media sosial, dan diskusi panel, Suarise meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat khususnya pemerintah mengenai aksesibilitas digital dan urgensi regulasinya dalam membangun lingkungan digital yang inklusif.

Pendekatan Regulasi terhadap Aksesibilitas Digital

Suarise menyelenggarakan Diskusi Panel dalam GAAD 2024 untuk meningkatkan kesadaran lembaga publik mengenai kebijakan dan implementasi penerapan aksesibilitas digital. Kegiatan diikuti oleh ratusan peserta dari perwakilan kehumasan Kementerian/Lembaga, serta perwakilan dinas Kominfo di berbagai daerah di Indonesia ini menyajikan pendekatan regulasi terhadap aksesibilitas digital, termasuk komparasi regulasi aksesibilitas digital dari berbagai negara.

tampilan layar zoom keynote speaker Hasyim Gautama (kiri) bersama Juru bahasa isyarat (kanan).

Hasyim Gautama, Kominfo membuka pelaksanaan Diskusi Panel Suarise dalam Peringatan GAAD Tahun 2024, dok. Suarise

Hasyim Gautama, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik, Ditjen IKP Kementerian Kominfo dalam keynote speech nya memaparkan bahwa pihaknya selaku regulator telah berupaya meningkatkan kualitas layanan informasi publik yang inklusif. Saat ini Kominfo telah menyusun kebijakan dan standar operasional pedoman layanan informasi dan komunikasi berbasis digital bagi disabilitas. 

Kebijakan tersebut merujuk pedoman yang sudah ada yaitu ISO 40500 dan WCAG (Web Content Accessibility Guidelines). Penyusunan ini melibatkan kolaborasi berbagai pihak seperti Open Government Indonesia dan Suarise. Melalui keberadaan pedoman itu, Kominfo berharap dapat memenuhi hak-hak disabilitas. “Kebijakan ini tentunya (menjadi) kebijakan yang bersifat inklusif. Diharapkan dapat memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dalam komunikasi dan memperoleh informasi” tutur Hasyim. 

Selanjutnya, pada sesi presentasi mengenai Aksesibilitas Digital di berbagai Negara, Nur Zidny Ilmanafia, research associate Suarise mengungkapkan bahwa digitalisasi di Indonesia beum efektif. Zidny menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki ribuan layanan digital berupa aplikasi, tetapi aplikasi tersebut hanya menjalankan satu fungsi. 

“Aplikasi-aplikasi tersebut tidak terintegrasi dan tidak sinkron satu sama lain. Kalau sudah berorientasi pada pengguna, maka masyarakat sebetulnya cukup mengakses satu portal informasi yang didalamnya bisa untuk mengakses layanan kependudukan atau kesehatan atau layanan lainnya,” jelas Zidny. 

Zidny melanjutkan berdasarkan temuan penelitian terdapat 2.000 lebih pelanggaran aksesibilitas dari sampel 34 website pemerintah provinsi di Indonesia. Isu aksesibilitas yang sering dilanggar meliputi rendahnya kontras warna, tautan kosong, dan gambar yang tidak memiliki alternatif teks. 

Sementara di negara lain, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, telah memiliki pedoman aksesibilitas yang telah diimplementasikan sejak tahun 1990-an. Negara-negara tersebut juga melakukan audit dan evaluasi secara sistematis untuk memastikan semua website maupun aplikasi baik di sektor pemerintah maupun sektor swasta bisa diakses oleh semua, termasuk disabilitas. Apabila menemukan pelanggaran, pihak terkait akan menerima denda. Namun, kebijakan serupa belum ada di Indonesia.

Sejalan dengan presentasi Zidny, Mahalli, staf aksesibilitas Subdirektorat Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya memaparkan pentingnya menciptakan lingkungan sosial yang inklusif. Menurut Mahalli, para pemangku kepentingan perlu menghilangkan asumsi mengasihani disabilitas dan menanamkan pola pikir bahwa menyediakan aksesibilitas digital bukanlah suatu pilihan, melainkan menjadi kewajiban. “Pemangku kepentingan perlu melibatkan disabilitas dalam pengembangan aplikasi dan website,” tegasnya. 

Hal ini telah ia terapkan ketika memberi pelatihan membangun layanan yang aksesibel kepada pengelola website di tempat kerjanya. Mahalli juga berpesan kepada penyandang disabilitas untuk meningkatkan literasi terkait pengetahuan teknologi bantu seperti pembaca layar dan lain-lain untuk mengakses konten digital. Disisi lain, tambahnya, keberadaan teknologi tidak akan menghapus hal-hal yang bersifat fundamental seperti bahasa isyarat yang akan tetap dibutuhkan oleh teman tuli untuk memahami informasi.

Baca Menuju Aksesibilitas Digital melalui Inklusi Sosial bagi Disabilitas – Suarise Indonesia

Memahami Perspektif Disabilitas dalam Aksesibilitas Digital

Dalam kesempatan berbeda, Suarise menggelar rangkaian GAAD 2024 melalui diskusi bersama sejumlah komunitas disabilitas untuk lebih jauh memahami soal aksesibilitas, baik aksesibilitas fisik maupun aksesibilitas digital. Kegiatan yang diselenggarakan via Instagram LIVE bareng Suarise ini menghadirkan perwakilan komunitas SilangID dan Accessible Leisure.

Bagja Prawira, Co-Founder SilangID dalam sharing session 16 Mei lalu menuturkan bahwa teman Tuli menggunakan bahasa isyarat ketika menjalani aktivitas sehari-hari. Bagi teman tuli, bahasa isyarat telah menjadi budaya berkomunikasi. Namun, tidak semua teman Tuli hanya mengandalkan bahasa isyarat ketika berkomunikasi. Sebaliknya, ada beberapa teman Tuli yang memahami bahasa Indonesia atau sejenisnya dalam berkomunikasi.

Dalam mengakses teknologi, Bagja mengungkapkan bahwa teman Tuli yang memahami bahasa Indonesia secara umum menggunakan fitur closed caption, tetapi bagi teman Tuli yang tidak paham maka peran juru bahasa isyarat (JBI) sangat dibutuhkan. JBI berperan penting untuk mentransfer informasi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa isyarat. “Keberadaan closed caption tetap bermanfaat bagi teman Tuli sebagai sarana belajar kosa kata baru dan struktur kalimat,” ungkap Bagja.

Disisi lain, Revin Leo, content writer tunanetra Suarise menceritakan kendalanya ketika menemukan konten gambar. Meskipun para pengembang teknologi telah menyediakan fitur alternatif teks agar tunanetra bisa menerima informasi berbentuk visual, tetapi menurutnya masih belum banyak orang yang memanfaatkan fitur tersebut secara optimal.

Padahal alternatif teks berfungsi untuk mendeskripsikan isi informasi dalam gambar. Namun, alternatif teks kerap absen dari konten-konten gambar yang diunggah pada media sosial. Dalam sharing session tersebut, Revin mengajak masyarakat memberikan alternatif teks sebelum mengupload konten ke media sosial. “Kalau postingan ada alternatif teks-nya, aku jadi langsung paham apa maksud gambarnya. Contoh postingan suarise pada acara ini ada al teks, Dalam memperingati Global Accessibility Awareness Day (GAAD) Collaborative Sharing Session with Silang ID,” tutur Revin.  

Fitur aksesibilitas lain yang dapat membantu tunanetra menurut Revin yakni keberadaan fitur audio description pada konten video. Revin mengungkapkan bahwa fitur audio description membuatnya lebih paham ketiga ada adegan non dialog (mimik wajah, tindakan aksi, dan sebagainya) saat menonton film yang tidak dijelaskan secara gamblang dalam dialog pada salah satu layanan streaming. 

Informasi yang bisa diakses oleh teman netra dan teman tuli dapat berdampak terhadap kemandirian mereka. Namun realitanya belum semua informasi yang dibutuhkan disabilitas tersedia. Salah satunya informasi mengenai aksesibilitas suatu tempat. Permasalahan ini menjadi topik bahasan lain dalam sharing session via Instagram Live Suarise bersama Accessible Leisure pada 18 Mei lalu.

Maudita Zobritania, founder Accessible Leisure menjelaskan bahwa minimnya informasi mengenai aksesibilitas fisik suatu tempat seperti akses tangga, ruang untuk kursi roda, dan akses kamar mandi menjadi tantangan disabilitas ketika akan mengadakan aktivitas bertemu secara tatap muka. Umumnya informasi yang tersedia di internet hanya terbatas pada aspek estetika tempat tersebut. 

Permasalahan ini terjadi pada sebagian besar tempat di Indonesia termasuk di wilayah Jakarta dan Bali. Akibatnya pengunjung disabilitas harus menghubungi pihak pemilik tempat secara manual untuk menanyakan apakah tempat tersebut aksesibel atau tidak sebelum berkunjung. “Seharusnya semua pemilik tempat menyediakan informasi aksesibilitas, sehingga memudahkan disabilitas dalam menentukan lokasi kegiatan. Hal lain yang bisa dilakukan penyedia layanan adalah memberi pelatihan kepada para staf tentang cara mendampingi disabilitas dari semua kalangan,” jelas Zo.

Secara teknis, Zo dan Iin Kurniati, Public Relations Suarise sepakat bahwa regulasi yang mengatur hal tersebut sudah ada, tetapi belum terlaksana secara optimal. Khusus ranah digital, Iin melihat ketiadaan pedoman aksesibilitas mengenai bagaimana cara membuat website atau aplikasi yang aksesibel menjadi kendala bagi pengembang di Indonesia. 

Suarise menjawab masalah ini tersebut dengan terlibat bersama Kementerian Kominfo dalam merancang pedoman aksesibilitas digital. Sasaran awal pedoman ini yakni kalangan Pemerintah yang kerap memberikan layanan publik. Pemerintah dituntut memiliki layanan digital terutama layanan berbentuk website yang mudah diakses disabilitas. Setelah itu, baru ke depan Pedoman ini diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain, termasuk sektor industri untuk menerapkan hal serupa pada organisasinya.

Pedoman aksesibilitas digital tentang bagaimana merancang website ini penting diketahui semua orang. Oleh karena itu, selain ikut terlibat dalam perancangan pedoman, Suarise turut menyosialisasikan pedoman ini kepada berbagai kalangan. Salah satu target implementasi dari Pedoman ini yakni pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan website atau aplikasi, diantaranya para pengembang teknologi. 

Guna memberi pemahaman dan pengetahuan mendalam soal aksesibilitas Suarise baru saja menyelesaikan penyelenggaraan A11y (Accessibility) Bootcamp pertama di Indonesia. Bootcamp ini merupakan workshop intensif soal aksesibilitas digital selama tiga bulan yang dilaksanakan secara hybrid sejak Januari hingga April 2024. 

Kegiatan yang diikuti oleh sekitar 40 orang berlatar belakang UI/UX designer, UX  research  UX writer, Web and App developer dari Jabodetabek, Malang, dan Yogyakarta menjadi titik awal Pelaksanaan GAAD 2024. Kegiatan ini ditutup dengan hasil akhir berupa pengujian aksesibilitas digital dari sepuluh website berbagai sektor yang melibatkan teman-teman disabilitas. Temuan ini ke depan akan menjadi Temuan ini akan menjadi bahan advokasi kepada para pemangku kepentingan.

Kegiatan Accessibility Bootcamp didukung oleh hibah dari Information Society Innovation Fund (ISIF Asia) dan APNIC Foundation. Acara ini juga terselenggara berkat kerja sama dengan Algobash, serta media dan community partner bersama UXID Bandung, Design Rant, dan Ruang Gerak. Selain itu, khusus pada penyelenggaraan kegiatan penutup A11y Bootcamp, Kami didukung oleh Apple Developer Academy selaku venue supporting.

Tentang Penyelenggara

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan.

Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision. Suarise juga memprakarsai a11yID, komunitas Indonesia pertama untuk orang-orang dengan latar belakang teknologi yang ingin mengeksplorasi lebih banyak tentang aksesibilitas digital.

ISIF adalah singkatan dari The Information Society Innovation Fund (ISIF Asia) ISIF ASIA adalah organisasi nirlaba yang fokus mendukung dan mempercepat penggunaan dan pengembangan internet untuk kepentingan sosial di seluruh dunia. Organisasi ini memberikan dukungan keuangan dan teknis kepada proyek-proyek inovatif yang berupaya meningkatkan akses, keamanan, privasi, dan manfaat sosial dari internet. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program be The A11y Project yang meliputi A11y Bootcamp, A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. 

 

Kontak Suarise: 

Iin Kurniati 

Public and Government Relations Suarise 

Email: [email protected] 

Website: http://suarise.com

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Poster youtube dengan 15 foto pembicara

Press Release – Digital Confident Employer Webinar 2021

1592 894 suarise

Bangun Percaya Diri Merekrut Tenaga Kerja Disabilitas

Jakarta, 30 November 2021 – Menurunnya kondisi kesehatan, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan selama Pandemi Covid-19 berdampak signifikan bagi semua lapisan masyarakat, tidak terkecuali bagi angkatan kerja penyandang disabilitas. Salah satu risiko yang ditimbulkan akibat pandemi yakni minimnya kesempatan kerja karena organisasi menahan diri merekrut tenaga kerja disabilitas.

Padahal UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dengan jelas menyebutkan bahwa setiap penyandang disabilitas berhak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kehidupannya. Selanjutnya, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2020 menyebutkan bahwa saat ini 17,95 juta orang penduduk usia kerja (15 tahun
dan lebih) merupakan penyandang disabilitas. Berdasarkan data tersebut, 8 juta orang masuk ke dalam angkatan kerja. Namun, hanya 7,68 juta orang yang bekerja, sementara 319 ribu lainnya menganggur.

Di tengah dinamika situasi pandemi, tidak hanya kondisi ketenagakerjaan, situasi organisasi juga berada dalam tekanan. Rendahnya kesadaran pada potensi keahlian, asumsi investasi tinggi, serta minimnya rasa percaya diri menjadi penyebab organisasi maupun perusahaan enggan merekrut tenaga kerja disabilitas.

Oleh karena itu, guna menggeser paradigma dan preferensi para pengguna perekrut tenaga kerja, butuh kesaksian dari para pengguna jasa pekerja disabilitas. Tujuannya untuk meningkatkan kepercayaan diri merekrut tenaga kerja disabilitas. Sehingga, mereka yang semula belum yakin merekrut penyandang disabilitas menjadi siap rekrut dan bekerja bersama disabilitas.

Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional tahun 2021, Suarise bersama DNetwork Jaringan Kerja Disabilitas, dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menyelenggarakan Webinar bertajuk Disability Confident Employer atau Percaya Diri Merekrut Tenaga Kerja Disabilitas. Acara ini merupakan sebuah wadah yang mempertemukan ekspektasi para pemberi kerja dengan kebutuhan dunia industri untuk meningkatkan peluang kerja bagi disabilitas.

Best Practise Merekrut Tenaga Kerja Disabilitas

Acara yang diperuntukkan bagi praktisi HR, perekrut tenaga kerja, pendiri perusahaan, komunitas disabilitas, dan peminat isu disabilitas ini menghadirkan perwakilan pemerintah, organisasi internasional, serta perusahaan lokal dan multinasional. Kehadiran mereka menjadi referensi best practices untuk merekrut tenaga kerja disabilitas yang efektif dan efisien.

Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Nora Kartika Setyaningrum menjelaskan mengenai urgensi pembentukan Unit Layanan Disabilitas di Tanah Air. “Disabilitas adalah isu strategis dan lintas sektoral sehingga kita harus bersatu padu dan berkolaborasi memberi perlindungan, dan penghormatan untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas,” ujar Nora Kartika.

Senada dengan hal tersebut, Arina Pradhita, Project Coordinator DNetwork Indonesia menjelaskan bahwa “Penyandang disabilitas bukan lagi objek, tetapi seseorang yang berdaya dan bisa melakukan sesuatu”. Untuk itu, jelas Arina, penting bagi perusahaan untuk mempekerjakan disabilitas dengan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, meningkatkan kualitas kerja dan motivasi, serta meningkatkan moral dan empati yang memenuhi amanat UU No.8 tahun 2016.

Di sisi lain, Rahma Utami, Founder and Accessibility Consultant Suarise membahas bagaimana memulai inklusi disabilitas. Rahma memaparkan bahwa “Aksesibilitas membuat kolaborasi dengan disabilitas semakin tidak terbatas.” Menurutnya, perusahaan maupun organisasi dapat memulainya dari aksesibilitas digital dengan membuat platform digital atau aset digital yang dimiliki semakin ramah disabilitas.

Selanjutnya, Fransiska Oetami, CEO Clevio mengulas apa saja peluang kerja penyandang disabilitas khususnya di bidang teknologi. Dalam penjelasannya, Siska menceritakan sejumlah success story dari penyandang disabilitas yang kini telah bekerja di berbagai bidang. “Dengan teknologi, mereka bisa tahu banyak hal. Kita tidak boleh berasumsi. Teman-teman (penyandang disabilitas) ini memiliki kemampuan luar biasa, yang tidak terbatasi kemampuannya,” tambahnya.

Lalu bagaimana pengalaman perusahaan lokal dan multinasional dalam merekrut disabilitas? Pada forum diskusi, empat sektor industri akan berbagi pengalaman mengenai urgensi merekrut disabilitas dan bagaimana memulai rekrutmen disabilitas yang efektif dalam perusahaan/organisasi.

Keempat sektor industri dalam forum diskusi tersebut antara lain:

  1. Sektor Digital dan Media oleh Cheta Nilawaty Redaksi Tempo dan Ramya Prajna, Co-CEO Think.Web;
  2. Sektor Services, Hospitality, dan Food & Beverages oleh Tirza R. Munusamy, Director of Public Affair Grab Indonesia, dan Padmayoni Luhari, Praktisi HR di industri hospitality;
  3. Sektor Retail oleh Nurhuda Astari HR Assistant Manager Uniqlo, dan Antony Ginting, Recruitment & Selection Manager, PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk.;
  4. Sektor Creative Industry oleh Nicky Claraentia Pratiwi, Chief Marketing Officer & Founder, Tenoon dan Kamu Wear.

Cerita tentang membuka peluang kerja disabilitas makin lengkap dengan menjawab bagaimana mewujudkan inklusi disabilitas yang efektif di lingkungan kerja. Diskusi panel ini menghadirkan perwakilan dari organisasi internasional serta perwakilan dari sejumlah sektor industri.

Tirza R. Munusamy, Director of Public Affair Grab Indonesia mendeskripsikan apa saja yang telah dilakukan Grab terkait inklusi disabilitas. “Kami meluncurkan Grab for good, termasuk didalamnya feature bagi teman-teman disabilitas untuk berkarya serta GrabGerak yang melayani penumpang dengan kebutuhan khusus. Kami sadar bahwa teknologi itu ada untuk
semua orang termasuk untuk orang-orang dengan disabilitas,” ujarnya.

Senada dengan Tirza, Ratna Tribuana Dewi, Sustainability Lead UNIQLO mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menjalankan inklusi disabilitas dengan mempekerjakan penyandang disabilitas sejak 2014. “Sejalan dengan filosofi Live Wear, Kami punya program respect for diversity atau menghormati keragaman. Dengan menerima, dan menghormati nilai-nilai keberagaman, itu menjadi kekuatan pendorong munculnya ide dan inovasi baru,” ungkapnya.

Terkait keberagaman, Ramya Prajna, Co-CEO Think.Web percaya bahwa ada hal-hal yang diperoleh perusahaan dengan mempekerjakan penyandang disabilitas. Keberadaan mereka memperkaya keberagaman, membuat organisasi belajar lebih terbuka, dan menghormati keberagaman. “Kami sebagai perusahaan berbasis teknologi, (dan) teknologi hadir untuk
menaikkan kemanusiaan, technology elevate humanity.”

Disisi lain, bentuk dukungan perusahaan pada penyandang disabilitas dirasakan Eko Nugroho, Manager Compensation & Benefit Jakpro. Eko memandang bahwa perusahaan tempatnya bekerja sangat memberi dukungan baik prasarana maupun moril bagi penyandang disabilitas. “Kita berkomitmen mempekerjakan teman-teman disabilitas sesuai keterampilan.
(karena) Kita punya hak dan kewajiban yang sama. Jadi perusahaan memandang setiap
orang itu sama.”

Kemudian bagi perusahaan maupun organisasi yang tertarik untuk merekrut disabilitas, Tendy Gunawan, National Programme Officer at the International Labour Organization, Jakarta Office memperkenalkan IBDN atau Indonesia Business Disability Network. “IBDN berisi perusahaan-perusahaan yang tertarik merekrut disabilitas. Kita sadar demand dan
supply tidak sesuai, sehingga keberadaan IBDN berupaya menjembatani bertemunya (antara) permintaan dan penawaran.” Tendy menambahkan bahwa pihaknya pernah melakukan sebuah penelitian pada tahun 2017. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kendala apa yang dimiliki perusahaan sehingga tidak mau merekrut disabilitas. Kemudian, jika perusahaan tersebut ternyata tertarik merekrut, mengapa perusahaan tidak inklusif. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa setiap perusahaan harus dapat menjawab tiga kebutuhan dasar dalam merekrut penyandang disabilitas.

Pertama, perusahaan harus memiliki komitmen dari CEO atau pemimpin tertinggi. Kedua, dalam perusahaan tersebut harus dibentuk tim khusus untuk menganalisis pekerjaan, menyediakan resilible accommodation, serta memberikan sosialisasi kepada rekan kerja sebelum merekrut disabilitas. Ketiga, perusahaan juga harus menyusun non discrimination
policy yang dapat menjawab bahwa inklusivitas tidak hanya diperuntukkan bagi disabilitas tetapi bagi seluruh pihak.

Pada akhir sesi, seluruh panelis mengajak organisasi maupun perusahaan agar tidak ragu merekrut penyandang disabilitas karena banyak manfaat yang diperoleh. So, just do it!

Showcase Talents

Disamping membahas peluang kerja disabilitas dan bagaimana memulai merekrut penyandang disabilitas, organisasi maupun perusahaan disajikan showcase talents. Laman landas (landing page) yang dibangun bersama Suarise dan DNetwork ini berisi profil talent disabilitas dengan kapasitas yang berbeda sesuai bidangnya masing-masing.

Nantinya, perusahaan/organisasi yang tertarik untuk mengetahui jenis keterampilan, pengalaman kerja, portofolio, hingga preferensi lokasi kerja dapat langsung mengakses laman ini. Selain rekrut langsung, perusahaan/organisasi juga dapat menggalakkan programmagang bagi para talents maupun bagi para peserta yang akan lulus pelatihan akan datang.

Selengkapnya melalui http://talents.suarise.com/showcase.

Tentang Penyelenggara

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Suarise, DNetwork, dan ILO sebagai bagian dari proyek Employment and Livelihood yang didanai oleh UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (COVID-19 MPTF). Diimplementasikan oleh empat badan PBB: International Labour Organization (ILO), UN Development Programme (UNDP), Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) dan UN Refugee Agency (UNHCR). Proyek ini bertujuan membantu kelompok rentan dalam pengembangan keterampilan, pekerjaan, dan kewirausahaan.

Suarise Indonesia

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan.

Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

Tak hanya itu, Suarise juga memprakarsai a11yID, komunitas Indonesia pertama untuk orang-orang dengan latar belakang teknologi yang ingin mengeksplorasi lebih banyak tentang aksesibilitas digital.

DNetwork – Jaringan Kerja Disabilitas

DNetwork adalah organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 2013 yang bertujuan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas di Indonesia melalui kesempatan kerja. DNetwork juga mendukung upaya perusahaan dalam menciptakan tenaga kerja yang inklusif yang menyertakan penyandang disabilitas.

DNetwork menyediakan dua layanan utama yang diperuntukkan bagi pencari kerja disabilitas, dan bagi perusahaan yang akan merekrut pekerja. Bagi para pencari kerja, DNetwork memberikan informasi kerja, pelatihan keterampilan dan profesionalisme untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan para pencari kerja, serta konsultasi pengembangan pribadi dan karir sesuai dengan minat dan kemampuan

Kemudian, bagi perusahaan, DNetwork membuka lowongan kerja untuk penyandang disabilitas, menyediakan konsultasi tentang bekerja dengan para penyandang disabilitas sebagai bagian dari persiapan perusahaan untuk bekerja dengan para penyandang disabilitas, serta melakukan diskusi dan pendampingan proses rekrutmen berdasarkan permintaan perusahaan dan ketersediaan Tim DNetwork.

3. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)

Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO adalah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif secara bebas, adil, aman dan bermartabat. Tujuan utama ILO adalah mempromosikan hak-hak di tempat kerja, mendorong terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial serta memperkuat dialog untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja.

Kontak Suarise:

Iin Kurniati
Public Relations Suarise
Telepon: +62 856-9774-2381
Email: [email protected]
Website: http://suarise.com

Kontak DNetwork:

Prima Ayu Lestari
Project Manager DNetwork
Telepon: +62 812-2572-0718
Email: [email protected]
Website: http://dnetwork.net

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Foto dua orang bersalaman, 1 rekruter, 1 tunanetra

5 Persiapan Saat Merekrut Tunanetra Sebagai Content Writer – Seri Tips Kantor Inklusif

1920 1280 suarise

Apa saja yang harus disiapkan saat merekrut tunanetra?

Sering kali perusahaan atau organisasi yang mau memulai merekrut karyawan dengan kondisi disabilitas salah kaprah tentang mempekerjakan karyawan tunanetra. Kesalahpahaman ini banyak terjadi karena minimnya pengetahuan, interaksi, dan dialog langsung dengan teman-teman #tunanetra. Banyak yang mengira untuk merekrut tunanetra, perusahaan wajib menyediakan dokumen dalam bentuk Braille, infrastruktur kantor harus disesuaikan, atau sedia antar jemput karena transportasi publik belum mumpuni.

Pekerjaan digital content writer bagi tunanetra hadir untuk menengahi dan mempermudah inklusi dari kedua belah pihak. Selain bisa merekrut tunanetra secara remote (bekerja dari rumah), kebutuhan dokumen semuanya serba digital dan dapat menggunakan software yang umum digunakan sehari-hari. 

Efektif dalam Merekrut Tunanetra Sebagai Content Writer

1 . Terapkan Onboarding untuk mengetahui apakah ada adaptasi workflow yang harus disesuaikan

Baik karyawan tunanetra atau pun bukan akan membutuhkan waktu perkenalan dengan sistem kerja perusahaan. Saat melakukan onboarding, upayakan jangan berasumsi bahwa content writer tunanetra tidak bisa melakukan A atau B. Baiknya, tanya juga bagaimana biasanya mereka melakukan hal tersebut. Mengerjakan suatu hal yang sama dengan cara yang berbeda bukan berarti tidak bisa.

Onboarding tidak hanya perkenalan struktur organisasi, tapi juga folderisasi dokumen, penamaan dokumen, sistematika administratif, dan lain-lain. Jika ada website ataupun tools yang digunakan memiliki kendala untuk digunakan karyawan tunanetra, biasanya hanya butuh pembiasaan atau memang dari tools tersebut tidak dibuat dengan menggunakan prinsip aksesibilitas digital.  Mayoritas perangkat lunak yang digunakan saat ini dengan luas seperti Microsoft Office, Google Suit, beragam web conference/messenger, sudah akses dan dapat digunakan dengan baik oleh tunanetra dengan bantuan pembaca layar.

Baca juga: Pengalaman Merekrut Content Writer Tunanetra dari Think.Web

2. Dokumen yang aksesibel dan ramah disabilitas (bukan braille)

Kita semua bisa membuat dokumen yang aksesibel dari software yang sudah sehari-hari kita gunakan, seperti Microsoft Office atau Google Suite. Dokumen yang akses khususnya disabilitas netra seperti apa sih?

  1. Dokumen berupa .docx atau .xls (bukan pdf).

    Dokumen lebih baik disimpan dan didistribusikan pada content writer tunanetra dalam format native dari Microsoft Offfice (.doc/.xls/.ppt) dan bukan PDF. PDF lebih sulit dibaca oleh pembaca layar. Selain itu, dokumen dalam format PDF harus dibuat benar terlebih dahulu di Microsoft Word sebelum di-export menjadi .PDF, dan taggingnya dioptimasi kembali dengan software Acrobat Professional.

  2. Jika ada gambar, berikan deskripsi penjelasan (ALT Teks)

    Tampilan lokasi ALT TEKS saat klik kanan mouse dan jendela alt teks di Microsoft Word

    ALT Teks pada Microsoft Word

    Alt teks adalah tulisan yang tidak terlihat oleh mata dan disematkan kepada suatu gambar  yang memiliki nilai informasi atau bagan. Alt Teks tidak diberikan ke gambar yang sifatnya dekoratif.

    Tidak hanya di website atau pun media sosial, software seperti Microsoft Word, Google Docs, dan Power Point juga memiliki fitur ini. ALT teks juga bisa ditambahkan karena Microsoft Office sudah memiliki fitur ini.

    Gambar/foto dengan format PDF tidak bisa dibaca oleh pembaca layar, terkecuali melewati optimasi dari Acrobat Professional.

  3. Gunakan fungsi semantik dalam dokumen untuk memberikan hierarki informasi

    Pernah menyadari ada pilihan ‘paragraf’, ‘heading’, ‘title’, ‘bullets points’ di Microsoft Word dan Google Docs? Nah, itu adalah beberapa fitur semantik. Gunanya apa?  Semantik membuat pembaca layar bisa langsung lompat ke bagian tertentu dengan shortcut. Dengan semantik, tunanetra bisa membaca dan skimming dokumen lebih mudah saat menggunakan pembaca layar.

  4. Jangan memberikan deskripsi dan atau instruksi dengan mengacu pada warna saja

    Secara sadar maupun tak sadar, orang dengan penglihatan baik sering merujuk pada warna saat menjelaskan sesuatu. Contohnya: “bagian yang warna kuning adalah yang harus diperbaiki” atau  “data dengan warna merah menunjukan jumlah penurunan penjualan semester lalu”.

    Contoh gambar diagram donat yang akses: legenda berisi label dan value langsung di sebelah bagian warnanya. Diberikan teks penjelasan

    Contoh bentuk diagram yang disarankan. Teks pada bagian bawah merupakan deskripsi panjang (diketik) yang menekankan data yang ingin diberikan sorotan.

    Selain hal ini tidak dapat dilihat oleh tunanetra, hal ini juga merugikan bagi orang yang memiliki kondisi buta warna. Kolega dengan buta warna seringkali menyembunyikan kondisinya karena takut akan memengaruhi penilaian performa mereka di suatu perusahaan.

    Indikator warna bisa diberikan pelengkap untuk alternatif pengindraan. Tulisan yang disepakati (misalnya [revisi]), simbol, atau tanda baca, dapat berfungsi sebagai identifikasi alternatif yang bisa ditambahkan bersamaan dengan identifikasi warna.

    Untuk bagan atau diagram, jumlah dan variabel dari informasi itu sendiri bisa langsung disebutkan atau ditandai dalam bagan tersebut.

  5. Standardisasi struktur dan template informasi

    Template informasi membuat informasi tercatat dengan sistematis dan lebih mudah dicari. Seminimum-minimumnya, standardisasi template diterapkan dalam notulensi/MoM (minutes of meeting), atau brief. Template seperti ini akan mempermudah semua pihak, termasuk karyawan tunanetra.

3. Memberikan informasi yang terstruktur dan jelas secara utuh, terutama dalam chat.

Pernah mengalami ada yang menulis pesan via chat dan hanya menulis “Mbak/mas lagi sibuk gak, saya mau tanya” tanpa ada kelanjutannya? Atau malah pernah melakukannya? Sebisa mungkin kurangi hal ini dan jadikan tiap komunikasi efektif. Tidak hanya dalam chat, tapi juga dalam bentuk komunikasi profesional apapun, termasuk meeting/rapat.

  1. Tulis beberapa kalimat sebelum menekan enter dalam chat.

    Berdasarkan pengalaman korespondensi tim Suarise, teman-teman netra relatif membuat chat cukup panjang sebelum menekan enter. Selain lebih mudah, hal ini membuat tunanetra tidak kehilangan konteks pembicaraan terkait hal itu karena bisa jadi jika dikirimkan sebagian-sebagian per kalimat, pesan akan terpotong/terinterupsi oleh pesan dari orang lain (apalagi dalam grup).

    Sisa bentuk komunikasinya tidak terlalu berbeda. Namun, bila kompleks, lebih baik dijelaskan via email atau dengan voice messages.

    Contoh tangkapan layar korespondensi tim suarise dengan taletns content writer tunanetra

    Contoh korespondensi sehari-hari antara tim Suarise dengan Content Writer Tunanetra

  2. Kirimkan dokumen sebelum meeting untuk dipelajari

    Dengan demikian, baik pegawai tunanetra maupun audiens pada umumnya bisa mendalami materi, menyiapkan pertanyaan, dan melakukan verifikasi jika ada informasi yang kurang jelas. Meeting menjadi lebih efektif. Selain itu, jika dokumen dikirimkan terlebih dahulu, memungkinkan seseorang menambahkan catatan saat meeting langsung di dokumen tersebut.

  3. Catat simpulan atau hasil diskusi selama meeting berlangsung berupa ketikan notulensi/MoM.

    Jangan didistribusikan hasil diskusi meeting berupa foto atau screenshot. Sering kali foto berlaku untuk mendokumentasikan proses, tapi tidak dengan kesimpulan hasil diskusi.

    Baik dokumen presentasi maupun notulensi, sebaiknya diketik dengan semantik yang disarankan agar #BisaDiakses semua pihak tak terkecuali karyawan difabel.

  4. Jika memungkinkan, rekam sesi meeting.

    Meski tidak diinstuksikan, sering kali kolega tunanetra merekam pembicaraan atau meeting agar bisa dijadikan referensi dan atau didengarkan ulang saat memulai pekerjaan. Namun, alangkah baiknya jika proses ini dibuat lebih sistematis dari perusahaan. Contohnya, setiap notulensi meeting dan rekaman ditempatkan di 1 folder khusus, dan dipisahkan dengan meeting-meeting yang lain. Selain lebih terorganisir, semua pihak akan mudah melakukan tracking terkait keputusan dalam setiap meeting. Jangan lupa menginfokan secara verbal jika suatu pembicaraan/meeting sedang direkam ya!

4. Komunikatif, jangan sungkan bertanya dan jangan berasumsi

Tak jarang, banyak yang segan atau gak enakan memulai pembicaraan dengan seorang tunanetra. Banyak yang memulai dengan konsep ‘saya bisa bantu apa?’ alih-alih ‘bagaimana membagi pekerjaan dengan kolega tunanetra’. Mayoritas tunanetra justru gemar berkomunikasi dan relatif tidak memiliki kendala dalam hal ini.

Jika tidak yakin, biasakan bertanya alih-alih berasumsi. Bisa jadi hal yang menurut kita sulit, lebih mudah bagi mereka, atau yang sebelumnya kita kira tidak bisa sebetulnya bisa-bisa saja, hanya saja caranya saja yang berbeda.

Jika terkait deadline atau kesepakatan, baiknya selalu samakan ekspektasi bisa diselesaikan kapan, hari apa, dan atau jam berapa. Jangan sampai terlalu rajin berkomunikasi tapi jadi malah tidak bisa kerja sama sekali.

Semakin terbuka akan perbedaan dan cara kerja justru membuka khasanah lebih luas. Boleh kok bertanya-tanya ‘Mas/Mbak, kalian kalau mengerjakan x, biasanya gimana?. 😉

5. Ngobrol aja dulu…

Tak kenal maka tak efektif bekerja dalam tim. Apakah tahu karakter, kemampuan, kelebihan, dan kekurangan. Semua tidak akan diketahui jika tidak ngobrol.

Rekrut Tunanetra Pertamamu Sebagai Content Writer

Suarise menyediakan talents content writer tunanetra terlatih yang telah melewati pelatihan intensif selama 6 bulan. Organisasi maupun perusahaan bisa merekrut talentnya langsung, atau melakukan proyek penulisan konten digital dalam jangka pendek. Jika merekrut content writer tunanetra Suarise, perusahaan dan Talents akan mendapatkan pendampingan selama 3 bulan agar adaptasi berjalan dengan baik.

Baca juga : Keuntungan Merekrut Content Writer Tunanetra

 

Selain penulisan konten oleh para content writer tunanetra, Suarise juga menyediakan konsultasi strategi digital marketing, SEO, dan sosial media dari praktisi yang berpengalaman lebih dari 10 tahun di bidang ini.

Siap merekrut atau memiliki kolega content writer tunanetra pertamamu?

Hubungi [email protected] untuk memulai kerjasama pertamamu.

Jangan lupa cek talents.suarise.com untuk melihat beberapa contoh portfolio tulisan mereka ya.

 


Photo by Tima Miroshnichenko from Pexels

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Poster acara Inclusivity at work bareng at america

Pengalaman Merekrut Digital Content Writer Tunanetra

1024 768 suarise

Rekrut tunanetra sebagai content writer? Emangnya bisa? Ini adalah stigma dan persepsi dari banyak orang. Nyatanya, profesi digital content writer adalah profesi yang menjanjikan dan bisa dikerjakan secara maksimal oleh seseorang dengan disabilitas netra.

Pengalaman Merekrut Digital Content Writer Tunanetra di Digital Agency

Dengan masih banyaknya keraguan untuk merekrut content writer dengan latar belakang tunanetra, Suarise mengadakan diskusi panel bersama Ramya Prajna (Co-CEO Thinkweb), Hani (DNetwork-Jaringan Kerja disabilitas), Ega (Content writer tunanetra), dan Theresia (Project Manager Suarise) bersama AtAmerica. Di diskusi ini dibahas dampak, keuntungan, dan apa saja yang bisa didapatkan dengan mengajak tunanetra terlibat di dalam departemen digital marketing di sebuah perusahaan organisasi.

Video diskusi panel Recruit Your First Blind Employee Worry Free

Content writer tunanetra bisa apa saja?

  1. Membuat Artikel Ramah SEO
  2. Membuat konten sosial media
  3. Membuat iklan di Google Adwords

Keuntungan merekrut content writer tunanetra Suarise:

1. Lebih efisien dan terjangkau karena bisa bekerja secara remote

Salah satu kendala utama tunanetra dalam bekerja adalah mobilitas, baik itu dari rumah menuju kantor, maupun dari pintu masuk kantor ke meja kerjanya, dan dari meja kerja ke fasilitas kantor lainnya seperti WC, pantry, kantin, dll. Bekerja secara remote tidak hanya memudahkan tunanetra tapi juga efisien bagi kantor jika belum mampu mengakomodasi aksesibilitas dari sisi infrastruktur fisik kantor itu sendiri.

2. Meningkatkan kultur perusahaan

Pegawai kantor menjadi lebih empati terhadap sekitarnya dan lebih inklusif dalam menghadapi lingkungan sekitarnya. Selain itu, perusahaan dinilai menjunjung value yang tinggi sehingga karyawan bisa bangga dan lebih loyal,

3. Lebih mudah dan terjangkau dengan Aksesibilitas digital

Jangan salah, content writer tunanetra Suarise tidak membutuhkan braille maupun perlengkapan khusus lainnya. Selama penyedia kerja menggunakan Microsoft Office atau Google Suite, tunanetra sudah bisa mengoperasikan perangkat lunak tersebut dengan menggunakan keyboard biasa (bukan keyboard brailler), dengan bantuan pembaca layar (screen reader). Pembaca layar bisa didapatkan secara gratis, dan bisa di install di perangkat/gadget apapun.

Baca juga: cara tunanetra mengakses internet

4. Terlatih secara teori dan praktik

Seluruh content writer tunanetra dari Suarise telah melalui pelatihan penulisan konten digital khusus bagi tunanetra selama 6 bulan, yang terdiri dari teori, latihan, dan praktik simulasi kerja (on the job training). Suarise juga menggunakan brief asli dari berbagai macam agency digital sebagai bahan latihan. Pengajar di Suarise telah berpengalaman di bidang digital marketing selama 10 tahun dan telah melakukan berbagai pelatihan digital marketing baik untuk kalangan akademis maupun publik.

Foto Bersama tim suarise dengan lulusan batch 2

Lulusan Training Digital Content Writing Suarise Batch 2

Jasa dan Rekrutmen Content Writer Tunanetra

Suarise menyediakan content writer tunanetra handal yang telah dilatih selama 6 bulan secara intensif. Setiap content writer tunanetra suarise bisa direkrut secara freelance maupun direkrut sebagai pekerja tetap. Jangan khawatir, Suarise menyediakan pendampingan selama 3 bulan pertama untuk adaptasi baik bagi perusahaan dan content writer yang direkrut.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan akses halaman Suarise talents recruitment.

Ingin mengadakan CSR bersama Suarise atau memberikan beasiswa kepada calon content writer tunanetra di masa depan? Hubungi [email protected]

 

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Poster SEOCON 2021: Search Engine Optimization in The New World

SEO On Page + Accessibility: Business and Social Impact Performance in One Step

1200 628 suarise

Hubungan antara SEO On-page dan Aksesibilitas Website

“Teknis Akesibilitas Digital mencakup 70%-80% penerapan SEO On-Page pada halaman”

Inilah analisis yang diberikan oleh Deasy Natalia, General Manager BLU Wave pada sesi Global Accesssibility Awareness Day 2020 silam. Diskusi ini merupakan awal memperkenalkan istilah aksesibilitas digital ke audiens di Indonesia, terutama bagi bisnis maupun perorangan yang memiliki ketertarikan dan kebutuhan di bidang digital marketing, khususnya Search Engine Optimization (SEO). SEO on page dan Accessibility nyatanya memang berjalan seiringan.

Lebih jauh perihal teknis dan non-teknis bagaimana kedua teknis ini diterapkan dalam sekali jalan akan dibahas di SEO Conference 2021. Dengan topik SEO Perfornce in The New World, Suarise mengajak untuk menggunakan kacamata penerapan  SEO On Page yang benar dan akurat akan berdampak tak hanya bagi bisnis, tapi juga bagi pengguna dengan latar belakang disabilitas.

Daftar SEOCon 2021

Apa itu SEO On Page?

SEO On Page merupakan implementasi teknis dan non teknis untuk mengoptimasikan halaman website dari sisi asetnya itu sendiri. SEO On page meliputi optimasi landing page, struktur, kode, termasuk penulisan tiap artikel. SEO On Page tidak hanya semata-mata tentang optimasi kata kunci (keyword) saja.

Prinsip Aksesibilitas Digital (A11y) dalam sebuah website

Dalam membuat aplikasi digital yang ramah disabilitas, ada 4 prinsip yang harus dipenuhi yang disingkat dengan POUR:

  1. Perceivable
  2. Operable
  3. Understanable
  4. Robust

Keempat hal tersebut erat kaitannya dengan penggunaan maupun tanpa penggunakan teknologi asisitif bagi disabilitas tertentu (contoh: pembaca layar bagi tunanetra).

Perceivable

Perceivable artinya informasi yang disajikan dalam suatu aplikasi bisa diakses dengan multi-indera, apakah itu mata, telinga, maupun peraba. Praktis, sebuah informasi yang inklusif dan #BisaDiAkses disabilitas artinya memfasilitasi seseorang yang mengalami kekurangan maupun ketiadaan fungsi dari salah satu indera yang disebutkan.

Orang yang buta warna harus bisa memahami informasi tanpa kehilangan konteks dari warna yang disajikan, tunanetra bisa mendengar informasi yang dipaparkan secara visual, dan sebagainya.

Operable

Operable artinya bisa digunakan sesuai fungsinya. Contohnya, tombol bisa ditekan, formulir bisa diisi, belanjaan bisa di check out dan dibayar, dan sebagainya.

Understandable

Understandable artinya bisa dipahami. Seringkali informasi disajikan visual saja, gambar saja, atau bahkan teks saja. Hal ini menyebabkan pengguna dari kondisi tertentu kehilangan bagian dari informasi yang penting. Understandable juga kaitannya dengan penggunaan bahasa dan kata-kata.

Robust

Robust kaitannya bisa digunakan berbagai jenis teknologi asistif. Nah ini biasanya diluar cakupan SEO.

8 Komponen SEO On-Page yang Berhubungan dengan A11y

Ada delapan hal yang berhubungan langsung dengan website accessibility dan membuat pengguna dengan latar belakang disabilitas lebih mudah berselancar, yaitu:

  1. Heading
  2. HTML Tag
  3. Images & Multimedia
  4. Content Writing
  5. Linking
  6. Structure & Navigation
  7. Page Load Speed
  8. User Experience (UX)

SEO On Page & Accessibility Webinar

Poster Seocon sesi Suarise: SEO + Accessibility = Business and Social Impact Performance in One Step

Rahma Utami, founder dan Konsultan Aksesibilitas Suarise akan memberikan materi di SEO Conference 2021

Pada event ini, Suarise mengangkat SEO + Accessibility = Business and Social Impact Performance in One Step

  • Hari & Tanggal: Rabu, 17 Maret 2021
  • Jam: 16.oo WIB
  • Lokasi: Conference Room 1

Pada sesi ini, akan diterangkan terkait teknis

  • Dampak SEO on page yang baik bagi pengguna disabilitas
  • SEO On-page apa saja yang bersinggungan dengan aksesibilitas
  • Bagaimana menerapkannya secara efisien.

Hasilnya? Website tidak hanya bagus nilai SEO nya tapi juga semakin ramah pengguna disabilitas.

Apa yang akan didapatkan? (Ada di teks)

Untuk mengikuti sesi SEOCON 2021 baik sesi Suarise maupun sesi pembicara lainnya secara GRATIS, silakan ke registrasi peserta SEOCON 2021.

 

 

#AccessibilityIsGoodSEO

#GoodSEOisAccessible

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
seseorang berdiri merentangkan tangan di atas gunung menghadap matahari

Lapangan Kerja Disabilitas Tak (Lagi) Terbatas

2560 1706 Iin Kurniati

Pandemi pada satu sisi berdampak bagi kehidupan, tetapi disisi lain memberi peluang bagi siapapun yang ingin bertahan. Pergeseran transformasi digital menjadi kunci tatanan kenormalan baru, salah satunya terbukanya lapangan kerja disabilitas yang tak lagi terbatas ruang dan waktu.

Baca Strategi Masa Pandemi, Mengubah Tantangan Jadi Peluang!

Maraknya perkembangan digital mendorong brand adu kreatif dalam strategi pemasaran, khususnya dalam memengaruhi konsumen dan membentuk image di mata publik. Konten menjadi salah satu hal penting dalam setiap bentuk persuasi dan promosi digital masa kini. 

Oleh karenanya, perumusan konten bukan perkara mudah, butuh strategi jitu agar sesuai dengan tujuan, sasaran komunikan, hingga karakter brand yang ingin ditampilkan.

Salah satu upaya untuk menciptakan konten yang kuat yakni melalui peningkatan skill penulisan konten digital atau lebih dikenal dengan istilah digital content writing training. Pelatihan yang fokus membuat konten yang bersifat menjual, story telling, terbaca di kanal pencarian (SEO optimized) akan bernilai lebih. 

Penulisan konten digital ini juga dapat menjadi salah satu pilihan lapangan kerja disabilitas yang bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja selama terhubung dengan koneksi internet. Lalu, dimana bisa memulai pelatihan penulisan konten digital?

Pelatihan Penulisan Konten Digital bagi Disabilitas Netra

Suarise merupakan lembaga independen yang memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital sejak 2017. Berdirinya Suarise bertujuan untuk mengembangkan talent dan profesi disabilitas, khususnya tunanetra agar dapat bekerja secara independen maupun bekerja sebagai tenaga tetap perusahaan.

Suarise memberikan pelatihan penulisan konten digital yang komprehensif, tidak hanya fokus pada hard skill tetapi juga pada soft skill para talents. Suarise akan memaparkan dinamika kerja dalam dunia pemasaran digital, sehingga peserta mampu menjadi talent yang berkompeten, baik sebagai pekerja lepas (freelancer), ataupun karyawan dan bagian tim suatu perusahaan/industri kreatif/lembaga/institusi. 

Suarise, Usaha Sosial Siap Bersaing Global

Beasiswa Bagi Peserta Berkomitmen Tinggi

Dalam menyukseskan program ini, Suarise tidak bisa bekerja sendiri. Suarise membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak untuk membuka peluang lapangan kerja disabilitas pasca pelatihan. Suarise bekerja sama dengan DNetwork-Jaringan Kerja Disabilitas, sebuah platform online yang menghubungkan para pencari kerja disabilitas dengan perusahaan maupun institusi yang berkomitmen mempekerjakan disabilitas. 

Dalam kerja sama ini, DNetwork berperan untuk mencari talenta terbaik yang sesuai menjadi peserta training serta memberikan beasiswa bagi peserta berprestasi. Tak berhenti sampai disitu, DNetwork akan turut andil dalam usaha penempatan kerja para peserta training yang telah lulus dengan melakukan pendekatan kepada perusahaan maupun brand yang membutuhkan skill pada lulusan content digital writing training. Lantas, apa saja jenis lapangan kerja disabilitas yang terbuka dari peningkatan kapasitas penulisan konten digital?

Lima Prospek Lapangan Kerja Disabilitas

Industri digital marketing menjanjikan beragam jenis profesi, termasuk yang fokus pada penulisan konten digital. Pada era transformasi digital, prospek lapangan kerja ini dapat dilakukan oleh teman-teman disabilitas yang memiliki kemampuan menulis konten digital.

  1. Content Strategist

Pekerjaan seorang content strategist berkaitan erat dengan proses digital marketing. Content strategist adalah profesi yang bertanggung jawab untuk menentukan kebutuhan konten, hingga memilih platform untuk mendistribusikan konten tersebut. Salah satu tugas dari seorang content strategist adalah membuat spesifikasi dan konten yang sesuai untuk target pasar dari sebuah brand.

  1. Social media strategist

Seorang social media strategist bertanggung jawab dalam menyusun strategi perencanaan untuk meningkatkan performa media sosial yang ditangani. Kegiatan yang dilakukan diantaranya mengidentifikasi audiens, membuat kampanye digital, melakukan riset, dan menyusun taktik yang akan dilakukan brand.

  1. Social Media Admin

Social media admin merupakan seseorang yang berada dibalik akun media sosial sebuah brand/perusahaan/institusi dan bertugas merancang konten tulisan, mengunggahnya, sampai dengan merespon setiap komentar yang masuk melalui akun media sosial yang dipegang.

  1. Copywriter

Copywriting adalah aktivitas atau pekerjaan menulis teks iklan atau materi publisitas. Teks iklan atau konten yang dibuat oleh copywriter menuntut kreativitas dan harus bisa menjual. Oleh sebab itu, kekuatan utama dan dasar fundamental dalam pekerjaan ini adalah membuat copy (kata-kata).

  1. Digital Content Writer

Last but not least, content writer agak sedikit berbeda dengan copywriter. Seorang content writer biasanya menulis dengan riset mengenai isu dan tema yang menghasilkan sebuah artikel, sedangkan tulisan copywriter biasanya diperuntukkan untuk kegiatan komersil. 

 

Anda Difabel Netra? Ayo Daftar Pelatihan Penulisan Konten Digital Suarise Batch 3

Bisa mengikuti pelatihan penulisan konten digital hingga diberi penawaran untuk mengerjakan project bahkan penempatan kerja, menarik, bukan? Jadi, jika kamu difabel Netra dan tertarik untuk mengikuti content digital writing training Suarise Batch 3, masih ada waktu satu minggu untuk kamu daftar lho!

 

Tautan Penting!

Prospektus pelatihan Digital Content Writing Batch 3

Formulir Pendaftaran Suarise Batch 3 Format Microsoft Word 

Formulir Pendaftaran Suarise Batch 3 Format Google Form

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Logo Kotex She Can Fund Indonesia

Suarise Memenangkan Kotex #SheCan Fund Indonesia

1920 1080 suarise

Beberapa waktu lalu, Rahma Utami, founder dari Suarise, mengikutsertakan diri dalam acara Kotex #SheCan Fund Indonesia untuk mendapatkan dana bantuan untuk mengembangkan gerakan inklusivitas di digital bagi penyandang disabiiltas.

Suarise ingin mendobrak stigma bahwa penyandang disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision tidak bisa berkarya di dunia digital. Oleh karena itu, Suarise berkomitmen menyelenggarakan pendidikan inklusi dan memperluas aksesibilitas digital di tanah air.

Kotex #SheCan Fund Indonesia

Selain Suarise, ada empat gerakan lain yang menjadi pemenang Kotex #SheCanFund Indonesia periode pertama, yaitu:

Melalui dana yang didapatkan dari Kotex #SheCan Fund, Suarise akan menyebarkanluaskan kesadartahuan, pengetahuan, dan pemahaman tentang potensi tunanetra untuk bekerja di sektor digital, meningkatkan peluang mereka direkrut, dan menyebarkan pengetahuan bagaimana membuat konten di website dan aplikasi ramah difabel.

Suarise akan terus mewujudkan mimpi agar seluruh platform digital #BisaDiakses. Kami percaya, aksesibilitas tidak hanya diperuntukkan bagi disabilitas, termasuk tunanetra dan low vision, tetapi juga diperuntukkan bagi masyarakat awas.

Kotex #SheCan Fund Indonesia terbuka bagi perempuan pendobrak dan penggerak di seluruh Indonesia. Untuk mendaftarkan gerakan #CewekKotexBisa untuk bisa mendapatkan pendanaan, kunjungi website Kotex #SheCan Fund.

Semoga berhasil!

#perlindungantotalantibakteri

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia