konsep

Langkah awal

150 150 suarise

Sebuah langkah awal yang sejauh ini direncanakan adalah membangun online campaign. Blog ini salah satunya sebagai base information ketika orang ingin mengetahui tentang kampanye ini. Content dapat berubah sewaku-waktu namun update-an akan terbatas pada progress yang dihasilkan, peluang/kesempatan yang dimiliki, dan fakta yang dapat membangun dan mengembangkan kampanye ini.

Sejauh ini, baik media blog dan twitter baru merupakan usaha personal. Diharapkan ketika nanti kampanye ini benar2 terjalin antara pihak-pihak terkait, kedua media online ini dapat di kembangkan dan dijalankan bersmaa-sama oleh seluruh aspek tim kampanye.

Secara ide, saya sendiri terpikirkan untuk pengajuan pembuatan job database seperti JobsStreet atau JobsDB bangi kalangan tuna netra sebagai upaya 2 arah dalam mepromosikan kemampuan mereka. Arah pertama : ara tuna netra dapat memberikan informasi mengenai kompetensi yang mereka miliki, arah kedua: perusahaan juga memiliki field pencarian yang jelas serta dapat menghubungi orang yang menarik dan memiliki kompetensi yang dicari perusahaan. Harapannya dapat terjadi semacam interaksi juga disini. Yang saya tahu, perencanaan ke arah ini ternyata telah dimulai juga oleh PERTUNI (wah, ternyata ide kita sama ). Namun progress reportnya belum dapat dilaporkan disini.

Ketika prototype website ini jadi, maka langkah selanjutnya *yang sebeulnya dapat dilaksanakan secara pararel selama pembuatan prototype website* adalah database dari para tuna netra berkompetensi. Nantinya data ini dapat dimasukan baik secara offline (dari pembangun ‘jobsDB’ nya) maupun online personal tiap tuna netra. maka dari iu, selain database awal yang tealh dimiliki, diperlukan upaya promosi di kalangan tuna netra sendiri tentang keberadaan web ini sendiri untuk membantu aksebilitas mereka dalam memasuki dunia kerja. Hal ini akan terus menerus berjalan.

Sambil menunggu jobs DB ini selesai, kampanye pada tahap Conditioning sudah dapat mulai digencarkan.

Setelah web siap dan sekiranya database dalam si ‘JobsDB’ ini dirasa mencukupi, barulah diadakan semacam Grand Launching. Jika dalam tahapan kampanye, hal ini berbarengan dengan tahapan informing, dimana goalnya adalah terbukanya kesempatan interview yang adil bagi para tuna netra. Saran saya betul-betul berupa suatu acara offline yang didukung oleh segenap mass media terkait dengan mass publication dan mass communication. Bentuk offline event nya sendiri sejauh ini masih seperti yang saya rencanakan di tugas akhir, paduan antara Experience, music, talk show, dan exhibition dimana pihak-pihak yang diundang betul-betul bukan sembarang pihak (okay, terdengar agak kurang riil objeknya, tapi saya rasa cukup ngerti kan?)

ohya…semoga bisa diwujudkan.

Segala partisipasinya akan kami hargai 😀

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Visual : Ambient Media

150 150 Rahma Utami

Ambient media ini merupakan haisl dari brainstorming contact point sesai yang dikatakan oleh Djito Kasilo. (Semoga tepat sasaran, amin)

 

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Visual Concept : Print Ad

150 150 Rahma Utami

Post ini berisi rancangan kampanye berupa Print Ad. Secara stage, ini merupakan bagian dari Conditioning Part B ( baca : Overall Project Plan). Conditioning part A belum sempat diwujudkan visualnya pada periode Tugas Akhir dan saat ini dalam tahap brainstrorming kembali.

Ini masih jauh dari sempurna, segala saran, perbaikan, masukan (mungkin ada yg nyuruh re-take) harap disampaikan yah 😀

Rancangan awal pada tahap Informing (ok, ini super duper masih jauh dari maksimal. Dibutuhkan bantuan ide nih)

Dan untuk tahap Remindingnya so far:

Masih mungkin banget untuk membuka pad alebih banyak varian visual yang lebih baik dan (mungkin) gak hard-selling. 😀

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Konsep Media

150 150 Rahma Utami

Konsep media yang dipakai mengacu pada paduan pendekatan media lini atas dan lini bawah dengan pendekatan Point of  Contact atau titik-titik untuk menyapa/kontak dengan target audiens (Djito Kasilo, 2008:66) dengan menelaah Consumer Journey dengan memperhatikan sarana, penempatan dan kegiatatan sehingga membuat strategi komunikasi menjadi efektif dan efisien. Consumer journey digali dari consumer insight sehingga menghasilkan point of contact.

Point of Contact

Point of Contact dari target audiens antara lain:

  1. Saat menyetir mobil ataupun di taksi, terkadang terjebak dalam kemacetan dan keramaian kota sehingga sering menerawang keluar kaca mobil untuk mengalihkan pikiran atau sekedar menyalakan radio atau mp3 di mobil mereka terjebak dalam kemacetan kota.  Radio, interior mobil/taxi, dan hal-hal yang dilihat diluar jendela mobil seperti billboard dapat dijadikan media.
  2. Berkantor di gedung bertingkat, dan masuk ke lift untuk mencapai lantai yang diinginkan. Lift bisa menjad media.
  3. Sesampainya di kantor, diatas meja tersaji secangkir kopi, Koran, dan beberapa dokumen serta memo yang harus diperiksa. Cangkir kopi, Koran, dokumen-dokumen seperti kertas, memo, direct mail serta stasionery bisa menjadi media.
  4. Adakalanya harus berhadapan seharian dengan monitor komputer di depannya, mengecek e-mail dan hal-hal lainnya. Komputer dan internet bisa menjadi media.
  5. Mengadakan pertemuan ataupun sekedar bersantai di resto-resto mahal sekelas sushi-tei. Meja putar sushi bisa menjadi media.
  6. Kebiasaan lebih memilih TV kabel, namun tetap tertarik pada acara sekelas berita, politik, ataupun talkshow moderat seperti Kick Andy. TVC pada slot acara terkait ataupun talkshow bisa menjadi media.
  7. Online 24/7, BlackBerry, iPhone, dan SMart Phone on hand. Pencarian informasi utamanya melalui sarana internet. Kebiasaan internet ini bisa dimanfaatkan baik media maupun buzz. Twitter, facebook, dan microsite. Ditetapkan @tuneinthelight sebagai sumber update informasi dan hastag #blindforwork sebagai perantara buzz antar user di twitter.

Kesemua point of contact di atas mengacu kepada target utama: perusahaan (re: orang yang memiliki kewenangan dan berpengaruh terhadap sistem perekrutan perusahaan). Target sekunder, yaitu masyarakat luas lebih di tekankan pada ambient media pada pusat keramaian seperti mall.

Strategi media

Kampanye dilaksanakan selama 1 tahun dan dimulai pada bulan Mei. Pada bulan mei terdapat momentum budi utomo sebagai awal dan pada tahap informing, event dibuat pada bulan desember sekaligus memeringati hari penyandang cacat internasional.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Tentang Nama: Kenapa Tune In The Light

150 150 Rahma Utami
Konsep Verbal (Positioning, Slogan, Kata Kunci)

“Percaya, kami bisa.”

Elemen verbal yang digunakan menggunakan bahasa yang formal dan sopan menandakan keseriusan dan profesionalitas. Kata yang dipilih simple namun bermakna dalam. Judul kampanye ini adalah tune in the light, dengan tagline “percaya, kami bisa.”

Tune in the light terdiri dari 2 kelompok kata: tune in dan the lightTune in adalah kata yang berarti dengarkan atau nyalakan hal hal yang berkenaan dengan suara. Umumnya kata ini disandingkan dengan radio, musik dan sejenisnya. The light atau cahaya dapat berarti harapan, hidup, lilin, ataupun penuntun jalan. Biasanya, the light dipadankan dengan kata turn on. Namun karena dalam duna netra anggaplah kita menghilangkan konteks cahaya (karena tuna netra pada umumnya tidak mengenal cahaya) melainkan suara. Suara berarti penuntun mereka, harapan mereka. Jadi  kedua kalimat ini dipadukan untuk membuat suatu pendekatan ke arah itu.

Penggunaan bahasa inggris sebagai judul program merujuk pada kemodernan dan keprofesionalitasan (karena pada umumnya profesionalitas mengacu pada nilai-nilai intrinsik dari Barat) serta ke globalan isu yang diangkat (ini bukan hanya masalah bagi Indonesia, tapi seluruh dunia) . Sedangkan tagline tetap dengan bahasa Indonesia karena untuk mendekatkan diri dengan nilai-nilai karakter Indonesia.

Percaya, kami bisa,  merupakan tagline yang akan dibawa pada setiap tahapan kampanye. Kata-kata ini dipilih karena pada umumnya masyarakat tidak mempercayai kemampuan tuna netra terutama kaitannya dengan keahlian yang sifatnya non konvensional. Kata percaya dipilih kembali setelah penggunaan kata “tune in the light” untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang harus dilakukan.

Untuk hal yang bersifat body copy, disesuaikan dengan what to say yang disesuaikan pada masing-masing visual iklan.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

KONSEP KOMUNIKASI

150 150 Rahma Utami

Komunikasi yang direncanakan mengacu pada strategi komunikasi yang berbasis Target Audiens dengan menggali consumer insight seperti yang dipaparkan oleh Djito Kasilo dalam Komunikasi Cinta(2008: 76).

Karena target audiens yang dituju adalah perusahaan berbentuk perseroan yang memiliki kredibilitas dan mapan dengan karakter professional maka pendekatan komunikasi lebih diarahkan pada personifikasi 2 karakter yang memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dalam hal perekrutan tenaga kerja,  yaitu HRD dan pimpinan.

Dalam proses perekrutan tenaga kerja, tentunya perusahaan akan melihat sisi positif atau keunggulan dari calon karyawan. Hal ini diterapkan pada kampanye ini dengan mendeskripsikan hal-hal positif yang berkaitan dengan keahlian tuna netra.

Pendekatan yang digunakan adalah pada setiap jalan prosesnya, semua tetap dilakukan sesuai prosedur penerimaan pegawai pada umumnya, hanya saja yang membedakan adalah penempatannya. Penempatan ini disesuaikan dengan kualifikasi tuna netra. Diberikan pemaparan informasi mengenai alternatif keahlian para tuna netra serta pandangan tuna netra sebagai asset perusahaan dalam tiap kampanyenya. Pendekatan tetap dilakukan seprofesional mungkin karena inti pesannya bukanlah menyampaikan keibaan, namun pemerataan kesempatan dan pengakuan atas kemampuan tenaga kerja tuna netra. Nantinya target audiens diharapkan dapat menilai tuna netra dengan objektif tanpa dipengaruhi paradigma awal yang mendiskriminasikan tuna netra.

Selain itu, dengan cara ini, meskipun ada fasilitas yang memang perlu ditambahkan untuk mengefektifkan kerja dari tuna netra, hal ini tidak akan adipandang sebagai “tidak efisien” melainkan memang tanggung jawab social perusahaan untuk memberikan fasilitas kerja bagi karyawannya sehingga dana yang keluar tidak akan menjad masalah karena merupakan transformasi bentuk dari CSR, misalnya. Alasan ini dapat menjadi modal awal sehingga perusahaan semakin memandang dukungan fasilitas ini memang worth it sebagai asset.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia