JOURNAL

tampilan situs kampus merdeka berisi berbagai informasi seputar program kampus mengajar, magang bersertifikat, studi independen bersertifikat, pertukaran mahasiswa merdeka, dan program lainnya

Review Aksesibilitas Situs Kampus Merdeka, Apakah Bisa Diakses Tunanetra?

1600 788 Iin Kurniati

Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) adalah kebijakan yang digagas oleh Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim. Kebijakan ini memberikan kesempatan bagi setiap siswa dan mahasiswa untuk belajar di luar sekolah. Program-program kampus merdeka dapat diketahui lebih jelas melalui situs kampus merdeka, tapi bagaimana aksesibilitas situs kampus merdeka bagi tunanetra?

Apa saja Program-Program dalam Kampus Merdeka?

Merdeka belajar diterapkan mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, merdeka belajar dijabarkan ke dalam bentuk kurikulum merdeka. Sementara di tingkat pendidikan tinggi, merdeka belajar diturunkan menjadi program-program kampus merdeka.

Merdeka belajar memiliki berbagai program seperti kampus mengajar, pertukaran mahasiswa merdeka, wirausaha merdeka, Indonesian International Student Mobility Awards, program magang serta studi independen bersertifikat (MSIB), dan lain-lain. Semua program tersebut dapat dikonversi ke dalam sks (satuan kredit semester). 

Durasi setiap program Kampus Merdeka rata-rata satu semester atau lima sampai enam bulan. Contohnya program MSIB angkatan lima yang akan dimulai dari pertengahan Agustus hingga Desember mendatang.

Bagaimana Persiapan Mengikuti MSIB Kampus Merdeka?

Hal yang harus dipersiapkan untuk mengikuti kegiatan kampus Merdeka termasuk MSIB adalah membuat akun, melengkapi persyaratan dokumen, dan mengikuti seleksi melalui situs kampus merdeka. Artikel ini akan membagikan pengalaman mengakses situs kampus merdeka dari sudut pandang tunanetra.

Tunanetra membutuhkan perangkat lunak tambahan agar bisa membaca dan menggunakan smartphone atau komputer. Perangkat lunak yang dikenal dengan istilah screen reader atau pembaca layar akan membacakan setiap tulisan yang ada di layar kecuali item berupa grafik atau gambar.

Dalam review kali ini ada dua aspek yang dinilai yaitu keterbacaan tombol atau tulisan dan kemudahan navigasi. Aspek desain dan aspek lain sebagainya yang berhubungan dengan visual tidak diperhatikan karena kedua aspek tersebut tidak menjadi kebutuhan tunanetra ketika menjelajahi sebuah situs. Dalam review ini situs kampus merdeka diakses menggunakan laptop.

Baca: Situs Kartu Prakerja, Apakah Aksesibel Bagi Tunanetra?

Aspek Keterbacaan Situs MSIB Kampus Merdeka

tampilan situs kampus merdeka berisi berbagai informasi seputar program kampus mengajar, magang bersertifikat, studi independen bersertifikat, pertukaran mahasiswa merdeka, dan program lainnya

Tampilan beranda situs kampus merdeka

Dari segi keterbacaan, situs MSIB kampus merdeka perlu diapresiasi karena menu-menu utama seperti beranda, program, pusat informasi, notifikasi, kegiatanku, dan akun bisa dibaca. Hal yang sama juga berlaku ketika menjelajahi situs ini lebih jauh termasuk mengakses magang serta studi independen bersertifikat MSIB yang ada di dalam menu program. Semua tulisan di dalam situs kampus merdeka dapat dibaca dengan baik oleh screen reader. Untuk aspek keterbacaan, skor Situs Kampus Merdeka adalah 9/10.

Aspek Navigasi Situs Kampus Merdeka

Mungkin beberapa dari kamu bertanya-tanya apa maksud aspek navigasi dalam review situs kampus merdeka. Jadi, sebelum lanjut review-nya alangkah baiknya kamu mengetahui terlebih dahulu bagaimana cara tunanetra menjelajahi internet. Setidaknya ada dua cara yang dilakukan tunanetra untuk menjelajahi sebuah situs di internet menggunakan laptop.

Menjelajahi Secara Manual

Tunanetra tidak bisa layaknya orang awas yang menggerakkan kursor menuju tautan atau link yang diinginkan karena dapat melihat halaman di internet pada satu layar penuh. Maka cara yang mereka gunakan yakni menelusuri internet dengan tombol tab dan panah. Tombol-tombol ini akan akan membacakan halaman di internet secara urut satu per satu dimulai dari membaca heading, content, dan tautan atau link untuk mendapatkan informasi yang dicari.

Menggunakan Shortcut

Cara kedua adalah menggunakan shortcut. Screen reader mempunyai shortcut yang dapat dihafalkan oleh tunanetra untuk memudahkan dan mempercepat penelusuran halaman internet. Shortcut untuk menelusuri halaman di internet adalah tombol “h” untuk berpindah antar judul (heading), tombol huruf “b” untuk menuju ke menu button, tombol huruf “e” untuk mencari kolom pencarian dan tombol huruf “k” untuk menelusuri link. Adapun navigasi yang dimaksud dalam review ini adalah dengan menggunakan metode kedua.

Baca: 5 Hal yang Perlu Diketahui Tentang Cara Tunanetra Mengakses Internet

Jadi, Apakah Situs MSIB Kampus Merdeka Benar-Benar Merdeka untuk Semua?

gambar seseorang sedang mengetik di atas keyboard

Apakah website kampus merdeka sudah bisa diakses oleh semua?

Situs kampus merdeka yang bisa terbaca screen reader dengan baik membuat ekspektasi terhadap situs ini menjadi tinggi dengan berharap bahwa hal yang sama juga berlaku pada aspek navigasi. Namun, ekspektasi tersebut runtuh ketika mencoba menekan tombol “h”, tetapi screen reader mengatakan “no next heading”.

Hasil serupa juga terjadi ketika menelusuri dengan tombol “k” dan seterusnya. Situs kampus merdeka tidak dapat di navigasi melalui shortcut. Navigasi yang tidak dapat diakses dengan shortcut screen reader bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor seperti kesalahan ketika merumuskan coding pada website. Sehingga skor navigasi yang diberikan 2/10.

Demikian ulasan singkat tentang situs kampus merdeka. Semoga pemerintah lebih memerhatikan segi aksesibilitas situs kampus merdeka dan berbagai situs layanan publik lainnya karena memeroleh kesempatan untuk mengikuti program magang merdeka dan program-program pemerintah lainnya adalah hak semua warga Indonesia tanpa terkecuali penyandang tunanetra.

Mau Mencoba Bernavigasi di Website MSIB Kampus Merdeka Tanpa Mouse?

Nah, bagi kamu yang ingin merasakan experience mengakses website MSIB Kampus Merdeka hanya menggunakan keyboard, kamu bisa mengikuti gerakan Kamis Keyboard. Gerakan yang diinisiasi Suarise ini bertujuan menyosialisasikan pentingnya aksesibilitas website dengan berselancar menggunakan keyboard.

Kamis Keyboard mengajak kamu untuk mengakses suatu website tanpa menggunakan kursor mouse maupun touchpad. Jika semua hal di dalam website dapat dikerjakan, artinya website tersebut sudah aksesibel. Ayo bergabung ke grup telegram A11yID untuk mengetahui informasi selengkapnya tentang Kamis Keyboard!

Catatan:

Review ini dibuat berdasarkan pengalaman user tunanetra total yang telah mengikuti program magang merdeka angkatan 4 di sebuah Startup di Yogyakarta. Magang adalah kegiatan mahasiswa bekerja di organisasi mitra sebagai trainee selama periode waktu terbatas. Perangkat yang digunakan adalah laptop Asus Vivobook X421FAY K413FA yang sudah diperbarui ke windows 11 22h2 dengan screen reader NVDA versi 2023.1.

***

 

*Artikel ini disusun oleh talents Suarise, Bayu Aji Firmansyah

Bila tertarik menggunakan jasa content writer talents Suarise, hubungi Project Manager Suarise [email protected]

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Pertama di Yogyakarta, Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience Ciptakan Lingkungan Inklusif sebagai Pekerjaan Rumah Bersama

150 150 Iin Kurniati
Gambar foto pengunjung yang memenuhi area booth Suarise dalam Accessibility dan Empathy Lab Pop Up Experience

Kegiatan interaktif pengunjung dalam Accessibility dan Empathy Lab Pop Up Experience oleh Suarise ID pada IDEAKSI YEU di UGM Yogyakarta, (07/10/23)

Yogyakarta, 7 Oktober 2023 – Suarise menjadi salah satu bagian dari proyek Community Led Innovation Partnership (CLIP) atau Kemitraan untuk Inovasi yang Berbasis Kepemimpinan Masyarakat, kembali menyelenggarakan Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience dalam kegiatan Demo Day dan Simposium IDEAKSI (Ide, Inovasi, Aksi, Inklusi) Indonesia Innovation Hub 2023 di Yogyakarta.

Rahma Utami, Direktur Suarise menyatakan bahwa ini menjadi kegiatan Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience Pertama yang diselenggarakan di luar kota, khususnya di Yogyakarta. Rahma mengapresiasi kegiatan yang dinisiasi oleh Yakkum Emergency Unit (YEU) ini karena telah memperluas peningkatan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda tentang urgensi aksesibilitas digital di DIY.

“Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience ini berupaya memperkenalkan publik mengenai bagaimana teman-teman difabel mengakses teknologi, baik menggunakan handphone, laptop, maupun game playstation serta bagaimana tantangan yang mereka hadapi. Membuat teknologi yang ramah ragam disabilitas ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama menciptakan lingkungan yang inklusif,” ungkap Rahma.

Sebagai salah satu sesi interaktif yang dilaksanakan di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini, Suarise menghadirkan sejumlah aktivitas bagi para pengunjung, diantaranya: mencoba fitur aksesibilitas dalam playstation, mencoba mengakses website hanya menggunakan keyboard (tanpa mouse maupun trackpad), menambahkan alt teks pada media sosial, menggunakan pembaca layar (screen reader) di handphone, dan berbagai aktivitas menarik lainnya.

seorang peserta laki-laki sedang mencoba memainkan game playstation yang sudah memiliki fitur aksesibilitas sambil menggunakan kacamata simulasi tunanetra

Seorang pengunjung sesi interaktif Suarise tengah mencoba fitur aksesibilitas playstation dengan memainkan game ‘Last of Us 2’, (07/10/23)

Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience mengedukasi para peserta memahami tantangan aksesibilitas serta solusi akomodatif atas pemanfaatan teknologi guna membantu keseharian teman-teman disabilitas. Sebanyak 10 skenario perkenalan teknologi asistif bagi disabilitas disajikan untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan generasi muda tentang interaksi penyandang disabilitas dengan teknologi. 

Nadifa dan Aisyah dari Fakultas Psikologi UGM, salah satu pengunjung yang hadir dalam Sesi Interaktif menceritakan pengalaman mereka ketika mengikuti aktivitas yang berada di booth Suarise.

Menurut kedua mahasiswa tersebut, kegiatan ini membuat mereka lebih terbuka dalam memahami rasanya teman-teman disabilitas dalam mengakses platform digital, salah satunya bagaimana cara teman netra menggunakan komputer, dan handphone menggunakan fitur bantuan pembaca layar (screen reader).

“Kami jadi lebih terbuka bahwa selama ini media sosial punya fitur alt text. Ternyata se-simple kita post foto terus kita kasih deskripsi foto, bisa bantu banget buat temen netra tahu ini image-nya tentang apa,” ungkap Aisyah.

Lebih lanjut, Nadifa memaparkan harapannya ke depan tentang aksesibilitas digital bagi disabilitas. “Semoga masyarakat luas lebih bisa teredukasi dan Suarise lebih meningkatkan upayanya dalam menyuarakan edukasi tentang (aksesibilitas digital) disabilitas. Kita semua bisa mewujudkan lingkungan yang inklusif dan mewujudkan lingkungan yang setara”, ujarnya. 

Kegiatan berlangsung atas hasil kolaborasi dari berbagai pihak. Salah satu pihak tersebut adalah Information Society Innovation Fund (ISIF) Asia yang memiliki tujuan untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan masyarakat tentang penyandang disabilitas. ISIF ASIA merupakan program pendanaan yang memiliki fokus untuk mendukung pengembangan internet dan pencapaian inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik, termasuk di Indonesia.

Kamis Keyboard

seorang laki-laki teman netra (kiri) sedang mendemokan penggunaan pembaca layar kepada seorang peserta laki-laki (kanan) di sebuah meja

Bayu (Disabilitas Netra) dari Suarise ID sedang mendemokan penggunaan software pembaca layar untuk membaca dokumen di perangkat digital (07/10/23)

Salah satu kampanye yang diperkenalkan Suarise dalam Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience di Yogyakarta yakni Kamis Keyboard. Gerakan ini mengajak masyarakat untuk mengakses satu website melalui laptop atau desktop setiap hari Kamis, tanpa menggunakan mouse/trackpad. Kegiatan ini bertujuan untuk memahami tantangan aksesibilitas dalam suatu website. Saat seseorang berselancar di website hanya menggunakan pembaca layar (screen reader), maka dia kan mengetahui bagian mana dari website tersebut yang mudah atau sulit diakses journey-nya oleh pembaca layar. 

Tentang Penyelenggara

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan. Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

ISIF ASIA memberikan dukungan bagi untuk proyek-proyek yang berkontribusi pada pertumbuhan teknologi Internet dan TIK untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Bootcamp, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. ISIF ASIA bertujuan untuk mendukung inisiatif yang menangani masalah terkait Internet seperti akses, keterjangkauan, keamanan dunia maya, privasi online, hak digital, dan pengembangan konten lokal. ISIF ASIA mendorong pendekatan inovatif, kolaborasi, dan pembangunan kapasitas di kawasan. Program ini dilaksanakan oleh Pusat Informasi Jaringan Asia Pasifik (APNIC), sebuah registri Internet regional, dan telah mendukung proyek sejak didirikan pada tahun 2008. Pendanaan dan dukungan yang diberikan oleh ISIF ASIA telah berkontribusi pada berbagai inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan. dampak positif pada pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.

 

Kontak Suarise 

Public Relations: [email protected]

www.suarise.com 

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Menuju Inklusivitas Digital, Suarise Hadirkan Pengalaman Teknologi Digital Aksesibel

150 150 Iin Kurniati
Seorang lelaki tengah menjelaskan kepada dua orang perempuan mengenai accessibility feature di playstation game Last of Us 2

Kegiatan interaktif pengunjung dalam Accessibility dan Empathy Lab Pop Up Experience oleh Suarise ID pada pameran Jakarta Innovation Day 2023, 27/09/23 (dok. Suarise)

Jakarta, 27 September 2023 – Sebagai bagian dari rangkaian inovasi membangun masa depan yang inklusif dan aksesibel terhadap disabilitas, Suarise kembali selenggarakan Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience dalam pameran Jakarta Innovation Day 2023 selama 25 – 27 September 2023. Sebanyak 150 pengunjung pameran telah berpartisipasi dalam kegiatan interaktif yang disediakan pada stan Suarise. 

Rahma Utami, Direktur Suarise menyatakan antusiasmenya menjadi bagian dari Jakarta Innovation Day 2023 yang diinisiasi oleh Bappeda Provinsi DKI Jakarta. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kegiatan serupa perlu dibuat dengan frekuensi yang lebih sering untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya aksesibilitas digital di Indonesia.

“Teknologi digital yang aksesibel adalah kunci utama untuk mendorong inklusivitas dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, masih ada channel-channel digital yang belum memperhitungkan elemen aksesibilitas. Hal ini menjadi tantangan kita bersama,” ungkap Rahma. 

Sebagai salah satu dari 46 stan dalam pameran Jakarta Innovation Day 2023, Suarise menghadirkan sejumlah aktivitas interaktif bagi para pengunjung, di antaranya: mencoba accessibility feature playstation, uji aksesibilitas digital aplikasi Trans Jakarta (TIJE) dengan role play pesan tiket menggunakan pembaca layar (screen reader), dan masih banyak lagi.  

Empathy Lab Pop Up Experience membantu penggunanya dalam memahami tantangan aksesibilitas digital dan solusi akomodatif dari pemanfaatan teknologi yang untuk membantu keseharian teman-teman disabilitas. 

Sebanyak 10 skenario perkenalan penerapan teknologi bagi disabilitas turut disajikan untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan masyarakat umum tentang interaksi penyandang disabilitas dengan teknologi. 

“Semua skenario yang ada di sini itu dibuat se-relate mungkin dengan pengalaman sehari-hari. Misalnya, pada aplikasi yang sudah ada di smartphone masing-masing. Tapi bisa dibuat secara aksesibel supaya juga bisa diakses oleh teman disabilitas. Pada dasarnya, aksesibilitas digital itu adalah hak yang harus didapatkan oleh semua orang. Utamanya, kemudahan dalam mencari, mengakses, dan menemukan informasi sesuai dengan kebutuhan. Hak tersebut itu harus dapat dipenuhi karena sudah menjadi hak yang mendasar bagi manusia,” lanjut Rahma. 

Pengalaman yang Menggugah Empati

seorang teman netra tengah memandu seorang peserta perempuan untuk mengakses laptop menggunakan pembaca layar dengan keyboard tanpa huruf

Teman Netra dari Suarise tengah memandu seorang peserta belajar menggunakan pembaca layar (dok. suarise)

Tania dan Raissa dari Ragam Wajah Lara, salah satu pengunjung yang hadir dalam pameran tersebut menceritakan tentang pengalamannya ketika berinteraksi di stan Suarise.

Raissa menceritakan pengalamannya dalam mengoperasikan keyboard dan memainkan playstation dengan skenario sebagai seorang disabilitas. Ia mengaku sempat merasakan kesulitan karena belum terbiasa menggunakan teknologi dan alat bantu yang disediakan. Namun, kegiatan ini memberikan banyak pembelajaran baginya sebagai content creator di Ragam Wajah Lara untuk membuat konten-konten yang lebih aksesibel

“Pengalaman ini buat aku sadar, belum tentu hal yang kami buat itu sudah aksesibel. Padahal konten yang dimaksud cukup penting karena menyangkut tentang kesehatan mental. Ini menjadi pelajaran supaya bisa membuat konten yang lebih mudah untuk diakses. Seperti membuat video di Instagram dengan menambahkan subtitle supaya aksesibel untuk teman tuli. Terlebih, di awal pandemi kemarin, informasi seputar hal yang esensial untuk menjaga kesehatan (misal: menjaga jarak dan memakai masker) saja sulit dicari panduannya. Apalagi dengan disabilitas pasti membutuhkan usaha lebih. Pengalaman yang ditawarkan Suarise ini penting supaya kita bisa memahami kesulitan yang dialami teman disabilitas,” ungkap Raissa. 

Lebih lanjut, Raissa juga menambahkan bahwa menurutnya, kegiatan ini sangat insightful, impactful, dan emphaty-full atau menggugah empati sesuai dengan judul labnya, ‘Empathy Lab Pop Up Experience’. 

Hal ini juga diamini oleh Tania yang menceritakan latar belakangnya sebagai seorang Graphic Designer. “Saat menjalankan skenario dengan screen reader, aku jadi lebih aware untuk membuat konten lebih ramah disabilitas. Misalnya dengan menggunakan headings agar bisa dibaca oleh screen reader. Aku mengharapkan hal-hal seperti ini bisa dilakukan secara berkelanjutan. Penting banget untuk terus dilakukan”, jelas Tania.

Selain itu, ia juga menyampaikan harapannya agar pemerintah ikut andil dalam meningkatkan aksesibilitas bagi disabilitas.

“Masih ada stigma bahwa teman disabilitas itu dependen atau bahkan dianggap beban. Hal ini terjadi karena belum banyak teknologi yang bisa membantu mereka. Aksesibilitas yang tinggi itu membantu teman disabilitas bisa menjadi independen. Tapi, hal ini perlu diakomodir melalui perubahan secara sistemik bahkan hingga level pemerintah. Tidak bisa kalau hanya 1-2 orang doang yang bergerak. Memang pasti tidak mudah. Tapi optimis pasti bisa”, tutup Tania.

Adapun kegiatan ini dapat dilangsungkan sebagai hasil kolaborasi dari berbagai pihak. Salah satu pihak tersebut adalah Information Society Innovation Fund (ISIF) Asia yang memiliki tujuan untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan masyarakat tentang penyandang disabilitas. ISIF ASIA merupakan program pendanaan yang memiliki fokus untuk mendukung pengembangan internet dan pencapaian inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik, termasuk di Indonesia.

Tentang Penyelenggara

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Suarise bersama Bappeda DKI Jakarta dalam Jakarta Innovation Day 2023. Kegiatan Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience merupakan bagian dari ISIF atau Information Society Innovation Fund Asia sebagai program pendanaan dan dukungan yang berfokus pada promosi pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.

ISIF ASIA memberikan dukungan bagi untuk proyek-proyek yang berkontribusi pada pertumbuhan teknologi Internet dan TIK untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Bootcamp, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. ISIF ASIA bertujuan untuk mendukung inisiatif yang menangani masalah terkait Internet seperti akses, keterjangkauan, keamanan dunia maya, privasi online, hak digital, dan pengembangan konten lokal. ISIF ASIA mendorong pendekatan inovatif, kolaborasi, dan pembangunan kapasitas di kawasan. Program ini dilaksanakan oleh Pusat Informasi Jaringan Asia Pasifik (APNIC), sebuah registri Internet regional, dan telah mendukung proyek sejak didirikan pada tahun 2008. Pendanaan dan dukungan yang diberikan oleh ISIF ASIA telah berkontribusi pada berbagai inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan. dampak positif pada pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan. Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision

 

Kontak Suarise 

Public Relations: [email protected]

www.suarise.com 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
seorang pria teman netra sedang menjelaskan cara penggunaan pembaca layar atau screen reader kepada pria awas yang menggunakan kacamata simulasi tunanetra sambil mencoba pembaca layar di komputer

Aksesibilitas Digital Penting: Apakah Hanya Untuk Disabilitas?

2560 1707 Iin Kurniati
Gambar kiri seorang wanita berambut lurus panjang sedang berdiri sambil membaca buku di perpustakaan. Gambar kanan seorang wanita berambut keriting berkacamata sedang duduk di rumah sambil membaca di depan laptop

Perkembangan teknologi membuat perubahan dalam kehidupan sehari-hari manusia, yang semua fokus dengan benda fisik kini beralih menggunakan platform digital

Pesatnya perkembangan teknologi terutama internet telah membawa kita memasuki era digital seperti sekarang. Teknologi digital telah mengubah cara kita menjalani kehidupan sehari-hari seperti mengakses pendidikan, bekerja, hiburan, layanan publik, dan lain-lain. Adanya website sampai aplikasi mobile menyebabkan semua aspek kehidupan tersebut bisa dilakukan dari mana saja dan kapan pun. Tentunya ini adalah sesuatu yang positif. 

Namun, terkadang ada satu hal yang dilupakan dalam mengembangkan teknologi yaitu memerhatikan segi aksesibilitas digital. Apa pengertian aksesibilitas digital? Apa pentingnya menerapkan itu? Yuk cari tahu melalui artikel ini!

Baca juga: Lapangan Kerja Disabilitas Tak (Lagi) Terbatas

Apa itu Aksesibilitas Digital?

Aksesibilitas merupakan konsep yang merujuk pada pengembangan dan desain web untuk memastikan kemudahan akses digital atau online bagi semua orang. Tujuan konsep aksesibilitas digital adalah agar sebuah website atau aplikasi dapat diakses, dimengerti, dan digunakan dengan mudah oleh semua pengguna.

Perlu dipahami bahwa tidak semua pengguna menggunakan cara yang sama dalam mengakses website atau aplikasi. Sebuah website atau aplikasi dikatakan aksesibel jika bisa dipahami dan dinavigasi oleh berbagai pengguna. Dinavigasi yang dimaksud di sini adalah website dan aplikasi harus bisa digunakan tanpa mouse maupun trackpad alias hanya dengan menggunakan keyboard.

Aksesibilitas Digital Penting Untuk Siapa?

Ada anggapan bahwa aksesibilitas digital dibuat hanya untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas saja. Salah satu alasan mengapa aksesibilitas sering dianggap demikian adalah karena pengembang website atau aplikasi menilai fitur-fitur dalam aksesibilitas hanya digunakan oleh penyandang disabilitas.

Fitur yang Dikaitkan dengan Disabilitas Netra

Ada anggapan bahwa fitur kontras warna dan fitur untuk memperbesar teks atau gambar hanya dibutuhkan oleh pengguna dengan gangguan penglihatan atau tunanetra, padahal anggapan tersebut kurang tepat. Semua orang bahkan orang-orang non-disabilitas dapat diuntungkan dengan adanya aksesibilitas digital ini.

Apa Fungsi Fitur Aksesibilitas bagi Pengguna Non-disabilitas

Orang tua maupun manula menjadi salah satu pihak non-disabilitas yang terbantu melalui fitur aksesibilitas digital. Penurunan kemampuan penglihatan yang umumnya dialami para manula membuat mereka menggunakan teknologi untuk membantu kesehariannya, misalnya dengan menggunakan zoom pembesar layar atau kontras warna.

Selain itu, fitur aksesibilitas digital juga bermanfaat bagi penderita vertigo temporer yang menyebabkan pandangan mereka menjadi berputar dan terasa pusing saat mata tidak terpejam. Pada saat seperti itu, screen reader dapat membantu membacakan layar. Pengalaman tersebut diungkapkan Founder Suarise, Rahma Utami ketika menjadi pembicara dalam acara Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience di Binus International, Jumat (26/5) lalu.

Faktor penyebab Pengembang Website atau Aplikasi Tidak Mementingkan atau Menerapkan Aksesibilitas Digital

Tidak hanya kesalahan persepsi tentang target dari aksesibilitas digital, terdapat faktor lain yang menyebabkan pengembang website atau aplikasi tidak menerapkan aksesibilitas digital pada produknya. faktor-faktor tersebut adalah:

  • Pengembangan aksesibilitas digital memerlukan biaya tinggi
  • Untuk membuat website atau aplikasi yang menerapkan aksesibilitas digital memerlukan peralatan khusus
  • Tidak adanya undang-undang atau aturan hukum serupa yang mewajibkan sebuah perusahaan harus menerapkan aksesibilitas digital

Pentingnya Aksesibilitas Digital untuk perusahaan

Aksesibilitas digital penting diterapkan bagi perusahaan untuk meningkatkan kualitas pengalaman pengguna dan menjadikan produk atau layanan lebih inklusif bagi semua pengguna. Dalam hal informasi, aksesibilitas digital memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses informasi seperti non-disabilitas. Misalnya website dan aplikasi yang memperhatikan kaidah aksesibilitas digital bermanfaat agar semua orang bisa mengakses.

Dampak bagi pelanggan dengan disabilitas

gambar tangan kiri memegang smartphone yang membuka mobile banking dengan tulisan di layar login, password, dan submit

Aplikasi perbankan yang lebih aksesibel akan membantu teman disabilitas dalam hal privasi (free pic)

M-Banking menjadi salah satu jenis aplikasi yang umum digunakan masyarakat, termasuk disabilitas netra. Saat tunanetra mengakses aplikasi m-banking, aplikasi tersebut akan meminta pengguna memasukkan nama serta kata sandi ketika akan login dan melakukan transaksi. Bila aplikasi m-banking memerhatikan kaidah aksesibilitas digital, maka tunanetra dapat mengakses layanan perbankan secara mandiri dan tetap terjaga privasinya.

Beda cerita bila aplikasi tersebut tidak mempertimbangkan kaidah aksesibilitas digital, seperti muncul captcha yang tidak bisa dibaca oleh screen reader, maka berdampak pada tunanetra membutuhkan bantuan untuk mengakses m-banking. Hal ini tentu bertentangan dengan kebijakan privasi yang secara jelas menyebutkan bahwa nama pengguna dan kata sandi tidak boleh diberikan kepada orang lain, termasuk tunanetra.

Aksesibilitas digital merupakan implementasi hak asasi manusia yang bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada seluruh masyarakat dalam mengakses, mencari, dan mengeksplorasi informasi tanpa bergantung pada orang lain. Dalam era digital ini, akses yang mudah dan merata terhadap informasi menjadi krusial. 

Hal ini penting untuk memastikan setiap individu dapat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Aksesibilitas digital memberikan peluang untuk memperoleh pengetahuan. Dengan mewujudkan aksesibilitas digital penting untuk disabilitas, kita dapat mendorong inklusi sosial dan kesetaraan peluang bagi seluruh lapisan masyarakat.

Siapa yang Harus Menerapkan Aksesibilitas Digital

Konsep aksesibilitas digital seharusnya diterapkan oleh semua perusahaan atau instansi dalam segala bidang kehidupan mulai dari instansi pemerintahan sampai perusahaan bisnis yang memiliki layanan berupa website atau aplikasi. Mengapa demikian?

Manfaat Penerapan Aksesibilitas Digital Dalam Bisnis

Penerapan aksesibilitas digital memiliki banyak manfaat termasuk dalam bisnis.  Penerapan aksesibilitas digital dapat memperluas jangkauan konsumen kepada lebih banyak kalangan. Navigasi yang lebih jelas, teks yang mudah dibaca, dan tata letak yang teratur akan meningkatkan pengalaman bagi semua konsumen.

Peningkatan pengalaman konsumen akan menambah kepuasan konsumen. Konsumen yang puas dengan suatu produk atau jasa memiliki kecenderungan untuk kembali menggunakan produk atau jasa tersebut. Dengan menciptakan pengalaman yang inklusif dan memperhatikan kebutuhan semua pengguna, bisnis dapat memperoleh loyalitas konsumen yang lebih baik.

Baca juga: Kenapa Belajar Accessibility Penting untuk Product Designer?

Bagaimana Experience Menggunakan Teknologi yang Menerapkan Konsep Aksesibilitas Digital?

seorang pria disabilitas netra low vision sedang menjelaskan cara menggunakan fitur pembaca layar atau screen reader kepada pria awas yang menggunakan kacamata simulasi tunanetra sambil mencoba pembaca layar di komputer

Peserta Empathy Lab Pop Up Experience sedang mencoba berseluncur menggunakan pembaca layar di laptop dan menggunakan kacamata simulasi tunanetra (dok. Suarise)

Kalau kamu ingin merasakan bagaimana experience menggunakan teknologi yang menerapkan konsep aksesibilitas digital, salah satu hal yang bisa kamu lakukan adalah bernavigasi di suatu website tanpa mouse. Caranya buka suatu website, lalu cobalah bernavigasi hanya dengan menekan tombol tab dan panah di keyboard. Jika website tersebut bisa dinavigasi dari atas sampai bawah tanpa menemui kendala maka artinya website tersebut dikatakan aksesibel.

Eits, cara merasakan experience aksesibilitas digital, serta penggunaan teknologi asistif tidak hanya itu saja lho! Kalau kamu penasaran cara yang lainnya, kamu bisa berpartisipasi dalam A11y Empathy Lab Pop Up Experience. Dalam kegiatan ini Suarise menyiapkan sejumlah skenario interaktif yang membangun keterlibatan bagi peserta untuk merasakan tantangan aksesibilitas yang biasa dihadapi oleh teman disabilitas sehari-hari. Dari kegiatan ini diharapkan kamu semakin sadar pentingnya penerapan aksesibilitas digital.

seorang wanita dan pria sedang mencoba kacamata simulasi tuannetra dan lowvision

Peserta Empathy Lab Pop Up Experience sedang mencoba kacamata simulasi tunanetra dan low vision (dok. Suarise)

Beberapa skenario dalam kegiatan ini adalah playstation accessible, pameran foto ‘imaji visual’, accessible fashion, hingga kacamata simulasi penglihatan tunanetra. Cuplikan keseruan yang menggambarkan aksesibilitas digital penting untuk semua, dapat disaksikan kembali pada instagram Suarise. Jika kamu ingin mengetahui A11y Empati Lab Pop Up Experience lebih lanjut, baca Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience Tingkatkan Edukasi Mahasiswa soal Aksesibilitas Digital.

***

 

*Artikel ini disusun oleh talents Suarise, Bayu Aji Firmansyah

Bila tertarik menggunakan jasa content writer talents Suarise, hubungi Project Manager Suarise [email protected]

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
seorang teman netra sedang melakukan uji aksesibilitas digital pada platform digital pemerintahdi atas panggung

Keterbukaan Informasi Publik: Aksesibilitas untuk Disabilitas

2560 1440 Iin Kurniati

Keterbukaan dan akses terhadap informasi publik merupakan hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik mengatur bahwa penyelenggaraan negara harus dilakukan secara terbuka atau transparan. Undang-Undang itu menjamin memenuhi hak semua kalangan termasuk penyandang disabilitas untuk memperoleh informasi publik.

Keterbukaan yang dimaksud adalah informasi publik tersebut harus aksesibel agar semua kalangan bisa mengaksesnya. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan negara dapat diawasi oleh publik dan keterlibatan masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik semakin tinggi. Pertanyaannya apakah hal ini sudah terlaksana dengan baik, khususnya keterbukaan informasi publik bagi disabilitas?

Bagaimana Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia

Sebelum membahas apakah penyandang disabilitas bisa mengakses dan memahami informasi publik yang disampaikan oleh pemerintah, mari ketahui terlebih dahulu bagaimana keterbukaan informasi publik secara umum. Mengutip laman Komisi Informasi Pusat, Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) pada 2023 berada dalam kategori sedang yaitu 75,40 poin. IKIP disusun untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan keterbukaan informasi publik di level lokal hingga level nasional yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan publik sekaligus meningkatkan akuntabilitas kinerja lembaga.

Apakah Penyandang Disabilitas Bisa Mengakses Informasi Publik?

Sayangnya skor indeks di atas belum bisa memberi gambaran apakah informasi publik dari pemerintah bisa diakses oleh semua kalangan. Pada kenyataannya sering kali penyandang disabilitas masih menemui kendala dalam mengakses informasi publik yang disampaikan pemerintah melalui berbagai saluran seperti situs web, media sosial, televisi, dan radio.

Apa faktor penyebabnya?

Ada beberapa faktor yang menjadi kendala bagi disabilitas dalam mengakses informasi publik dari pemerintah. Kurangnya fitur aksesibilitas, seperti teks, juru bahasa isyarat, deskripsi audio, teks alternatif, serta pemanfaatan teknologi asistif. Faktor lainnya adalah dari segi ekonomi yakni banyak disabilitas yang tidak mampu memiliki gawai dan rendahnya kompetensi disabilitas dalam menggunakan platform digital. Selain itu, kurangnya infrastruktur pendukung yang mumpuni di daerah seperti tidak meratanya akses internet semakin menambah hambatan disabilitas dalam mengakses informasi publik dari pemerintah.

Hambatan ini tentu bukan kabar baik. Informasi publik dari pemerintah harus bersifat setara untuk semua kalangan. Penyandang disabilitas juga memiliki hak untuk mengetahui informasi publik dari pemerintah. Apa lagi Indonesia telah menjamin kesetaraan hak disabilitas melalui kesepakatan dengan konvensi PBB Convention on the Rights of Persons with Disabilities. 

Baca juga: Kesetaraan Hak bagi Tunanetra

Kendala Apa yang Ditemui Penyandang Disabilitas dalam Mengakses Informasi Publik?

Ilustrasi gambar tangan di depan laptop mengakses website dengan captcha tanpa audio

Captcha berfungsi penting sebagai fitur keamanan, tetapi sejumlah captha tidak aksesibel bagi disabilitas tertentu. Contoh disabilitas netra tidak dapat menggunakan captha berjenis visual atau tanpa audio (free pic)

Kendala yang ditemui penyandang disabilitas dalam mengakses informasi publik di ranah digital berbeda-beda. Hal ini karena tiap disabilitas memiliki hambatan masing-masing.

Kendala Disabilitas Tuli

Kendala disabilitas tuli terletak pada sektor pendengaran atau audio. Hal ini menyebabkan penyandang tuli hanya bisa mengakses informasi berupa visual atau teks saja. Sehingga mereka membutuhkan bahasa non-verbal dalam berinteraksi, alat bantu pendengaran, subtitle, atau penyediaan juru bahasa isyarat untuk memahami pesan berbentuk audio.

Kendala Disabilitas Tunanetra

Sementara itu kendala tunanetra adalah dalam hal visual. Disabilitas netra memerlukan deskripsi gambar untuk memahami pesan yang berbentuk visual serta aplikasi dengan coding yang benar agar bisa terbaca screen reader. Sebagai informasi screen reader adalah perangkat lunak yang ada di smartphone dan komputer yang berfungsi membacakan setiap item yang ada di layar.

Kendala lain adalah kesalahan persepsi sebagian besar masyarakat yang menganggap difabel membutuhkan aplikasi berbeda (dirancang khusus), format bagi difabel harus selalu dibedakan dari masyarakat non-disabilitas, dan mengembangkan accessible information memerlukan biaya mahal atau memerlukan alat tersendiri. Contoh kesalahan persepsi ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

Apa Upaya Pemerintah Untuk Memenuhi Akses Informasi Publik?

Video Kemenkeu yang berisi penjelasan posisi utang pemerintah per akhir April 2023 dengan rasio utang 38,15% dari PDB. Pembicara menjelaskan apakah utang kita aman atau enggak?

Salah satu cuplikan video milik pemerintah dengan disertai subtitle yang memudahkan pembaca (dokumentasi MK+ atau majalah Media Keuangan Plus dari Youtube kemenkeuri)

Pemerintah sendiri telah berupaya mengakomodasi kebutuha

Pemerintah sendiri telah berupaya mengakomodasi kebutuhan disabilitas dalam mengakses informasi publik. Seperti menyediakan subtitle atau menyediakan juru bahasa isyarat dalam konten audio dan video. Namun, sering kali subtitle atau juru bahasa isyarat yang disediakan tidak terlihat karena ukuran dalam tayangan yang kecil. Sedangkan, untuk fitur deskripsi gambar sayangnya belum disediakan.

Dalam beberapa kasus pemerintah menambahkan fitur suara pada website-nya. Hal ini dilakukan karena anggapan fitur suara tersebut akan mempermudah disabilitas netra menjelajahi isi website tersebut. Padahal langkah ini sebenarnya malah mempersulit disabilitas netra menjelajahi isi konten website karena suara website bertabrakan dengan suara screen reader.

Apa Dampaknya Bagi Disabilitas

seorang teman netra sedang melakukan uji aksesibilitas digital pada platform digital pemerintahdi atas panggung

Ega, talents Suarise sedang melakukan uji aksesibilitas digital pada platform pemerintah milik Kementerian Keuangan (foto by Suarise)

Dampak dari tidak aksesnya informasi publik yakni sulitnya penyandang disabilitas menyalurkan opini akibat tidak bisa mengakses program dan layanan pemerintah. Seperti yang ditunjukkan M Rezha Akbar, talents tunanetra Suarise, ketika mendemonstrasikan aksesibilitas digital pada website kemenkeu, website PPID kemenkeu, dan aplikasi mobile pajak dalam Workshop Mewujudkan Layanan Komunikasi dan Informasi Publik yang Ramah bagi Penyandang Disabilitas.

Demonstrasi tersebut menunjukkan bahwa website kemenkeu, website PPID Kemenkeu, dan aplikasi pajak belum sepenuhnya mudah diakses. Terdapat beberapa item yang tidak terbaca oleh screen reader atau tidak memenuhi kaidah aksesibilitas digital. Hal ini membuat Ega kesulitan ketika ingin mencari informasi yang dibutuhkan.

Masih dalam acara yang sama, perwakilan disabilitas netra yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di salah satu Kementerian yakni Alfian Andhika Yudistira menceritakan pengalamannya saat mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Kala itu, Alfian salah menggunakan pakaian akibat informasi di media sosial instagram mengenai aturan penggunaan pakaian tertentu tidak menyertakan alt text atau deskripsi gambar. Hal ini menyebabkan Alfian ketinggalan informasi karena tidak bisa mengetahui isi aturan yang hanya disampaikan dalam bentuk visual. Dua kasus di atas hanya contoh kecil dampak yang ditimbulkan dari tidak aksesnya informasi publik oleh pemerintah.

Baca juga: Mandiri Dalam Keterbatasan Dengan Internet Tanpa Batas

Apa yang Harus Dilakukan Untuk Memperbaiki Keterbukaan Informasi Publik?

Salah satu gagasan untuk mengatasi permasalahan tidak aksesnya informasi publik berdasarkan workshop adalah pentingnya kolaborasi antar para pemangku kepentingan. Pemerintah perlu membuat standar operasional sebagai dasar aturan agar website dan aplikasi bisa diakses.

Dalam merancang standar operasional ini pemerintah perlu melibatkan partisipasi dari pihak lain seperti organisasi yang benar-benar paham mengenai isu aksesibilitas digital serta pihak disabilitas sebagai user yang nantinya akan menikmati website dan aplikasi tersebut. Keterlibatan yang dimaksud adalah tidak hanya dari segi evaluasi saja tetapi juga pelibatan sejak awal (perencanaan).

Suarise sebagai organisasi yang berfokus di bidang aksesibilitas digital turut berkontribusi dengan cara aktif memberi sosialisasi pentingnya membangun lingkungan digital yang inklusif. Saat ini Suarise juga terlibat dalam penyusunan petunjuk teknis terkait aksesibilitas digital bagi kelompok disabilitas di Indonesia.

Upaya lain yang dilakukan Suarise untuk meningkatkan keterbukaan informasi publik yakni merancang sebuah aplikasi yang berfungsi menampung laporan dari rekan-rekan disabilitas jika menemukan website atau aplikasi digital yang tidak akses kemudian meneruskannya ke pihak terkait. Harapan pembuatan aplikasi ini agar para pihak terkait segera memperbaiki agar bisa diakses kembali.

Jika kamu ingin tahu mengenai projek ini dan projek-projek lain yang sedang dikerjakan Suarise kamu bisa mengikuti media sosial Suarise dan kalau kamu ingin mengetahui cerita bagaimana pengalaman penyandang disabilitas mengakses website pemerintah serta upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah, tonton ulang Workshop Mewujudkan Layanan Informasi Publik yang Ramah bagi Disabilitas di Youtube Suarise!

 

*Artikel ini disusun oleh talents Suarise, Bayu Aji Firmansyah

Bila tertarik menggunakan jasa content writer talents Suarise, hubungi Project Manager Suarise [email protected]

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Press Release – Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience Tingkatkan Edukasi Mahasiswa soal Aksesibilitas Digital

150 150 Iin Kurniati
dua orang MC wanita di auditorium sedang membuka acara dengan latar bertuliskan digital accessibility introduction

Pembukaan acara Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience di auditorium Binus International FX Campus (doc. internal Suarise)

Sebagai upaya meningkatkan edukasi mahasiswa mengenai pentingnya aksesibilitas digital di tanah air, Suarise menggandeng Fakultas School of Computing and Creative Arts, Binus University International FX Campus menyelenggarakan Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience di Jakarta (26/05).

Mengusung tema Pengenalan Accessibility (A11y) pada Platform dan Dokumen Digital, kegiatan ini diselenggarakan sebagai bagian dari Peringatan Hari Kesadaran Aksesibilitas Global (Global Accessibility Awareness Day – GAAD) Tahun 2023. Tingginya antusiasme para akademisi termasuk para dosen dan mahasiswa dalam komunitas A11yID yang diusung Suarise, membuat Suarise berinisiasi memperluas edukasi mengenai aksesibilitas digital di level perguruan tinggi.

Suarise menyelenggarakan kegiatan luring (offline) pertama tahun 2023 yang melibatkan civitas academica untuk membagi pengalaman dan pengetahuan seputar aksesibilitas digital dalam Accessibility Class melalui dukungan pendanaan dari ISIF ASIA. Kegiatan ini juga dilengkapi dengan Empathy Lab Pop Up Experience berupa aktivitas interaktif untuk memahami tantangan aksesibilitas digital dan solusi akomodatif dari pemanfaatan teknologi yang digunakan dalam membantu keseharian teman-teman disabilitas. A11y Empathy Lab Pop Up Experience ini juga menjadi kegiatan berskala medium pertama yang diselenggarakan Suarise dengan menyajikan 40 dari total 50 skenario perkenalan penerapan teknologi bagi disabilitas.

Kegiatan A11y Empathy Lab Pop Up Experience bertujuan menjembatani kesenjangan pengetahuan masyarakat tentang interaksi penyandang disabilitas dengan teknologi, diantaranya bagi teman netra, teman tuli, disleksia, daksa, dan buta warna. Kegiatan ini berupaya menjawab bagaimana tantangan dan solusi teknologi yang tersedia, mulai dari akomodasi hingga teknologi asistif yang digunakan teman-teman disabilitas dalam kehidupan sehari-hari.

Kepala Program Komunikasi Binus University International fX Campus, Dian Sarwono, menyampaikan bahwa kolaborasi ini berperan penting untuk menyebarluaskan lebih banyak informasi kepada publik, khususnya civitas akademik. 

“Kami mendengar ada berbagai inovasi (teknologi terkait aksesibilitas) tetapi kami tidak tahu bagaimana inovasi itu bekerja, apa tantangan yang dihadapi, dan apa yang bisa kita lakukan. Kita juga tahu bahwa perlu lebih banyak upaya dan proses untuk memperkenalkan aksesibilitas digital. Oleh karena itu kami bekerja bersama untuk meningkatkan awareness (kesadartahuan) tentang aksesibilitas digital dan pentingnya aksesibilitas digital di Indonesia. Kami berharap kita akan menyelenggarakan proyek lain di masa mendatang, ujarnya.”

Dalam presentasinya, Rahma Utami, Direktur Suarise menyatakan bahwa acara ini secara tidak langsung menjadi Peluncuran kegiatan A11y Empathy Lab Pop Up Experience pertama di Indonesia. Rahma menekankan pentingnya aksesibilitas digital untuk digunakan dalam website, aplikasi digital, maupun platform digital lainnya terlepas dari kemampuan ataupun perbedaan cara, dengan atau tanpa teknologi asistif.

“Aksesibilitas digital penting karena memungkinkan masyarakat untuk mencari, mengakses, mengeksplorasi informasi daripada menunggu. Kita dapat menciptakan kebebasan bagi seluruh lapisan masyarakat (mewujudkan hak asasi manusia), ungkapnya.”

Pada akhirnya, aksesibilitas digital tidak hanya penting agar website, aplikasi, maupun konten digital bisa ramah dan layak disabilitas, tetapi juga berguna untuk meningkatkan performa produk tersebut, serta membuka mata semua pihak bahwa tantangan mewujudkan aksesibilitas digital ini tugas kita bersama.

 

Demo Aksesibilitas Digital 

teman netra perempuan berdiri di auditorium untuk memperkenalkan diri, namanya Yani

Aryani, talent tunanetra Suarise, memperkenalkan diri sebelum melakukan uji aksesibilitas digital untuk website dan platform digital (doc. internal Suarise)

Disamping membahas mengenai urgensi aksesibilitas digital, para mahasiswa dan civitas academica juga disajikan demo aksesibilitas digital oleh teman disabilitas. Kegiatan ini dilakukan untuk menguji apakah suatu platform digital, seperti website, aplikasi digital, maupun media sosial mudah diakses bagi disabilitas, baik dengan menggunakan pembaca layar, menggunakan keyboard tanpa mouse, desain inklusif, serta berbagai kaidah lain yang sesuai kaidah WCAG (Web Content Accessibility Guideline). Demo aksesibilitas digital ini bertujuan memahami tantangan aksesibilitas digital yang dihadapi teman-teman disabilitas.

 

A11y Empathy Lab Pop Up Experience

seorang pria sedang bermain play station yang ramah bagi disabilitas ditemani oleh dua orang volunteer

Salah satu aktivitas skenario Empathy Lab Pop Up Experience mengajak peserta bermain game Last of Us 2 yang memenuhi unsur aksesibilitas digital (doc. internal Suarise)

Kegiatan A11y Empathy Lab Pop Up Experience memiliki sejumlah skenario interaktif yang membangun keterlibatan bagi peserta. Aktivitas ini memungkinkan peserta memahami solusi akomodatif dan teknologi yang membantu keseharian disabilitas. Dalam kegiatan ini, Suarise menyiapkan sejumlah aktivitas interaktif bagi para peserta, diantaranya play station accessibility, pameran foto ‘imaji visual’ karya Dhemas Reviyanto fotografer Antara, accessible fashion karya desainer Andini Wijendaru (@dinidini) yang didokumentasikan oleh Dita W Yolansari (@ditut), uji coba navigasi di komputer maupun handphone menggunakan aplikasi pembaca layar (screen reader) bersama teman netra, hingga kacamata simulasi penglihatan tunanetra. 

 

Tentang Penyelenggara

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Suarise bersama Fakultas School of Computing and Creative Arts, Binus University International fX Campus untuk memperingati Global Accessibility Awareness Day (GAAD) Tahun 2023. Kegiatan ini merupakan bagian dari ISIF atau Information Society Innovation Fund Asia sebagai program pendanaan dan dukungan yang berfokus pada promosi pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.  

ISIF ASIA memberikan dukungan bagi untuk proyek-proyek yang berkontribusi pada pertumbuhan teknologi Internet dan TIK untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Bootcamp, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. ISIF ASIA bertujuan untuk mendukung inisiatif yang menangani masalah terkait Internet seperti akses, keterjangkauan, keamanan dunia maya, privasi online, hak digital, dan pengembangan konten lokal. ISIF ASIA mendorong pendekatan inovatif, kolaborasi, dan pembangunan kapasitas di kawasan. Program ini dilaksanakan oleh Pusat Informasi Jaringan Asia Pasifik (APNIC), sebuah registri Internet regional, dan telah mendukung proyek sejak didirikan pada tahun 2008. Pendanaan dan dukungan yang diberikan oleh ISIF ASIA telah berkontribusi pada berbagai inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan. dampak positif pada pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.

GAAD atau Hari Kesadaran Aksesibilitas Global fokus pada akses dan inklusi digital untuk lebih dari satu miliar orang dengan disabilitas dan kemampuan berbeda. Acara yang dirayakan pada hari Kamis ketiga setiap bulan Mei ini diluncurkan untuk pertama kalinya pada bulan Mei 2012 di Los Angeles, Amerika Serikat. Pertama kali diprakarsai oleh Joe Devon, seorang pengembang, dan Jennison Asuncion, seorang tunanetra yang saat ini menjadi karyawan Linkedin. Sejak tahun 2020, Suarise memprakarsai GAAD untuk pertama kalinya di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan membuat orang berbicara, berpikir, dan belajar tentang akses/inklusi digital (web, perangkat lunak, seluler, dll.) dan orang-orang dengan kemampuan berbeda. Suarise percaya bahwa aksesibilitas digital merupakan sarana memberdayakan masyarakat dengan berbagai kemampuan. Melalui pemberian akses informasi yang sama kepada orang-orang dengan kemampuan berbeda, mereka memiliki kesempatan sama untuk mandiri dalam bidang apa pun, literasi yang lebih baik, pembelajaran yang lebih baik, serta kehidupan yang lebih baik.

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan. Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

 

Kontak Suarise 

Public Relations: [email protected] 

www.suarise.com

 

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Siaran Pers – Wujudkan Komunikasi Efektif dengan Pekerja Disabilitas

150 150 Iin Kurniati

 

Effective Communication for Employer to Employee with disability Webinar menghadirkan para pembicara dari berbagai sektor

Pengisi acara dalam Webinar memeringati Hari Disabilitas Internasional 2022 bertajuk Effective Communication for Employer to Employee with Disability

 

Jakarta, 6 Desember 2022  Penyandang disabilitas, termasuk diantaranya pekerja disabilitas dinilai sebagai pihak yang paling terdampak akibat pandemi Covid-19. Berdasarkan kaji cepat jaringan organisasi disabilitas, 80,9 persen responden disabilitas di Indonesia terdampak pandemi dari sisi komunikasi, kesehatan, sosial, dan ekonomi. Survey ini melibatkan 1.683 responden dari beragam jenis disabilitas dari 216 Kota/Kabupaten pada 32 Provinsi di Indonesia pada 10-24 April 2020 lalu (ppdi, 2020).

Salah satu sisi yang terdampak yakni sisi Komunikasi sebagai aspek penting bagi manusia untuk bersosialisasi terutama di dunia kerja. Setiap penyandang disabilitas mempunyai cara berkomunikasi dan berinteraksi yang berbeda. Teman Tuli mengoptimalkan organ penglihatan untuk mengidentifikasi subjek dan objek, sedangkan teman netra memaksimalkan kemampuan audio. Disisi lain, disabilitas ganda juga memiliki cara berkomunikasi tersendiri untuk memahami sebuah pesan.

Oleh karena itu meyakinkan para pemberi kerja dan perekrut tenaga kerja bahwa memahami cara komunikasi yang tepat akan dapat menciptakan komunikasi efektif di dunia kerja. Memahami cara komunikasi dengan penyandang disabilitas juga dapat menjadi langkah awal untuk membangun percaya diri merekrut penyandang disabilitas menjadi bagian dari perusahaan/organisasi. Sehingga, mereka yang semula belum yakin merekrut penyandang disabilitas menjadi siap rekrut dan bekerja bersama disabilitas.

Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional tahun 2022, Suarise bersama Hear Me dan DNetwork Jaringan Kerja Disabilitas kembali menyelenggarakan Webinar Disability Confident Employer bertajuk Effective communication for employer to employee with disability atau Komunikasi Efektif untuk Pengusaha kepada para Pekerja Disabilitas. Acara ini merupakan sebuah wadah yang mempertemukan ekspektasi para pemberi kerja dengan kebutuhan dunia industri untuk meningkatkan peluang kerja bagi disabilitas.

Pemenuhan hak-hak penyandang Disabilitas

Acara yang diperuntukkan bagi praktisi HR, perekrut tenaga kerja, pendiri perusahaan, komunitas disabilitas, pekerja disabilitas, dan peminat isu disabilitas ini menghadirkan perwakilan pemerintah, organisasi penyandang disabilitas, perusahaan lokal dan multinasional, serta perwakilan organisasi internasional. Kehadiran mereka menjadi referensi best practices dalam mewujudkan komunikasi efektif dalam proses merekrut tenaga kerja disabilitas mulai dari tahap perekrutan dan wawancara, tahap onboarding (magang), hingga daily communication (komunikasi sehari-hari).

Perwakilan dari Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia yakni Koordinator Bidang Penempatan Tenaga Kerja Khusus Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Sekar Pratiwi Adji menjelaskan bahwa isu disabilitas merupakan salah satu isu prioritas pemerintah dalam KTT G20 yang menghasilkan dokumen action plan market integration of present with disability.

“Saya berharap dengan momentum dan komitmen hasil G20 Presidensi Indonesia, maka implementasi ULB bidang ketenagakerjaan di Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat meningkatkan dan memperkuat layanan pemenuhan hak atas pekerjaan bagi penyandang disabilitas. Kemudian perusahaan, BUMN/BUMD dapat semakin meningkatkan penempatan tenaga kerja disabilitas sesuai kota penempatan amanat UU No.8 tahun 2016,” jelas Sekar.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Dante Rigmalia memaparkan peran komisi nasional disabilitas (KND) dalam upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas serta mengingatkan pentingnya aspek komunikasi bagi penyandang disabilitas.

“Penting untuk menghapuskan stigma terhadap penyandang disabilitas. Kedua kesadaran penuh bahwa setiap individu memiliki hak-hak yang sama terlepas dari kondisi disabilitas atau non disabilitas. Ketiga, menciptakan kesempatan bagi penyandang disabilitas yang akan bermanfaat bagi semua orang. Keempat, memastikan pelibatan individu maupun kelompok serta organisasi disabilitas. Ada slogan dari kami Nothing is about us without us. Kami berharap pelibatan kami dalam proses pembangunan mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi,” paparnya.

Best Practise Komunikasi Efektif dengan Pekerja Disabilitas

Rekrutmen dan Wawancara Pekerja Disabilitas

Pada sesi mengenai rekrutmen dan wawancara pekerja disabilitas, Human Capital Director Bank Danamon, Heriyanto Agung Putra menegaskan bahwa Disabilitas merupakan isu lintas sektoral yang membutuhkan perhatian seluruh stakeholder, seperti pemerintah, industri, lembaga masyarakat, dan sektor lainnya.

“Untuk itu, di sisi SDM, salah satu strategi yang kami lakukan adalah mengelompokan unit-unit kerja yang mungkin part (menjadi bagian) pemberdayaan pekerja dengan keterbatasan fisik itu dengan menempatkan pegawai dengan disabilitas fisik di area-area seperti middle office, back-office, dan IT. Justru (penempatan mereka) kuat disana kualitasnya karena kondisi pekerjaan tersebut lebih mendukung”, tegas Heri.

Disisi lain, Wisnu Saputra, Project Manager DNetwork lebih menekankan pentingnya melakukan konfirmasi kebutuhan akomodasi kepada calon pegawai disabilitas, khususnya pada saat tahap interview.

“Kalau saya (mengarahkan) ke perusahaan, Saya akan menomorsatukan akomodasi. Apakah perusahaan bisa menyediakan akomodasi yang diminta dan diinginkan agar karyawan bisa bekerja dengan baik. Kalau misalnya (penyediaan) akomodasi ini tidak bekerja (berjalan dengan baik), perubahan responsibility akan menjadi pilihan terakhir,” tuturnya.

Sebagai pegawai yang berlatar belakang teman tuli, Novita Pangestika, administrasi (outsourching) Bank Mandiri menyampaikan pengalamannya pada saat interview. Kala itu Novita mengalami ketiadaan juru bahasa isyarat, karena perusahaan mulanya menganggap bahwa disabilitas tidak membutuhkan pendamping.

“Pada saat itu bisa komunikasi (dengan teman tuli) dengan cara menulis. Komunikasinya pelan-pelan. Kalau tidak tahu, minta diulang saja. Setelah saya diterima dan melalui training, dari pihak perusahaan memberikan fasilitas JBI,” ungkapnya.

Sesi pertama ini menyimpulkan agar setiap organisasi/perusahaan untuk tidak berasumsi. Sebaliknya mereka diajak untuk selalu membuka ruang komunikasi khususnya mengenai kebutuhan komunikasi dan cara komunikasi yang baik dengan teman-teman disabilitas. Dalam pembukaan lowongan kerja, setiap organisasi/perusahaan juga diharapkan dapat memastikan sisi aksesibilitas digital (diantaranya keterbacaan, alt-text, kontras warna) terpenuhi mengakomodasi perbedaan ragam disabilitas.

Onboarding Pekerja Disabilitas

Selanjutnya pada sesi Onboarding, Project Manager Suarise, Theresia Suganda menegaskan bahwa proses ini penting dilakukan untuk dapat memastikan bahwa lingkungan kerja yang akan dimasuki oleh tenaga kerja difabel benar-benar siap merangkul mereka.

“Pengalaman kami memfasilitasi on boarding bagi talents tunanetra Suarise, kami menemukan banyak ketidaktahuan perusahaan misalnya apakah harus menyediakan laptop khusus untuk tunanetra? Sebaliknya, para talents juga ada pertanyaan mengenai apakah harus bekerja dari kantor atau bisa dari rumah? Pertanyaan ini mendasari kami melakukan asesmen kepada perusahaan dengan memberi pertanyaan seputar penempatan kerja, learning buddy, hingga tools khusus dalam koordinasi kerja, baru kemudian disesuaikan dengan para talents.”

Perspektif berbeda datang dari I Made Wikanda, teman netra yang bekerja sebagai Disability Inclusion Officer dari UNICEF. Menurut Wikan, proses onboarding sangat krusial untuk menjamin tenaga kerja difabel dapat berperan aktif dan berkontribusi dalam perusahaan.

“Kalau di UNICEF proses onboarding dilakukan secara inklusif dengan menyediakan fasilitas, akomodasi, dan lingkungan yang bisa menciptakan kontribusi dari difabel. Pada akhirnya (tenaga kerja) difabel bukan sekadar angka, tapi lebih kepada bagaimana mereka bisa berperan aktif, meaningfully engage, atau terlibat dalam proses pekerjaan dan bisa berkembang dalam karier, ujar Wikan”.

Sesi ini mengajak agar perusahaan/organisasi berkontribusi membuat produk digital yang dapat diakses bagi semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Inklusi merupakan sebuah proses menciptakan lingkungan dan interaksi antar individu yang hangat, terbuka, dan akomodatif bagi siapapun, terlepas dari latar belakang, ras, etnis, agama, ataupun jenis disabilitas yang dimiliki.

Komunikasi sehari-hari Pekerja Disabilitas

Kemudian pada sesi Daily Communication, teman netra sekaligus Heads of Engagement Think Web, M Reza Akbar menyatakan bahwa tantangan terbesar komunikasi baginya terjadi pada awal bergabung dalam perusahaan. Mulanya ia merasa komunikasi agak kaku, tetapi ia yakin bahwa dengan membuat dirinya proaktif akan jauh lebih mencair.

“Enggak usah ada batasan dalam komunikasi, anggap sama saja. Hal tricky saat zaman mulai online, kadang saat komunikasi via chat mereka suka lupa kirim screenshot. Saya selalu ingetin ‘wah dark jokes, saya kan tunanetra (sambil bercanda).’ Sehingga saya perlu mengedukasi temen-temen supaya lebih fleksibel komunikasi sama tunanetra,” ungkap Ega.

Tine E Efendi VP of Customer Satisfaction Management Bukalapak menuturkan bahwa dari pihak perusahaan, khususnya pegawai nondifabel saat bertemu dengan pegawai difabel merasa ada ketakutan pada awalnya. Namun rasa penasaran yang tinggi membuat mereka tergerak untuk mencari tahu sendiri bagaimana cara berinteraksi dan berkomunikasi dengan rekan kerja difabel.

“Awalnya takut, tapi lama-kelamaan bisa ngobrol dan akhirnya bisa terlibat. Jadi jangan takut untuk memulai, misalnya terlalu takut kalau ada difabel nanti harus menyediakan fasilitas, bagaimana cara berkomunikasinya yang akhirnya bikin kita tidak mulai-mulai. Kami lakukan dulu aja karena kami punya believe.”

Ivan Octa Putra Head of Branding Hear Me sekaligus teman tuli menambahkan bahwa cara berkomunikasi efektif dengan dirinya kepada rekan kerja dimulai dengan mengajari bahasa isyarat dasar, dan jika masih belum paham bisa bertukar teks. Setelah itu baru diajari budaya tulinya, dan diajari terus-menerus, hingga lama-lama berkembang menggunakan bahasa isyarat lebih baik.

“Umumnya teman dengar menggunakan bahasa tinggi, biasanya kami minta tolong agar bahasanya lebih sederhana. Kalau ada bahasa Inggris atau istilah bisnis kami akan bertanya maksudnya apa. Kemudian, Ada beberapa teman tuli komunikasi menggunakan chat panjang kurang bisa dipahami. Kalau begitu, kami biasanya menggunakan video call, dijelaskan ulang dan jauh lebih paham.”

Sebagai solusi untuk menciptakan komunikasi efektif, Senior Product Desain Lead salah satu e-commerce sekaligus seorang disleksia, Dian Soraya memiliki tips tersendiri. Aya memandang bahwa cara berkomunikasi setiap orang seperti spektrum, memiliki perbedaan satu sama lain, meskipun orang tersebut bukan seorang difabel.

“Saya punya kebijakan personal user manual. Saya minta setiap orang membuat manual diri masing-masing sebagai manusia. Saya buat pointers: style kerja, value, kesulitan, dan how to make best communication with you? Kemudian bagaimana saya bisa membantu dia, dan apa yang sering orang lain salah artikan terhadapnya. Sehingga setiap orang punya ruang tentang dirinya dan bisa saling mengisi kelebihan dan kekurangannya. Jadi kita tahu What is the best way to approach you,” jelasnya.

Sebagai sesi penutup, komunikasi antara pekerja disabilitas maupun non disabilitas memerlukan interaksi dua arah. Teman non disabilitas diharapkan lebih aware dengan menegur maupun menyapa terlebih dulu. Sebaliknya teman disabilitas dapat lebih proaktif atau mengungkapkan atau berani speak up sehingga komunikasi sehari-hari tersebut dapat berjalan dengan baik.

 

Showcase Talents 

Disamping membahas peluang kerja pekerja disabilitas dan bagaimana memulai merekrut penyandang disabilitas, organisasi maupun perusahaan disajikan showcase talents. Laman landas (landing page) ini berisi profil talent disabilitas dengan kapasitas yang berbeda sesuai bidangnya masing-masing.

Nantinya, perusahaan/organisasi yang tertarik untuk mengetahui jenis keterampilan, pengalaman kerja, portofolio, hingga preferensi lokasi kerja dapat langsung mengakses laman ini. Selain rekrut langsung, perusahaan/organisasi juga dapat menggalakkan program magang bagi para talents maupun bagi para peserta yang akan lulus pelatihan akan datang. Selengkapnya melalui http://talents.suarise.com/showcase 

Tentang Penyelenggara

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Suarise, Hear Me, dan DNetwork untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional 2022. Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan. Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

Hearme merupakan sosial startup yang menyediakan aplikasi penerjemah Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) pertama dengan tampilan 3D animasi untuk menjembatani komunikasi antara Teman Tuli dan Teman Dengar. Selain aplikasi, berbagai inovasi dan terobosan terus dilakukan untuk misi mendukung terciptanya ekosistem yang inklusif. Pada tahun 2022, Hear Me melakukan pengembangan produk untuk memberikan layanan masyarakat dengan menyediakan akses fasilitas yang ramah Tuli baik di fasilitas umum maupun tingkat korporasi dengan empat layanan yang sediakan yaitu, Layar Informasi Bahasa Isyarat, JBI Corporate, Layar Voice to Motion, dan Konten Video Animasi/Juru Bahasa Isyarat.

DNetwork adalah organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 2013 yang bertujuan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas di Indonesia melalui kesempatan kerja. DNetwork menyediakan dua layanan utama. Pertama bagi para pencari kerja, DNetwork memberikan informasi kerja, pelatihan keterampilan dan profesionalisme untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan para pencari kerja, serta konsultasi pengembangan pribadi dan karir sesuai dengan minat dan kemampuan. Kedua bagi perusahaan, DNetwork membuka lowongan kerja untuk penyandang disabilitas, menyediakan konsultasi tentang bekerja dengan para penyandang disabilitas sebagai bagian dari persiapan perusahaan untuk bekerja dengan para penyandang disabilitas, serta melakukan diskusi dan pendampingan proses rekrutmen berdasarkan permintaan perusahaan dan ketersediaan Tim DNetwork.

 

Kontak Suarise:
Iin Kurniati
Public Relations Suarise
Telepon: 0856 9774 2381
Email: [email protected]
Website: http://suarise.com

 

Kontak DNetwork – Jaringan Kerja Disabilitas
Telepon: 0815 5877 5554
Email: [email protected]
Website: www.dnetwork.net

 

Kontak Hear Me:
Novita Sari Herlena
Public Relation Hear Me
Telepon: 0858 106 53806
Email: [email protected]
Website: https://hearme.id

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Poster youtube dengan 15 foto pembicara

Press Release – Digital Confident Employer Webinar 2021

1592 894 suarise

Bangun Percaya Diri Merekrut Tenaga Kerja Disabilitas

Jakarta, 30 November 2021 – Menurunnya kondisi kesehatan, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan selama Pandemi Covid-19 berdampak signifikan bagi semua lapisan masyarakat, tidak terkecuali bagi angkatan kerja penyandang disabilitas. Salah satu risiko yang ditimbulkan akibat pandemi yakni minimnya kesempatan kerja karena organisasi menahan diri merekrut tenaga kerja disabilitas.

Padahal UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dengan jelas menyebutkan bahwa setiap penyandang disabilitas berhak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kehidupannya. Selanjutnya, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2020 menyebutkan bahwa saat ini 17,95 juta orang penduduk usia kerja (15 tahun
dan lebih) merupakan penyandang disabilitas. Berdasarkan data tersebut, 8 juta orang masuk ke dalam angkatan kerja. Namun, hanya 7,68 juta orang yang bekerja, sementara 319 ribu lainnya menganggur.

Di tengah dinamika situasi pandemi, tidak hanya kondisi ketenagakerjaan, situasi organisasi juga berada dalam tekanan. Rendahnya kesadaran pada potensi keahlian, asumsi investasi tinggi, serta minimnya rasa percaya diri menjadi penyebab organisasi maupun perusahaan enggan merekrut tenaga kerja disabilitas.

Oleh karena itu, guna menggeser paradigma dan preferensi para pengguna perekrut tenaga kerja, butuh kesaksian dari para pengguna jasa pekerja disabilitas. Tujuannya untuk meningkatkan kepercayaan diri merekrut tenaga kerja disabilitas. Sehingga, mereka yang semula belum yakin merekrut penyandang disabilitas menjadi siap rekrut dan bekerja bersama disabilitas.

Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional tahun 2021, Suarise bersama DNetwork Jaringan Kerja Disabilitas, dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menyelenggarakan Webinar bertajuk Disability Confident Employer atau Percaya Diri Merekrut Tenaga Kerja Disabilitas. Acara ini merupakan sebuah wadah yang mempertemukan ekspektasi para pemberi kerja dengan kebutuhan dunia industri untuk meningkatkan peluang kerja bagi disabilitas.

Best Practise Merekrut Tenaga Kerja Disabilitas

Acara yang diperuntukkan bagi praktisi HR, perekrut tenaga kerja, pendiri perusahaan, komunitas disabilitas, dan peminat isu disabilitas ini menghadirkan perwakilan pemerintah, organisasi internasional, serta perusahaan lokal dan multinasional. Kehadiran mereka menjadi referensi best practices untuk merekrut tenaga kerja disabilitas yang efektif dan efisien.

Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Nora Kartika Setyaningrum menjelaskan mengenai urgensi pembentukan Unit Layanan Disabilitas di Tanah Air. “Disabilitas adalah isu strategis dan lintas sektoral sehingga kita harus bersatu padu dan berkolaborasi memberi perlindungan, dan penghormatan untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas,” ujar Nora Kartika.

Senada dengan hal tersebut, Arina Pradhita, Project Coordinator DNetwork Indonesia menjelaskan bahwa “Penyandang disabilitas bukan lagi objek, tetapi seseorang yang berdaya dan bisa melakukan sesuatu”. Untuk itu, jelas Arina, penting bagi perusahaan untuk mempekerjakan disabilitas dengan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, meningkatkan kualitas kerja dan motivasi, serta meningkatkan moral dan empati yang memenuhi amanat UU No.8 tahun 2016.

Di sisi lain, Rahma Utami, Founder and Accessibility Consultant Suarise membahas bagaimana memulai inklusi disabilitas. Rahma memaparkan bahwa “Aksesibilitas membuat kolaborasi dengan disabilitas semakin tidak terbatas.” Menurutnya, perusahaan maupun organisasi dapat memulainya dari aksesibilitas digital dengan membuat platform digital atau aset digital yang dimiliki semakin ramah disabilitas.

Selanjutnya, Fransiska Oetami, CEO Clevio mengulas apa saja peluang kerja penyandang disabilitas khususnya di bidang teknologi. Dalam penjelasannya, Siska menceritakan sejumlah success story dari penyandang disabilitas yang kini telah bekerja di berbagai bidang. “Dengan teknologi, mereka bisa tahu banyak hal. Kita tidak boleh berasumsi. Teman-teman (penyandang disabilitas) ini memiliki kemampuan luar biasa, yang tidak terbatasi kemampuannya,” tambahnya.

Lalu bagaimana pengalaman perusahaan lokal dan multinasional dalam merekrut disabilitas? Pada forum diskusi, empat sektor industri akan berbagi pengalaman mengenai urgensi merekrut disabilitas dan bagaimana memulai rekrutmen disabilitas yang efektif dalam perusahaan/organisasi.

Keempat sektor industri dalam forum diskusi tersebut antara lain:

  1. Sektor Digital dan Media oleh Cheta Nilawaty Redaksi Tempo dan Ramya Prajna, Co-CEO Think.Web;
  2. Sektor Services, Hospitality, dan Food & Beverages oleh Tirza R. Munusamy, Director of Public Affair Grab Indonesia, dan Padmayoni Luhari, Praktisi HR di industri hospitality;
  3. Sektor Retail oleh Nurhuda Astari HR Assistant Manager Uniqlo, dan Antony Ginting, Recruitment & Selection Manager, PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk.;
  4. Sektor Creative Industry oleh Nicky Claraentia Pratiwi, Chief Marketing Officer & Founder, Tenoon dan Kamu Wear.

Cerita tentang membuka peluang kerja disabilitas makin lengkap dengan menjawab bagaimana mewujudkan inklusi disabilitas yang efektif di lingkungan kerja. Diskusi panel ini menghadirkan perwakilan dari organisasi internasional serta perwakilan dari sejumlah sektor industri.

Tirza R. Munusamy, Director of Public Affair Grab Indonesia mendeskripsikan apa saja yang telah dilakukan Grab terkait inklusi disabilitas. “Kami meluncurkan Grab for good, termasuk didalamnya feature bagi teman-teman disabilitas untuk berkarya serta GrabGerak yang melayani penumpang dengan kebutuhan khusus. Kami sadar bahwa teknologi itu ada untuk
semua orang termasuk untuk orang-orang dengan disabilitas,” ujarnya.

Senada dengan Tirza, Ratna Tribuana Dewi, Sustainability Lead UNIQLO mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menjalankan inklusi disabilitas dengan mempekerjakan penyandang disabilitas sejak 2014. “Sejalan dengan filosofi Live Wear, Kami punya program respect for diversity atau menghormati keragaman. Dengan menerima, dan menghormati nilai-nilai keberagaman, itu menjadi kekuatan pendorong munculnya ide dan inovasi baru,” ungkapnya.

Terkait keberagaman, Ramya Prajna, Co-CEO Think.Web percaya bahwa ada hal-hal yang diperoleh perusahaan dengan mempekerjakan penyandang disabilitas. Keberadaan mereka memperkaya keberagaman, membuat organisasi belajar lebih terbuka, dan menghormati keberagaman. “Kami sebagai perusahaan berbasis teknologi, (dan) teknologi hadir untuk
menaikkan kemanusiaan, technology elevate humanity.”

Disisi lain, bentuk dukungan perusahaan pada penyandang disabilitas dirasakan Eko Nugroho, Manager Compensation & Benefit Jakpro. Eko memandang bahwa perusahaan tempatnya bekerja sangat memberi dukungan baik prasarana maupun moril bagi penyandang disabilitas. “Kita berkomitmen mempekerjakan teman-teman disabilitas sesuai keterampilan.
(karena) Kita punya hak dan kewajiban yang sama. Jadi perusahaan memandang setiap
orang itu sama.”

Kemudian bagi perusahaan maupun organisasi yang tertarik untuk merekrut disabilitas, Tendy Gunawan, National Programme Officer at the International Labour Organization, Jakarta Office memperkenalkan IBDN atau Indonesia Business Disability Network. “IBDN berisi perusahaan-perusahaan yang tertarik merekrut disabilitas. Kita sadar demand dan
supply tidak sesuai, sehingga keberadaan IBDN berupaya menjembatani bertemunya (antara) permintaan dan penawaran.” Tendy menambahkan bahwa pihaknya pernah melakukan sebuah penelitian pada tahun 2017. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kendala apa yang dimiliki perusahaan sehingga tidak mau merekrut disabilitas. Kemudian, jika perusahaan tersebut ternyata tertarik merekrut, mengapa perusahaan tidak inklusif. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa setiap perusahaan harus dapat menjawab tiga kebutuhan dasar dalam merekrut penyandang disabilitas.

Pertama, perusahaan harus memiliki komitmen dari CEO atau pemimpin tertinggi. Kedua, dalam perusahaan tersebut harus dibentuk tim khusus untuk menganalisis pekerjaan, menyediakan resilible accommodation, serta memberikan sosialisasi kepada rekan kerja sebelum merekrut disabilitas. Ketiga, perusahaan juga harus menyusun non discrimination
policy yang dapat menjawab bahwa inklusivitas tidak hanya diperuntukkan bagi disabilitas tetapi bagi seluruh pihak.

Pada akhir sesi, seluruh panelis mengajak organisasi maupun perusahaan agar tidak ragu merekrut penyandang disabilitas karena banyak manfaat yang diperoleh. So, just do it!

Showcase Talents

Disamping membahas peluang kerja disabilitas dan bagaimana memulai merekrut penyandang disabilitas, organisasi maupun perusahaan disajikan showcase talents. Laman landas (landing page) yang dibangun bersama Suarise dan DNetwork ini berisi profil talent disabilitas dengan kapasitas yang berbeda sesuai bidangnya masing-masing.

Nantinya, perusahaan/organisasi yang tertarik untuk mengetahui jenis keterampilan, pengalaman kerja, portofolio, hingga preferensi lokasi kerja dapat langsung mengakses laman ini. Selain rekrut langsung, perusahaan/organisasi juga dapat menggalakkan programmagang bagi para talents maupun bagi para peserta yang akan lulus pelatihan akan datang.

Selengkapnya melalui http://talents.suarise.com/showcase.

Tentang Penyelenggara

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Suarise, DNetwork, dan ILO sebagai bagian dari proyek Employment and Livelihood yang didanai oleh UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (COVID-19 MPTF). Diimplementasikan oleh empat badan PBB: International Labour Organization (ILO), UN Development Programme (UNDP), Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) dan UN Refugee Agency (UNHCR). Proyek ini bertujuan membantu kelompok rentan dalam pengembangan keterampilan, pekerjaan, dan kewirausahaan.

Suarise Indonesia

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan.

Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

Tak hanya itu, Suarise juga memprakarsai a11yID, komunitas Indonesia pertama untuk orang-orang dengan latar belakang teknologi yang ingin mengeksplorasi lebih banyak tentang aksesibilitas digital.

DNetwork – Jaringan Kerja Disabilitas

DNetwork adalah organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 2013 yang bertujuan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas di Indonesia melalui kesempatan kerja. DNetwork juga mendukung upaya perusahaan dalam menciptakan tenaga kerja yang inklusif yang menyertakan penyandang disabilitas.

DNetwork menyediakan dua layanan utama yang diperuntukkan bagi pencari kerja disabilitas, dan bagi perusahaan yang akan merekrut pekerja. Bagi para pencari kerja, DNetwork memberikan informasi kerja, pelatihan keterampilan dan profesionalisme untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan para pencari kerja, serta konsultasi pengembangan pribadi dan karir sesuai dengan minat dan kemampuan

Kemudian, bagi perusahaan, DNetwork membuka lowongan kerja untuk penyandang disabilitas, menyediakan konsultasi tentang bekerja dengan para penyandang disabilitas sebagai bagian dari persiapan perusahaan untuk bekerja dengan para penyandang disabilitas, serta melakukan diskusi dan pendampingan proses rekrutmen berdasarkan permintaan perusahaan dan ketersediaan Tim DNetwork.

3. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)

Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO adalah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif secara bebas, adil, aman dan bermartabat. Tujuan utama ILO adalah mempromosikan hak-hak di tempat kerja, mendorong terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial serta memperkuat dialog untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja.

Kontak Suarise:

Iin Kurniati
Public Relations Suarise
Telepon: +62 856-9774-2381
Email: [email protected]
Website: http://suarise.com

Kontak DNetwork:

Prima Ayu Lestari
Project Manager DNetwork
Telepon: +62 812-2572-0718
Email: [email protected]
Website: http://dnetwork.net

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Laptop di meja kayu yang bertuliskan website "I design and develop experience that make people life's simpler.

Kenapa Belajar Accessibility Penting untuk Product Designer?

2007 2560 suarise

Profesi Product Designer semakin naik daun di Indonesia, imbas dari banyaknya tech start up yang bermunculan. Product designer di sini bukan merujuk pada desain produk industri, seperti kebanyakan jurusan yang ada dalam fakultas desain di Indonesia, melainkan ke produk digital seperti website dan aplikasi. Terus, ngapain product designer belajar soal accessibility?

Accessibility, Universal Design dan Inclusive Design

Mayoritas produk desainer datang dari latar belakang jurusan DKV, meski tak sedikit juga dari  bidang lainnya. Sayangnya, accessibility belum termasuk kedalam kurikulum banyak program DKV padahal saat krusial saat pengembangan produk digital. Meski konteksnya sedikit berbeda, accessibility diajarkan di program studi desain produk dan arsitektur, biasanya dalam kerangka universal design atau inclusive design.

Apa sih Accessibility?

Accessibility atau dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai aksesibilitas adalah kapasitas sebuah fasilitas untuk melayani pengguna dengan berbagai latar belakang kondisi fisik, khususnya yang memiliki kondisi disabilitas. Awalnya, aksesibilitas merujuk pada infrastruktur bangunan, seperti ramp, lift, dan lain-lain.

Seiring berkembangnya waktu dan pesatnya teknologi digital, aksesibilitas juga memiliki sub cabang khusus aksesibilitas digital (digital accessibility). Hal ini meliputi bagaimana informasi dan layanan yang berbentuk digital (dokumen, website, aplikasi, multimedia) juga mengakomodir disabilitas.

Aksesibilitas digital lebih dikenal dengan istilah ‘a11y’. Kok a11y? A11y dibaca ali (bukan elai yah) dan angka 11 merupakan 11 huruf antara A dan Y pada kata ‘accessibility’. Kalo gak percaya, hitung aja sendiri ya, heheh.

Penerapan Accessibility di digital platform

Implementasi a11y tidak sembarangan. Ada kaidah dan standarisasi yang meliputi perceivability (bisa diterima oleh indera), operability (kebisaan pengoperasian), understandability (dapat dipahami) dan robust (kompatibilitas), atau biasa disingkat dengan POUR (Perceivable – Operable – Understandable – Robust).

Suarise Accessibility Training for Product Designer for Sixty Two_tangkapan layar sedang menerangkan slide tentang prinsip POUR

Rahma, Accessibility Consultant dari Suarise sedang menjelaskan POUR di sesi Accessibility Training di depan product designer dari SixtyTwo.co pada July 2021 silam. Banyak desainer yang masih salah memahami antara accessibility dan usability.

Accessibility mempertimbangkan seorang user (pengguna) disabilitas, baik yang menggunakan alat bantu/teknologi asistif maupun yang tidak. Yang butuh alat bantu kaya apa sih? Contohnya pembaca layar untuk tunanetra. Yang (jarang) butuh alat bantu? Biasanya kalau buta warna jarang pakai alat bantu.

Baca juga: A11yID, Komunitas Teknologi Pertama di Indonesia yang Fokus Ke Aksesibilitas di Digital Platform

Product Designer ngapain peduli aksesibilitas?

Gini lho gaes, kalian itu mendesain aplikasi dan website buat digunakan manusia kan? Kalian pernah gak memikirkan kondisi fisik dari pengguna kalian? Nah, gak semua disabilitas itu keliatan, dan kalian yakin aplikasi yang kalian buat tidak digunakan oleh user difabel? Padahal bisa jadi aplikasi kalian dampaknya gede banget loh buat mereka. Contohnya nih, aplikasi ojek online sangat membantu teman-teman netra untuk mandiri dalam bermobilitas. Tapi kalau tidak aksesibel, sayang kan?

Tapi kan, User Disabilitas bukan Target Audience Aplikasi kami..

Yakin? Memangnya dalam user persona yang kalian ada detail spesifikasi bahwa mereka non difabel? Kalau mereka buta warna gimana? Kalau mereka tuli, tunanetra, disleksia? Kecuali ditulis secara gambling, kamu gak bisa loh claim mereka bukan user kalian.

UX kan kepanjangannya adalah User Experience. Kalau tidak mempertimbangakan user disabilitas, maka jadi SUX dong… alias SOME User Experience. Ehehehe.

Jadi, Product Designer kudu piye Tuips soal Accessibility?

Latihan dan cari banyak referensi terkait implementasi #a11y. Untuk produk desainer, biasakan memahami dari paling dasar: informasi, warna, huruf, baru berangkat ke UX, Interaction Design, sampai Inclusive Design. Pahami prinsip dasarnya, POUR, lalu Latihan implementasinya.

Screenshot youtube sesi A11yID kolaborasi Suarise dengan Somia CX - Accessibility dan Service Design di Perbankan. Layar sedang menjelaskan Rahma dari Suarise menjelaskan slide yang berisi korelasi service design dengan aksesibiiltas.

Sharing session Komunitas #a11yID yang menghadirkan diskusi antara Somia-CX dan Suarise dengan topik Aksesibilitas pada Pelayanan Perbankan dari Sudut pandang service desain. A11yID mengadakan sharing session setiap bulannya terkait topik-topik seputar accessibility. Tonton video selengkapnya di: Youtube SuariseID

Accessibility Training untuk Product Designer

Bingung mulai dari mana? Suarise punya program pelatihan untuk materi aksesibilitas, dari mulai dasar yang bisa diikuti semua orang, hingga spesifik perprofesi, seperti desainer, content writer, web developer, sampai app developer. Iya, accessibility itu bukan tanggung jawab product designer saja, tapi seluruh pengembang produk juga. Ada standar internasionalnya juga gaes terkait accessibility ini.

Kalau butuh Accessibility Training untuk Product Designer, seperti yang Suarise lakukan untuk Mentify Interaction Design BootcampGo-Jek dan Sixty Two selama 2020-2021, kontak [email protected] . Suarise menyediakan accessibility training untuk perusahaan (in-house corporate training) dan tahun 2022 nanti akan buka kelas per bulan.

Nantikan ya!

Suarise Accessibility Training for Product Designer for Sixty Two

Sesi In-House Coorporate Accessibility Training for Product Designer untuk Sixty Two yang berlangsung pada 8 Juli 2021. Training terdiri dari pre-class evaluation, demonstrasi oleh user disabilitas, custom study case dari produk yang pernah dibuat. Setelah pelatihan yang katanya mindblowing ini, Sixty Two mengembangakan Project Lima yang juga mengadvokasi Inclusive Design juga.

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Foto dua orang bersalaman, 1 rekruter, 1 tunanetra

5 Persiapan Saat Merekrut Tunanetra Sebagai Content Writer – Seri Tips Kantor Inklusif

1920 1280 suarise

Apa saja yang harus disiapkan saat merekrut tunanetra?

Sering kali perusahaan atau organisasi yang mau memulai merekrut karyawan dengan kondisi disabilitas salah kaprah tentang mempekerjakan karyawan tunanetra. Kesalahpahaman ini banyak terjadi karena minimnya pengetahuan, interaksi, dan dialog langsung dengan teman-teman #tunanetra. Banyak yang mengira untuk merekrut tunanetra, perusahaan wajib menyediakan dokumen dalam bentuk Braille, infrastruktur kantor harus disesuaikan, atau sedia antar jemput karena transportasi publik belum mumpuni.

Pekerjaan digital content writer bagi tunanetra hadir untuk menengahi dan mempermudah inklusi dari kedua belah pihak. Selain bisa merekrut tunanetra secara remote (bekerja dari rumah), kebutuhan dokumen semuanya serba digital dan dapat menggunakan software yang umum digunakan sehari-hari. 

Efektif dalam Merekrut Tunanetra Sebagai Content Writer

1 . Terapkan Onboarding untuk mengetahui apakah ada adaptasi workflow yang harus disesuaikan

Baik karyawan tunanetra atau pun bukan akan membutuhkan waktu perkenalan dengan sistem kerja perusahaan. Saat melakukan onboarding, upayakan jangan berasumsi bahwa content writer tunanetra tidak bisa melakukan A atau B. Baiknya, tanya juga bagaimana biasanya mereka melakukan hal tersebut. Mengerjakan suatu hal yang sama dengan cara yang berbeda bukan berarti tidak bisa.

Onboarding tidak hanya perkenalan struktur organisasi, tapi juga folderisasi dokumen, penamaan dokumen, sistematika administratif, dan lain-lain. Jika ada website ataupun tools yang digunakan memiliki kendala untuk digunakan karyawan tunanetra, biasanya hanya butuh pembiasaan atau memang dari tools tersebut tidak dibuat dengan menggunakan prinsip aksesibilitas digital.  Mayoritas perangkat lunak yang digunakan saat ini dengan luas seperti Microsoft Office, Google Suit, beragam web conference/messenger, sudah akses dan dapat digunakan dengan baik oleh tunanetra dengan bantuan pembaca layar.

Baca juga: Pengalaman Merekrut Content Writer Tunanetra dari Think.Web

2. Dokumen yang aksesibel dan ramah disabilitas (bukan braille)

Kita semua bisa membuat dokumen yang aksesibel dari software yang sudah sehari-hari kita gunakan, seperti Microsoft Office atau Google Suite. Dokumen yang akses khususnya disabilitas netra seperti apa sih?

  1. Dokumen berupa .docx atau .xls (bukan pdf).

    Dokumen lebih baik disimpan dan didistribusikan pada content writer tunanetra dalam format native dari Microsoft Offfice (.doc/.xls/.ppt) dan bukan PDF. PDF lebih sulit dibaca oleh pembaca layar. Selain itu, dokumen dalam format PDF harus dibuat benar terlebih dahulu di Microsoft Word sebelum di-export menjadi .PDF, dan taggingnya dioptimasi kembali dengan software Acrobat Professional.

  2. Jika ada gambar, berikan deskripsi penjelasan (ALT Teks)

    Tampilan lokasi ALT TEKS saat klik kanan mouse dan jendela alt teks di Microsoft Word

    ALT Teks pada Microsoft Word

    Alt teks adalah tulisan yang tidak terlihat oleh mata dan disematkan kepada suatu gambar  yang memiliki nilai informasi atau bagan. Alt Teks tidak diberikan ke gambar yang sifatnya dekoratif.

    Tidak hanya di website atau pun media sosial, software seperti Microsoft Word, Google Docs, dan Power Point juga memiliki fitur ini. ALT teks juga bisa ditambahkan karena Microsoft Office sudah memiliki fitur ini.

    Gambar/foto dengan format PDF tidak bisa dibaca oleh pembaca layar, terkecuali melewati optimasi dari Acrobat Professional.

  3. Gunakan fungsi semantik dalam dokumen untuk memberikan hierarki informasi

    Pernah menyadari ada pilihan ‘paragraf’, ‘heading’, ‘title’, ‘bullets points’ di Microsoft Word dan Google Docs? Nah, itu adalah beberapa fitur semantik. Gunanya apa?  Semantik membuat pembaca layar bisa langsung lompat ke bagian tertentu dengan shortcut. Dengan semantik, tunanetra bisa membaca dan skimming dokumen lebih mudah saat menggunakan pembaca layar.

  4. Jangan memberikan deskripsi dan atau instruksi dengan mengacu pada warna saja

    Secara sadar maupun tak sadar, orang dengan penglihatan baik sering merujuk pada warna saat menjelaskan sesuatu. Contohnya: “bagian yang warna kuning adalah yang harus diperbaiki” atau  “data dengan warna merah menunjukan jumlah penurunan penjualan semester lalu”.

    Contoh gambar diagram donat yang akses: legenda berisi label dan value langsung di sebelah bagian warnanya. Diberikan teks penjelasan

    Contoh bentuk diagram yang disarankan. Teks pada bagian bawah merupakan deskripsi panjang (diketik) yang menekankan data yang ingin diberikan sorotan.

    Selain hal ini tidak dapat dilihat oleh tunanetra, hal ini juga merugikan bagi orang yang memiliki kondisi buta warna. Kolega dengan buta warna seringkali menyembunyikan kondisinya karena takut akan memengaruhi penilaian performa mereka di suatu perusahaan.

    Indikator warna bisa diberikan pelengkap untuk alternatif pengindraan. Tulisan yang disepakati (misalnya [revisi]), simbol, atau tanda baca, dapat berfungsi sebagai identifikasi alternatif yang bisa ditambahkan bersamaan dengan identifikasi warna.

    Untuk bagan atau diagram, jumlah dan variabel dari informasi itu sendiri bisa langsung disebutkan atau ditandai dalam bagan tersebut.

  5. Standardisasi struktur dan template informasi

    Template informasi membuat informasi tercatat dengan sistematis dan lebih mudah dicari. Seminimum-minimumnya, standardisasi template diterapkan dalam notulensi/MoM (minutes of meeting), atau brief. Template seperti ini akan mempermudah semua pihak, termasuk karyawan tunanetra.

3. Memberikan informasi yang terstruktur dan jelas secara utuh, terutama dalam chat.

Pernah mengalami ada yang menulis pesan via chat dan hanya menulis “Mbak/mas lagi sibuk gak, saya mau tanya” tanpa ada kelanjutannya? Atau malah pernah melakukannya? Sebisa mungkin kurangi hal ini dan jadikan tiap komunikasi efektif. Tidak hanya dalam chat, tapi juga dalam bentuk komunikasi profesional apapun, termasuk meeting/rapat.

  1. Tulis beberapa kalimat sebelum menekan enter dalam chat.

    Berdasarkan pengalaman korespondensi tim Suarise, teman-teman netra relatif membuat chat cukup panjang sebelum menekan enter. Selain lebih mudah, hal ini membuat tunanetra tidak kehilangan konteks pembicaraan terkait hal itu karena bisa jadi jika dikirimkan sebagian-sebagian per kalimat, pesan akan terpotong/terinterupsi oleh pesan dari orang lain (apalagi dalam grup).

    Sisa bentuk komunikasinya tidak terlalu berbeda. Namun, bila kompleks, lebih baik dijelaskan via email atau dengan voice messages.

    Contoh tangkapan layar korespondensi tim suarise dengan taletns content writer tunanetra

    Contoh korespondensi sehari-hari antara tim Suarise dengan Content Writer Tunanetra

  2. Kirimkan dokumen sebelum meeting untuk dipelajari

    Dengan demikian, baik pegawai tunanetra maupun audiens pada umumnya bisa mendalami materi, menyiapkan pertanyaan, dan melakukan verifikasi jika ada informasi yang kurang jelas. Meeting menjadi lebih efektif. Selain itu, jika dokumen dikirimkan terlebih dahulu, memungkinkan seseorang menambahkan catatan saat meeting langsung di dokumen tersebut.

  3. Catat simpulan atau hasil diskusi selama meeting berlangsung berupa ketikan notulensi/MoM.

    Jangan didistribusikan hasil diskusi meeting berupa foto atau screenshot. Sering kali foto berlaku untuk mendokumentasikan proses, tapi tidak dengan kesimpulan hasil diskusi.

    Baik dokumen presentasi maupun notulensi, sebaiknya diketik dengan semantik yang disarankan agar #BisaDiakses semua pihak tak terkecuali karyawan difabel.

  4. Jika memungkinkan, rekam sesi meeting.

    Meski tidak diinstuksikan, sering kali kolega tunanetra merekam pembicaraan atau meeting agar bisa dijadikan referensi dan atau didengarkan ulang saat memulai pekerjaan. Namun, alangkah baiknya jika proses ini dibuat lebih sistematis dari perusahaan. Contohnya, setiap notulensi meeting dan rekaman ditempatkan di 1 folder khusus, dan dipisahkan dengan meeting-meeting yang lain. Selain lebih terorganisir, semua pihak akan mudah melakukan tracking terkait keputusan dalam setiap meeting. Jangan lupa menginfokan secara verbal jika suatu pembicaraan/meeting sedang direkam ya!

4. Komunikatif, jangan sungkan bertanya dan jangan berasumsi

Tak jarang, banyak yang segan atau gak enakan memulai pembicaraan dengan seorang tunanetra. Banyak yang memulai dengan konsep ‘saya bisa bantu apa?’ alih-alih ‘bagaimana membagi pekerjaan dengan kolega tunanetra’. Mayoritas tunanetra justru gemar berkomunikasi dan relatif tidak memiliki kendala dalam hal ini.

Jika tidak yakin, biasakan bertanya alih-alih berasumsi. Bisa jadi hal yang menurut kita sulit, lebih mudah bagi mereka, atau yang sebelumnya kita kira tidak bisa sebetulnya bisa-bisa saja, hanya saja caranya saja yang berbeda.

Jika terkait deadline atau kesepakatan, baiknya selalu samakan ekspektasi bisa diselesaikan kapan, hari apa, dan atau jam berapa. Jangan sampai terlalu rajin berkomunikasi tapi jadi malah tidak bisa kerja sama sekali.

Semakin terbuka akan perbedaan dan cara kerja justru membuka khasanah lebih luas. Boleh kok bertanya-tanya ‘Mas/Mbak, kalian kalau mengerjakan x, biasanya gimana?. 😉

5. Ngobrol aja dulu…

Tak kenal maka tak efektif bekerja dalam tim. Apakah tahu karakter, kemampuan, kelebihan, dan kekurangan. Semua tidak akan diketahui jika tidak ngobrol.

Rekrut Tunanetra Pertamamu Sebagai Content Writer

Suarise menyediakan talents content writer tunanetra terlatih yang telah melewati pelatihan intensif selama 6 bulan. Organisasi maupun perusahaan bisa merekrut talentnya langsung, atau melakukan proyek penulisan konten digital dalam jangka pendek. Jika merekrut content writer tunanetra Suarise, perusahaan dan Talents akan mendapatkan pendampingan selama 3 bulan agar adaptasi berjalan dengan baik.

Baca juga : Keuntungan Merekrut Content Writer Tunanetra

 

Selain penulisan konten oleh para content writer tunanetra, Suarise juga menyediakan konsultasi strategi digital marketing, SEO, dan sosial media dari praktisi yang berpengalaman lebih dari 10 tahun di bidang ini.

Siap merekrut atau memiliki kolega content writer tunanetra pertamamu?

Hubungi [email protected] untuk memulai kerjasama pertamamu.

Jangan lupa cek talents.suarise.com untuk melihat beberapa contoh portfolio tulisan mereka ya.

 


Photo by Tima Miroshnichenko from Pexels

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia