Aksesibilitas digital

tangan seseorang memegang smartphone. Di layar hp-nya ada tampilan registrasi aplikasi jkn mobile

Menuju Aksesibilitas Digital melalui Inklusi Sosial bagi Disabilitas

2560 1920 Iin Kurniati

Di era digital saat ini, sejumlah layanan digital pemerintah telah tersedia secara online dalam bentuk website maupun aplikasi mobile. Keberadaan layanan digital ini menjadikan pelayanan pemerintah lebih inklusif sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi dan melakukan berbagai transaksi tanpa harus datang langsung ke kantor. Layanan-layanan tersebut diantaranya mencakup pengurusan dokumen kependudukan, pembayaran pajak, pendaftaran BPJS Kesehatan, dan lain sebagainya. Melalui adanya platform digital ini, proses administrasi diharapkan menjadi lebih cepat, efisien, dan transparan.

Namun, layanan digital pemerintah yang tersedia tidak sepenuhnya aksesibel bagi semua kalangan, misalnya tidak mudah diakses oleh disabilitas. Belum terdapatnya aksesibilitas digital pada layanan pemerintah tidak hanya disebabkan oleh faktor teknis, tetapi juga dipengaruhi faktor lain, salah satunya inklusi sosial. Temukan penjelasan lebih lanjut tentang inklusi sosial dan kaitannya dengan disabilitas dalam artikel ini!

Baca juga: Be My Eyes: Aplikasi untuk Meminjamkan Mata kepada Tunanetra

Inklusi Sosial dan Hubungan dengan Disabilitas

Inklusi sosial berkaitan erat dengan disabilitas karena disabilitas merupakan salah satu objek dalam inklusi sosial. Menurut laman Bank Dunia, inklusi sosial merupakan proses peningkatan peran individu untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, termasuk peningkatan kemampuan, kesempatan, dan martabat.  

Pada setiap tempat, beberapa kelompok yang dibedakan berdasarkan gender, usia, lokasi, pekerjaan, ras, etnis, agama, status kewarganegaraan, disabilitas, dan orientasi seksual menghadapi  berbagai hambatan. Sejumlah hambatan ini menghalangi mereka untuk berpartisipasi secara penuh maupun sebagian dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Apabila tidak diatasi, hambatan itu akan merugikan kelompok-kelompok tersebut, seperti kesulitan mengakses layanan pemerintah, kesulitan memperoleh pendidikan yang layak, kesulitan dalam menerima informasi, dan lain sebagainya. Tulisan ini fokus membahas hambatan yang dialami oleh teman-teman disabilitas. 

Faktor Penghambat Inklusi Sosial Disabilitas

tampilan layar presentasi narasumber dalam laman zoom, image text: pendekatan regulasi terhadap aksesibilitas digital

Mahali, peneliti dan ahli aksesibilitas Universitas Brawijaya memaparkan pentingnya disability awareness di mata publik, disampaikan pada Diskusi Panel Perayaan GAAD Suarise 2024 (doc. Suarise)

Peneliti dan Ahli Aksesibilitas, Subdirektorat Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya dan AIDRAN, Mahalli, dalam acara Diskusi Panel Suarise bertajuk “Jalur Menuju Inklusi Digital: Pendekatan Regulasi terhadap Aksesibilitas” menjelaskan bahwa sebelum membicarakan faktor teknis aksesibilitas digital, penting untuk mewujudkan inklusi sosial terlebih dahulu. Sehingga ketika disability awareness atau kesadaran soal disabilitas pada lingkungan masyarakat tinggi, maka masyarakat baru bisa dikenalkan dengan pedoman aksesibilitas digital. 

Namun, lanjut Mahalli, inklusi sosial di Indonesia belum terlaksana secara ideal. “Kalau di Indonesia keterlibatan disabilitas itu masih kurang di berbagai sektor. Kehidupan sosial kita belum terbuka dengan disabilitas, banyak orang yang masih belum paham dengan kebutuhan disabilitas.” tegas Mahalli. Dari segi penyandang disabilitas, Mahalli juga menyoroti pentingnya disabilitas memahami literasi seputar cara penggunaan teknologi bantu dan aksesibilitas digital untuk mengakses berbagai aplikasi atau website.

Beberapa faktor mengapa inklusi sosial di Indonesia belum berjalan diantaranya disebabkan masyarakat tidak pernah bertemu disabilitas secara langsung, kentalnya stigma, dan asumsi pribadi soal disabilitas.

Tidak Pernah Bertemu Disabilitas Secara Langsung

Faktor pertama adalah mayoritas masyarakat belum pernah bertemu atau berinteraksi dengan disabilitas secara langsung. Beberapa orang pernah bertemu, tetapi untuk keperluan pemberian bantuan untuk disabilitas ataupun program tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Kurangnya interaksi ini mengakibatkan sering kali masyarakat merasa heran dan kagum berlebihan saat melihat seorang disabilitas dapat melakukan aktivitas sehari-hari. 

Contohnya saat Putri Ariani, seorang disabilitas netra, salah satu pemenang ajang pencarian bakat menyanyi di Amerika menunjukkan dirinya bisa menggunakan instagram. Masyarakat menganggap kemampuan Putri menggunakan media sosial merupakan sesuatu yang luar biasa. Padahal tunanetra lazim dapat mengoperasikan ponsel pribadinya selama mereka menggunakan pembaca layar atau fitur asistif teknologi lainnya.

Stigma dan Asumsi

Faktor berikutnya adalah kesalahan asumsi dan stigma negatif terhadap disabilitas. Faktor kedua ini berhubungan dengan faktor sebelumnya. Seseorang yang tidak pernah bertemu dengan disabilitas umumnya berasumsi bahwa penyandang disabilitas tidak mampu hidup mandiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa keberadaan disabilitas menjadi beban bagi keluarga dan lingkungan. 

Stigma dan asumsi tersebut juga dipengaruhi oleh representasi disabilitas dalam pemberitaan-pemberitaan pada media nasional. Mayoritas pemberitaan menggambarkan disabilitas sebagai pihak yang pasif. Media juga kerap menekankan bahwa disabilitas merupakan pihak yang rentan dan lemah. Stigma negatif lain yang muncul yakni penyandang disabilitas tidak cerdas dan tidak memiliki kemampuan untuk belajar dan bekerja. Tak jarang penyandang disabilitas sering kali ditolak saat akan mendaftar sekolah maupun perguruan tinggi, tidak mendapat kesempatan kerja yang setara, hingga adanya pembatasan ruang untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

Apa Dampak Kurangnya Inklusi Sosial terhadap Disabilitas?

Dampak langsung yang dirasakan disabilitas dari kurangnya inklusi sosial adalah beberapa layanan yang ditujukan untuk mereka dibuat tidak mengakomodasi kebutuhan disabilitas. Beberapa layanan dikembangkan berdasarkan asumsi pribadi tanpa melibatkan disabilitas. Misalnya muncul asumsi bahwa disabilitas memerlukan fitur khusus pada website. 

Saat tulisan ini diterbitkan terdapat sejumlah website dari pemerintah yang menerapkan fitur khusus tersebut. Salah satu website yang memiliki fitur khusus ini adalah website Kementerian Komunikasi via kominfo.go.id. Pada website tersebut ditemukan widget atau overlay aksesibilitas. 

Dalam overlay atau widget ini berisi berbagai pengaturan diantaranya seperti memperbesar font, mengatur kontras warna, dan mengaktifkan pembaca layar. Overlay tersebut juga mengklasifikasikan berbagai pengaturan yang ada menjadi delapan yaitu pengaturan untuk:

  1. gangguan motorik
  2. netra total
  3. buta warna
  4. disleksia
  5. gangguan penglihatan
  6. kognitif dan pembelajaran
  7. kejang dan epilepsi
  8. ADHD.

Apakah Efektif?

Mahalli mengatakan langkah penambahan fitur widget atau overlay dinilai tidak efektif, bahkan malah dapat mengganggu pengguna. Menurutnya, disabilitas tidak pernah menggunakan fitur tersebut sebagai contoh ketika mengaktifkan pilihan netra total, fitur otomatis akan mengaktifkan suara. Padahal disabilitas netra tidak membutuhkan fitur suara karena mereka sudah dapat bernavigasi menggunakan fitur pembaca layar bawaan dari perangkat elektronik seperti laptop atau smartphone masing-masing. Keberadaan fitur aktifkan suara justru dapat membuat bingung, sebab suara dari website akan bertabrakan dengan suara pembaca layar dari perangkat elektronik. 

Contoh lain ketidakefektifan fitur website yang disampaikan Mahalli yakni penggunaan widget untuk disleksia. Saat fitur diaktifkan, widget ini justru akan mengubah jenis font. Padahal dalam praktiknya penyandang disleksia tidak membutuhkan fitur ini. Dalam menggunakan website, disleksia cukup mengatur ukuran spasi tanpa mengubah jenis font.

Baca juga: Cara Mengaktifkan Screen Reader Pada iPhone & iPad

Cara Menciptakan Inklusi Sosial untuk Disabilitas dalam ranah Aksesibilitas Digital

Cara untuk menciptakan inklusi sosial dalam ranah aksesibilitas digital yakni melibatkan disabilitas secara langsung menjadi penguji (disability user testing) saat akan membuat suatu produk digital, seperti website atau aplikasi. Disability user testing merupakan salah satu tahap penting untuk mengetahui apakah suatu produk digital mudah digunakan oleh pengguna disabilitas.

Dalam metode pengujian produk digital, para pengembang aplikasi atau website akan memilih pengguna dari berbagai kalangan untuk mencoba lalu mengidentifikasi pengalaman mereka mengakses produk. Dalam disability user testing, pengguna disabilitas akan mengidentifikasi dan memberikan umpan balik atas masalah aksesibilitas yang ditemukan maupun kemungkinan masalah aksesibilitas yang akan terjadi. 

Kegiatan tersebut bermanfaat untuk mengetahui secara langsung bagaimana pengalaman pengguna sehingga pengembang dapat memperbaiki aplikasi atau website sebelum dirilis untuk umum. Di Indonesia, disability user testing belum terlaksana dengan optimal karena minimnya pengetahuan mengenai hal tersebut.

Disabilitas di Indonesia sebenarnya telah berupaya menginformasikan ke pengembang aplikasi apabila menemukan aplikasi atau website yang tidak aksesibel melalui review di youtube. Cara lain adalah melalui forum atau diskusi akademik seperti yang penulis lakukan bersama Suarise saat menguji aplikasi Peduli Lindungi. Pengujian tersebut menghasilkan temuan beberapa tombol di aplikasi peduli lindungi tidak dapat diklik ketika pembaca layar aktif dan tombol lain tidak berlabel. Namun, menurut pandangan penulis langkah ini tidak sepenuhnya efektif. Hal tersebut dibuktikan pengembang tidak memperbaiki aplikasi atau website-nya. Tentu ini sangat berbanding jauh dari negara lain. 

Dalam acara yang sama, Zidny Ilma Nafia, Research Associate Suarise memaparkan hasil studinya mengenai inklusi sosial di sejumlah negara. Zidny mengungkapkan bahwa di India dan Perancis sudah memiliki jabatan user testing dalam pemerintahan. Beberapa negara, lanjutnya, memungkinkan disabilitas melaporkan dan menuntut pemerintah ke pengadilan ketika mereka menemukan aplikasi yang tidak aksesibel. 

Beberapa negara semisal Amerika Serikat juga menerapkan sistem denda jika pengembang tidak mengikuti pedoman aturan aksesibilitas. “Pinalti atau denda ini diberikan tergantung tingkat keparahan pelanggaran. Di India denda maksimal 95 juta rupiah, bahkan di perancis dendanya bisa mencapai 350 juta rupiah” jelas Zidny.

Pada akhirnya inklusi sosial memang perlu terbentuk terlebih dahulu agar kebijakan dan layanan yang ditujukan untuk disabilitas bisa tepat guna. Pemangku kepentingan perlu memahami aksesibilitas digital sebagai hak bagi disabilitas, bukan sesuatu yang bersifat pilihan. Apa lagi hak disabilitas untuk mengakses informasi secara mandiri telah diatur oleh undang-undang dan konferensi internasional. Masyarakat dan pemerintah perlu melibatkan disabilitas. Begitu juga dengan disabilitas harus terbuka mau menjelaskan ke masyarakat awam cara mereka mengakses teknologi digital.

 

 

*Artikel ini disusun oleh talents content writer tunanetra Suarise, Bayu Aji Firmansyah

Bila tertarik menggunakan jasa content writer talents Suarise, hubungi Project Manager Suarise [email protected]

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Tampilan layar zoom dalam diskusi panel Gaad 2024 dengan moderator rahma utami (kiri atas), JBI (kanan atas), pembicara Zidny (kiri bawah) dan pembicara Mahali (kanan bawah)

Urgensi Regulasi Aksesibilitas Digital dalam Membangun Lingkungan Digital yang Inklusif

1600 1000 Iin Kurniati

Jakarta, 28 Mei 2024 –  Suarise menutup rangkaian Hari Kesadaran Aksesibilitas Global (Global Accessibility Awareness Day – GAAD) Tahun 2024 dalam Diskusi Panel bertajuk Jalur Menuju Inklusi Digital: Pendekatan Regulasi terhadap Aksesibilitas. Melalui serangkaian kampanye digital Tantangan Aksesibilitas, diskusi bersama komunitas disabilitas via media sosial, dan diskusi panel, Suarise meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat khususnya pemerintah mengenai aksesibilitas digital dan urgensi regulasinya dalam membangun lingkungan digital yang inklusif.

Pendekatan Regulasi terhadap Aksesibilitas Digital

Suarise menyelenggarakan Diskusi Panel dalam GAAD 2024 untuk meningkatkan kesadaran lembaga publik mengenai kebijakan dan implementasi penerapan aksesibilitas digital. Kegiatan diikuti oleh ratusan peserta dari perwakilan kehumasan Kementerian/Lembaga, serta perwakilan dinas Kominfo di berbagai daerah di Indonesia ini menyajikan pendekatan regulasi terhadap aksesibilitas digital, termasuk komparasi regulasi aksesibilitas digital dari berbagai negara.

tampilan layar zoom keynote speaker Hasyim Gautama (kiri) bersama Juru bahasa isyarat (kanan).

Hasyim Gautama, Kominfo membuka pelaksanaan Diskusi Panel Suarise dalam Peringatan GAAD Tahun 2024, dok. Suarise

Hasyim Gautama, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik, Ditjen IKP Kementerian Kominfo dalam keynote speech nya memaparkan bahwa pihaknya selaku regulator telah berupaya meningkatkan kualitas layanan informasi publik yang inklusif. Saat ini Kominfo telah menyusun kebijakan dan standar operasional pedoman layanan informasi dan komunikasi berbasis digital bagi disabilitas. 

Kebijakan tersebut merujuk pedoman yang sudah ada yaitu ISO 40500 dan WCAG (Web Content Accessibility Guidelines). Penyusunan ini melibatkan kolaborasi berbagai pihak seperti Open Government Indonesia dan Suarise. Melalui keberadaan pedoman itu, Kominfo berharap dapat memenuhi hak-hak disabilitas. “Kebijakan ini tentunya (menjadi) kebijakan yang bersifat inklusif. Diharapkan dapat memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dalam komunikasi dan memperoleh informasi” tutur Hasyim. 

Selanjutnya, pada sesi presentasi mengenai Aksesibilitas Digital di berbagai Negara, Nur Zidny Ilmanafia, research associate Suarise mengungkapkan bahwa digitalisasi di Indonesia beum efektif. Zidny menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki ribuan layanan digital berupa aplikasi, tetapi aplikasi tersebut hanya menjalankan satu fungsi. 

“Aplikasi-aplikasi tersebut tidak terintegrasi dan tidak sinkron satu sama lain. Kalau sudah berorientasi pada pengguna, maka masyarakat sebetulnya cukup mengakses satu portal informasi yang didalamnya bisa untuk mengakses layanan kependudukan atau kesehatan atau layanan lainnya,” jelas Zidny. 

Zidny melanjutkan berdasarkan temuan penelitian terdapat 2.000 lebih pelanggaran aksesibilitas dari sampel 34 website pemerintah provinsi di Indonesia. Isu aksesibilitas yang sering dilanggar meliputi rendahnya kontras warna, tautan kosong, dan gambar yang tidak memiliki alternatif teks. 

Sementara di negara lain, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, telah memiliki pedoman aksesibilitas yang telah diimplementasikan sejak tahun 1990-an. Negara-negara tersebut juga melakukan audit dan evaluasi secara sistematis untuk memastikan semua website maupun aplikasi baik di sektor pemerintah maupun sektor swasta bisa diakses oleh semua, termasuk disabilitas. Apabila menemukan pelanggaran, pihak terkait akan menerima denda. Namun, kebijakan serupa belum ada di Indonesia.

Sejalan dengan presentasi Zidny, Mahalli, staf aksesibilitas Subdirektorat Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya memaparkan pentingnya menciptakan lingkungan sosial yang inklusif. Menurut Mahalli, para pemangku kepentingan perlu menghilangkan asumsi mengasihani disabilitas dan menanamkan pola pikir bahwa menyediakan aksesibilitas digital bukanlah suatu pilihan, melainkan menjadi kewajiban. “Pemangku kepentingan perlu melibatkan disabilitas dalam pengembangan aplikasi dan website,” tegasnya. 

Hal ini telah ia terapkan ketika memberi pelatihan membangun layanan yang aksesibel kepada pengelola website di tempat kerjanya. Mahalli juga berpesan kepada penyandang disabilitas untuk meningkatkan literasi terkait pengetahuan teknologi bantu seperti pembaca layar dan lain-lain untuk mengakses konten digital. Disisi lain, tambahnya, keberadaan teknologi tidak akan menghapus hal-hal yang bersifat fundamental seperti bahasa isyarat yang akan tetap dibutuhkan oleh teman tuli untuk memahami informasi.

Baca Menuju Aksesibilitas Digital melalui Inklusi Sosial bagi Disabilitas – Suarise Indonesia

Memahami Perspektif Disabilitas dalam Aksesibilitas Digital

Dalam kesempatan berbeda, Suarise menggelar rangkaian GAAD 2024 melalui diskusi bersama sejumlah komunitas disabilitas untuk lebih jauh memahami soal aksesibilitas, baik aksesibilitas fisik maupun aksesibilitas digital. Kegiatan yang diselenggarakan via Instagram LIVE bareng Suarise ini menghadirkan perwakilan komunitas SilangID dan Accessible Leisure.

Bagja Prawira, Co-Founder SilangID dalam sharing session 16 Mei lalu menuturkan bahwa teman Tuli menggunakan bahasa isyarat ketika menjalani aktivitas sehari-hari. Bagi teman tuli, bahasa isyarat telah menjadi budaya berkomunikasi. Namun, tidak semua teman Tuli hanya mengandalkan bahasa isyarat ketika berkomunikasi. Sebaliknya, ada beberapa teman Tuli yang memahami bahasa Indonesia atau sejenisnya dalam berkomunikasi.

Dalam mengakses teknologi, Bagja mengungkapkan bahwa teman Tuli yang memahami bahasa Indonesia secara umum menggunakan fitur closed caption, tetapi bagi teman Tuli yang tidak paham maka peran juru bahasa isyarat (JBI) sangat dibutuhkan. JBI berperan penting untuk mentransfer informasi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa isyarat. “Keberadaan closed caption tetap bermanfaat bagi teman Tuli sebagai sarana belajar kosa kata baru dan struktur kalimat,” ungkap Bagja.

Disisi lain, Revin Leo, content writer tunanetra Suarise menceritakan kendalanya ketika menemukan konten gambar. Meskipun para pengembang teknologi telah menyediakan fitur alternatif teks agar tunanetra bisa menerima informasi berbentuk visual, tetapi menurutnya masih belum banyak orang yang memanfaatkan fitur tersebut secara optimal.

Padahal alternatif teks berfungsi untuk mendeskripsikan isi informasi dalam gambar. Namun, alternatif teks kerap absen dari konten-konten gambar yang diunggah pada media sosial. Dalam sharing session tersebut, Revin mengajak masyarakat memberikan alternatif teks sebelum mengupload konten ke media sosial. “Kalau postingan ada alternatif teks-nya, aku jadi langsung paham apa maksud gambarnya. Contoh postingan suarise pada acara ini ada al teks, Dalam memperingati Global Accessibility Awareness Day (GAAD) Collaborative Sharing Session with Silang ID,” tutur Revin.  

Fitur aksesibilitas lain yang dapat membantu tunanetra menurut Revin yakni keberadaan fitur audio description pada konten video. Revin mengungkapkan bahwa fitur audio description membuatnya lebih paham ketiga ada adegan non dialog (mimik wajah, tindakan aksi, dan sebagainya) saat menonton film yang tidak dijelaskan secara gamblang dalam dialog pada salah satu layanan streaming. 

Informasi yang bisa diakses oleh teman netra dan teman tuli dapat berdampak terhadap kemandirian mereka. Namun realitanya belum semua informasi yang dibutuhkan disabilitas tersedia. Salah satunya informasi mengenai aksesibilitas suatu tempat. Permasalahan ini menjadi topik bahasan lain dalam sharing session via Instagram Live Suarise bersama Accessible Leisure pada 18 Mei lalu.

Maudita Zobritania, founder Accessible Leisure menjelaskan bahwa minimnya informasi mengenai aksesibilitas fisik suatu tempat seperti akses tangga, ruang untuk kursi roda, dan akses kamar mandi menjadi tantangan disabilitas ketika akan mengadakan aktivitas bertemu secara tatap muka. Umumnya informasi yang tersedia di internet hanya terbatas pada aspek estetika tempat tersebut. 

Permasalahan ini terjadi pada sebagian besar tempat di Indonesia termasuk di wilayah Jakarta dan Bali. Akibatnya pengunjung disabilitas harus menghubungi pihak pemilik tempat secara manual untuk menanyakan apakah tempat tersebut aksesibel atau tidak sebelum berkunjung. “Seharusnya semua pemilik tempat menyediakan informasi aksesibilitas, sehingga memudahkan disabilitas dalam menentukan lokasi kegiatan. Hal lain yang bisa dilakukan penyedia layanan adalah memberi pelatihan kepada para staf tentang cara mendampingi disabilitas dari semua kalangan,” jelas Zo.

Secara teknis, Zo dan Iin Kurniati, Public Relations Suarise sepakat bahwa regulasi yang mengatur hal tersebut sudah ada, tetapi belum terlaksana secara optimal. Khusus ranah digital, Iin melihat ketiadaan pedoman aksesibilitas mengenai bagaimana cara membuat website atau aplikasi yang aksesibel menjadi kendala bagi pengembang di Indonesia. 

Suarise menjawab masalah ini tersebut dengan terlibat bersama Kementerian Kominfo dalam merancang pedoman aksesibilitas digital. Sasaran awal pedoman ini yakni kalangan Pemerintah yang kerap memberikan layanan publik. Pemerintah dituntut memiliki layanan digital terutama layanan berbentuk website yang mudah diakses disabilitas. Setelah itu, baru ke depan Pedoman ini diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain, termasuk sektor industri untuk menerapkan hal serupa pada organisasinya.

Pedoman aksesibilitas digital tentang bagaimana merancang website ini penting diketahui semua orang. Oleh karena itu, selain ikut terlibat dalam perancangan pedoman, Suarise turut menyosialisasikan pedoman ini kepada berbagai kalangan. Salah satu target implementasi dari Pedoman ini yakni pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan website atau aplikasi, diantaranya para pengembang teknologi. 

Guna memberi pemahaman dan pengetahuan mendalam soal aksesibilitas Suarise baru saja menyelesaikan penyelenggaraan A11y (Accessibility) Bootcamp pertama di Indonesia. Bootcamp ini merupakan workshop intensif soal aksesibilitas digital selama tiga bulan yang dilaksanakan secara hybrid sejak Januari hingga April 2024. 

Kegiatan yang diikuti oleh sekitar 40 orang berlatar belakang UI/UX designer, UX  research  UX writer, Web and App developer dari Jabodetabek, Malang, dan Yogyakarta menjadi titik awal Pelaksanaan GAAD 2024. Kegiatan ini ditutup dengan hasil akhir berupa pengujian aksesibilitas digital dari sepuluh website berbagai sektor yang melibatkan teman-teman disabilitas. Temuan ini ke depan akan menjadi Temuan ini akan menjadi bahan advokasi kepada para pemangku kepentingan.

Kegiatan Accessibility Bootcamp didukung oleh hibah dari Information Society Innovation Fund (ISIF Asia) dan APNIC Foundation. Acara ini juga terselenggara berkat kerja sama dengan Algobash, serta media dan community partner bersama UXID Bandung, Design Rant, dan Ruang Gerak. Selain itu, khusus pada penyelenggaraan kegiatan penutup A11y Bootcamp, Kami didukung oleh Apple Developer Academy selaku venue supporting.

Tentang Penyelenggara

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan.

Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision. Suarise juga memprakarsai a11yID, komunitas Indonesia pertama untuk orang-orang dengan latar belakang teknologi yang ingin mengeksplorasi lebih banyak tentang aksesibilitas digital.

ISIF adalah singkatan dari The Information Society Innovation Fund (ISIF Asia) ISIF ASIA adalah organisasi nirlaba yang fokus mendukung dan mempercepat penggunaan dan pengembangan internet untuk kepentingan sosial di seluruh dunia. Organisasi ini memberikan dukungan keuangan dan teknis kepada proyek-proyek inovatif yang berupaya meningkatkan akses, keamanan, privasi, dan manfaat sosial dari internet. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program be The A11y Project yang meliputi A11y Bootcamp, A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. 

 

Kontak Suarise: 

Iin Kurniati 

Public and Government Relations Suarise 

Email: [email protected] 

Website: http://suarise.com

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Foto bersama seluruh peserta, mentor, dan trainer Accessibility Bootcamp, serta para tamu undangan, tim Suarise, dan para volunteer

Transformasi Aksesibilitas Web dalam Accessibility Bootcamp Suarise 2024

2560 1439 Iin Kurniati

BSD City, 20 April 2024 –  Suarise menutup rangkaian Kegiatan Accessibility Bootcamp Suarise 2024 dalam Digital Accessibility Awareness Day: 10 Case Studies on Transforming Web Accessibility in Indonesia. Kegiatan ini menyajikan hasil studi kasus dalam negeri terkait website yang aksesibel dan inklusif sesuai dengan pedoman aksesibilitas konten web (Web Content Accessibility Guideline – WCAG). 

Accessibility Bootcamp Pertama di Indonesia

Suarise berinisiasi menyelenggarakan Bootcamp Aksesibilitas Digital (A11y Bootcamp) lintas disiplin pertama di Indonesia. Kegiatan yang diselenggarakan pada tiga kota Jakarta, Yogyakarta, dan Malang ini diikuti oleh 40 orang peserta berlatar belakang UI/UX Designer, UX Research, UX writer, dan Web Developer, berasal dari kalangan profesional maupun mahasiswa yang telah lolos seleksi kompetensi dasar.

A11y Bootcamp sendiri bertujuan mendorong kolaborasi lintas disiplin bersama dengan teman disabilitas dalam menciptakan solusi aksesibilitas yang holistik dan efektif. Kegiatan yang berlangsung baik secara online maupun offline ini juga bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dalam mengembangkan produk digital inklusif, serta mudah diakses bagi semua termasuk disabilitas. Harapannya agar para peserta dapat menerapkan aspek ini dalam pekerjaan di bidang desain, pengembangan produk/website, dan penulisan di bidang digital.

Sejak Januari 2024, para peserta mempelajari berbagai hal soal aksesibilitas digital, mulai dari prinsip dasar hingga fundamental aksesibilitas digital sesuai WCAG sebagai standar teknis aksesibilitas web yang dikembangkan oleh World Wide Web Consortium (W3C). Peserta juga mempelajari praktik terbaik dalam penerapan standar dalam sejumlah disiplin ilmu dengan para pengajar yang terdiri atas praktisi teknologi baik dari dalam maupun dari luar negeri, termasuk pengajar dengan latar belakang disabilitas.

Pada awal pertemuan, peserta juga berkesempatan berbincang secara online dengan teman-teman yang memiliki jenis disabilitas berbeda (seperti cerebral palsy, autism spectrum disorder, teman netra, dan multiple sclerosis). Melalui sesi diskusi bersama teman disabilitas, para peserta mendapat gambaran tentang sejauh mana tantangan aksesibilitas yang dihadapi mereka dan bagaimana kebiasaan penggunaan teknologi asistif yang digunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Baca: Suarise A11y Bootcamp Berhasil Tuai Antusiasme Positif – Suarise Indonesia

Belajar dari Perspektif Pengguna Disabilitas dalam Studi Kasus

Dalam riset maupun pengetesan sebuah website, terdapat satu tahap penting untuk mengetahui apakah produk tersebut mudah digunakan yakni dengan melibatkan para pengguna secara langsung. Hal ini pula yang diterapkan pada project akhir peserta dalam rangkaian kegiatan A11y Bootcamp  yakni melibatkan teman-teman disabilitas (disability user testing). Kegiatan ini menggandeng sepuluh orang responden disabilitas netra untuk bersama-sama melakukan audit website. 

diskusi kelompok yang melibatkan teman disabilitas. Seorang teman netra tengah mengakses website dengan instruksi dari peserta bootcamp.

Diskusi para peserta A11y Bootcamp dengan teman netra dalam mempelajari studi kasus tentang website yang memenuhi standar aksesibilitas internasional (WCAG) pada Kelas ke-13 tentang, Sabtu (09/03) di Jakarta (Doc. Suarise)

Pelibatan teman-teman disabilitas ini tidak hanya berperan utama sebagai tester, tetapi juga berperan sebagai mentor bagi para peserta dalam proses penyelesaian tugas akhir. Peserta Bootcamp bersama responden disabilitas melakukan pengujian terhadap sepuluh website lokal di berbagai sektor, diantaranya sektor kesehatan, pendidikan, pelayanan publik pemerintah, ketenagakerjaan, dan jasa keuangan. Hasil studi ini akan digunakan sebagai bahan advokasi kepada para stakeholders terkait produk website yang aksesibel dan inklusif.

Tujuan pelibatan pengguna disabilitas ialah membangun kolaborasi setara antara pengguna dengan disabilitas dengan pengembang dalam pembuatan platform digital yang ramah ragam disabilitas. Melalui pertemuan langsung dengan pengguna, diharapkan para peserta Bootcamp mampu memahami langsung masalah yang dihadapi dalam mengakses platform digital serta mengumpulkan umpan balik untuk meningkatkan standarisasi aksesibilitas digital terutama di platform digital sektor tertentu.

Menurut Synthia Montolalu, salah satu responden disabilitas netra, dirinya merasa senang dapat bekerja sama dengan kelompok diskusi pada website di bidang kesehatan. “Saya  termotivasi untuk mengeksplorasi website pemerintah dan swasta. Saya menemukan banyak hal yang tidak ramah dan kurang aksesibel bagi tunanetra dan pembaca layar, lalu mencoba mencari solusinya bersama,” ungkapnya. Tia berharap seharusnya website pemerintah jauh lebih tinggi level aksesibilitasnya, lebih informatif dan bisa jadi acuan bagi website yang dikelola oleh swasta. 

Digital Accessibility Awareness Day

tiga orang perwakilan kelompok peserta Accessibility Bootcamp. Satu orang wanita (kiri) sedang mempresentasikan hasil studi kasus, dan dua orang disebelahnya (wanita -tengah) (laki-laki - kanan)

Salah satu kelompok peserta A11y Bootcamp sedang mempresentasikan hasil studi kasus website lokal, serta temuan mereka terkait tantangan aksesibilitas digital pada rangkaian penutup A11y Bootcamp, Sabtu (20/04), di BSD City (Doc. Suarise)

Sebagai rangkaian penutup Bootcamp, Suarise menggelar Digital Accessibility Awareness Day (DAAD) yang menyajikan hasil studi kasus sepuluh website dalam negeri. Kegiatan yang diselenggarakan secara offline dan online (terbatas) ini diikuti oleh sekitar 100 orang pendaftar umum (termasuk teman disabilitas), dan para pemangku kepentingan.

Ridho, seorang teman tuli yang ikut hadir dalam DAAD menyampaikan rasa haru dan bangga dengan meningkatnya antusiasme publik terhadap aksesibilitas untuk teman disabilitas. “Aku merasa terharu luar biasa. Harapannya ke depan semoga semakin banyak teman developer di seluruh Indonesia yang fokus memperhatikan aksesibilitas untuk mewujudkan Indonesia yang lebih inklusif,” ujarnya.

Founder and Accessibility Consultant Suarise sekaligus Trainer A11y Bootcamp, Rahma Utami salut atas komitmen dan semangat  peserta selama tiga bulan kebelakang, baik dari segi keaktifan di kelas dua kali seminggu,  dan ketepatan pengerjaan tugas personal maupun penugasan kelompok. Komitmen ini menjadi indikator semangat dalam membuat digital platform yang lebih aksesibel yang perjalanannya tidak sebentar.

Bootcamp ini adalah modal dan titik awal untuk para alumni Bootcamp mengambil bagian dalam tantangan terbesar, yakni mengimplementasikan materi dan praktik yang telah dipelajari ke kampus, organisasi, perusahaan, atau dimanapun mereka bernaung. “Kami berharap penyelenggaraan Bootcamp ini bukan yang pertama dan terakhir, tetapi menjadi titik mula terwujudkan transformasi digital inklusif di Indonesia,” tegasnya. 

Sebagai tambahan informasi, Kegiatan Penutup A11y Bootcamp Suarise bertajuk Digital Accessibility Awareness Day merupakan salah satu rangkaian menuju peringatan Global Accessibility Awareness Day (GAAD) tahun 2024. GAAD merupakan gerakan yang berfokus pada akses dan inklusi digital bagi lebih dari satu miliar penyandang disabilitas yang diperingati setiap hari Kamis pekan ketiga pada bulan Mei mendatang.

Kegiatan Accessibility Bootcamp didukung oleh hibah dari Information Society Innovation Fund (ISIF Asia) dan APNIC Foundation. Acara ini juga terselenggara berkat kerja sama dengan Algobash, serta media dan community partner bersama UXID Bandung, Design Rant, dan Ruang Gerak. Selain itu, khusus pada penyelenggaraan kegiatan penutup A11y Bootcamp, Kami didukung oleh Apple Developer Academy selaku venue supporting.

Suarise Wujudkan Generasi Aksesibilitas melalui Accessibility Bootcamp 2024 – Suarise Indonesia

Tentang Penyelenggara

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan.

Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision. Suarise juga memprakarsai a11yID, komunitas Indonesia pertama untuk orang-orang dengan latar belakang teknologi yang ingin mengeksplorasi lebih banyak tentang aksesibilitas digital.

ISIF adalah singkatan dari The Information Society Innovation Fund (ISIF Asia) ISIF ASIA adalah organisasi nirlaba yang fokus mendukung dan mempercepat penggunaan dan pengembangan internet untuk kepentingan sosial di seluruh dunia. Organisasi ini memberikan dukungan keuangan dan teknis kepada proyek-proyek inovatif yang berupaya meningkatkan akses, keamanan, privasi, dan manfaat sosial dari internet. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program be The A11y Project yang meliputi A11y Bootcamp, A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. 

 

Kontak Suarise: 

Iin Kurniati 

Public and Government Relations Suarise 

Email: [email protected] 

Website: http://suarise.com

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Suarise A11y Bootcamp Berhasil Tuai Antusiasme Positif

150 150 Iin Kurniati

Bulan Januari 2024 menjadi saksi keberhasilan Suarise dalam menyelenggarakan A11y Bootcamp perdana di Indonesia. Tidak kurang dari 400 praktisi teknologi dan konten dari berbagai daerah telah mendaftar, menciptakan gebrakan baru dalam pengembangan keterampilan industri.

Sebagai informasi Suarise A11y Bootcamp adalah program pelatihan intensif yang menyasar peningkatan skill dalam waktu singkat, biasanya berlangsung selama 2-6 bulan. Lantas, alasan kuat apa yang melandasi Suarise mengadakan A11y Bootcamp ini?

Alasan Suarise Menginisiasi A11y Bootcamp?

Screenshot suasana zoom Suarise A11y Bootcamp, terdapat moderator Rahma Utami (kiri atas) dan empat panelis, yaitu Briyan (tengah atas), Khamal (kanan atas), Rezky (kiri bawah), dan Ireisha (kanan bawah)

Pembukaan Suarise A11y Bootcamp menghadirkan empat panelis teman difabel yang menjelaskan urgensi aksesibilitas

Pada pertengahan tahun 2023, Indonesia terus menorehkan prestasi dalam pertumbuhan jumlah penduduk, mencapai puncaknya dengan angka menyentuh 278,69 juta jiwa, menurut data terkini yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Fenomena ini mencerminkan dinamika populasi yang terus berkembang dari tahun ke tahun.

Sejalan dengan pertumbuhan populasi, fokus terhadap kelompok yang memerlukan perhatian khusus, seperti penyandang disabilitas,  juga menjadi perhatian utama. Berdasarkan data BPS tahun 2020, terdapat 22,5 juta jiwa penyandang disabilitas di Indonesia, atau setara dengan sekitar 8% dari total populasi. Angka ini menarik perhatian karena sebanding dengan jumlah penduduk keseluruhan di benua Australia.

Pentingnya memahami dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang memiliki tantangan khusus menjadi semakin nyata seiring dengan pertumbuhan populasi. Melibatkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok disabilitas, dalam berbagai aspek kehidupan adalah langkah awal menuju masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.

Urgensi aksesibilitas bagi penyandang disabilitas diakui dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas. Regulasi tersebut menegaskan hak-hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan kemudahan aksesibilitas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalamnya kemudahan akses di ranah digital.

Sayangnya, pemenuhan kemudahan akses digital bagi penyandang disabilitas masih belum mendapat dukungan optimal dari pemerintah, institusi, lembaga pendidikan, bahkan perusahaan. Keterbatasan informasi dan kurangnya edukasi terlihat dari kesulitan yang masih dialami penyandang disabilitas dalam mengakses situs web, perangkat lunak, aplikasi, media sosial, dan dokumen digital. Tantangan ini diakibatkan keterbatasan screen reader, kurangnya bahasa isyarat atau subtitle, serta desain yang belum memadai.

Mengingat pentingnya akses digital sebagai bentuk kesetaraan dan peluang yang sama, Suarise berkomitmen untuk berkontribusi pada perkembangan sumber daya manusia  yang berdedikasi di bidang teknologi dan digital. A11y Bootcamp Suarise, sebuah  bootcamp  yang disiapkan secara khhusus  bagi profesional  di bidang teknologi untuk mempelajari lebih jauh  mengenai bagaimana mewujudkan teknologi yang ramah aksebilitas bagi disabilitas.

 

Kenalan dengan A11y Bootcamp Suarise

Bootcamp Suarise merupakan workshop intensif  kelas hybrid (online dan offline) selama tiga bulan. Sebanyak 40  praktisi teknologi digital telah ikut bergabung  Bootcamp dengan berbagai latar belakang. Mulai dari UI/UX designer, UX  research  UX writer, Web and App developer yang tersebar dari berbagai kota di Indonesia, khususnya Jabodetabek, Yogyakarta, dan Malang. Misi dari A11y Bootcamp Suarise ini bertujuan mendorong  kolaborasi lintas  disiplin  antara profesional  penggiat teknologi  untuk menciptakan solusi  aksebilitas yang  lebih  holistik dan efektif, guna memahami sejauh mana  ineraksi  teman difabel  pada teknologi.

Perhelatan  ini kedepannya diisi oleh materi-materi eksklusif  dari team Suarise dan para trainer dengan berbagai fokus. Mulai dari mengenal dasar kebutuhan disabilitas di dunia digital hingga merancang  pengalaman pengguna yang ramah di akses  dengan mudah oleh teman disabilitas yang dipraktikan secara langsung oleh para peserta bersama teman disabilitas.

Dalam pembukaan A11y Bootcamp Suarise, beberapa sosok ahli  di sektor disabilitas turut berkontribusi dan menyampaikan insight  melalui sesi diskusi  dengan sederetan peserta yang hadir. Para panelis yang ikut serta menyumbangkan insight  antara lain Ireisha (Story writer) Autism Spectrum Disorder ,  Bryan Wahyu ( Back End Developer) – Cerebral Palsy, Khamal Nurdin (Mahasiswa) – Difabel Netra , M Rezky Achyana ( Executive Director The TamTam Therapy Centre).

Baca selengkapnya: Suarise Wujudkan Generasi Aksesibilitas melalui Accessibility Bootcamp 2024 – Suarise Indonesia

 

Peluang Teknologi Mudah Diakses Teman Disabilitas

tampilan website suarise yang menjelaskan A11yIDweb text: A11yID (baca: Aliaidi) adalah grup komunitas yang memiliki ketertarikan terhadap topik aksesibilitas digital (digital accessibility). Grup ini diperuntukan utamanya bagi mereka yang terlibat dalam pembuatan produk digital, seperti developer, desainer, UX desainer/researcher, UI desainer, product manager, dosen, dll. Diskusi dilakukan secara online, baik melalui percakapan grup telegram, maupun sharing rutin setiap bulan. Aksesibilitas digital tidak hanya penting agar website, aplikasi, maupun konten bisa #ramahdisabilitas, namun juga berguna bagi semua orang dan meningkatnya performa dari produk tersebut. A11yID merupakan komunitas yang diinisiasi dan dimoderasi oleh tim Suarise.

Salah satu peluang ramah disabilitas yakni dengan mengubah tampilan situs menjadi lebih ramah ragam disabilitas

“Landasan yang paling kuat dalam diselenggarakannya A11y Bootcamp Suarise adalah motivasi bagi para profesional di bidang teknologi dan digital untuk mengemban peran sebagai evangelist aksesibilitas.” Pernyataan ini disampaikan oleh Rahma Utami, CEO Suarise.id, yang menyoroti bahwa melalui Suarise A11y Bootcamp, peserta memiliki kesempatan langsung untuk terlibat dalam praktik dan berinteraksi secara langsung dengan teman-teman disabilitas. Rahma berharap bahwa peserta dapat secara langsung memahami dan menerima umpan balik yang langsung berasal dari pengalaman dan diskusi bersama teman disabilitas.

Seorang peserta Front End Developer di Gov Edukasi, Kukuh, berbagi pandangannya, “Saya percaya bahwa website dapat digunakan oleh siapapun, kapanpun, tanpa memandang kondisi apapun. Oleh karena itu, kehadiran Suarise A11y Bootcamp akan menambah wawasan dan pengetahuan bagi saya dalam merancang situs yang ramah bagi disabilitas.”

Ghina, seorang peserta yang juga memiliki peran sebagai UX Researcher di sektor telekomunikasi, menyatakan, “A11y Bootcamp Suarise menjadi langkah strategis untuk mengadvokasi kepada para tenaga profesional. Harapannya, hal ini dapat membawa teknologi yang lebih inklusif ke tingkat kerjasama yang lebih tinggi.” 

 

Menjawab Tantangan Aksebilitas Melalui Bootcamp Intensif

Adanya A11y Bootcamp Suarise menjadi suatu keharusan, sebuah inisiatif advokasi aksesibilitas yang bertujuan mendorong terjalinnya kerja sama lintas disiplin di antara para profesional dan mahasiswa dari berbagai bidang terkait. Peserta bootcamp akan memiliki kesempatan untuk menciptakan solusi aksesibilitas yang lebih holistik dan efektif dengan memperluas perspektif dan pengetahuan melalui kolaborasi aktif dengan individu yang memiliki disabilitas.

Fokus utama dari kegiatan ini adalah mengembangkan teknologi dan konten digital yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga memastikan bahwa produk digital yang dihasilkan dapat diakses dengan mudah oleh semua pengguna, termasuk teman-teman dengan disabilitas. Para peserta akan mendapatkan pemahaman mendalam tentang teknik, standar, dan praktik terbaik dalam menciptakan ruang inklusif yang dapat diakses melalui Bootcamp.  Perhelatan ini tidak hanya bersifat teoritis, melainkan juga menitikberatkan pada aspek praktis, aplikatif, dan solutif.

Melalui Suarise A11y Bootcamp, diharapkan para peserta dapat tidak hanya memahami pentingnya aksesibilitas, tetapi juga mampu mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam menciptakan solusi yang nyata dan berdampak positif dalam dunia digital. Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi tonggak bagi peningkatan kesadaran dan praktek aksesibilitas di kalangan para profesional dan mahasiswa di berbagai bidang terkait.

 

Masih bingung apa itu aksesibilitas digital dan bagaimana cara mewujudkannya di platform digital pada perusahaan atau organisasimu? Jangan ragu hubungi Project Manager Suarise [email protected] untuk konsultasi lebih lanjut.

Acara ini didukung oleh Information Society Innovation Fund (ISIF Asia) dan APNIC Foundation.

 

*Artikel ini ditulis oleh Revin Leo Warganegara, talent content writer tunanetra Suarise.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
tangkapan layar webinar HDI 2023, Okki Susanto dan penerjemah bahasa isyarat. Tulisan dalam screen You should not be afraid of Artificial Intelligence, you should be afraid of people whou use AI to make their work even better

Suarise konsisten suarakan Urgensi Aksesibilitas Wujudkan sektor Digital Indonesia Ramah Ragam Disabilitas

3360 2100 Iin Kurniati

Siaran Pers Rangkaian Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2023

Jakarta, Desember 2023 –  Memperingati Hari Disabilitas Internasional 2023, Suarise konsisten menyuarakan pentingnya aksesibilitas digital, pemberdayaan tenaga kerja disabilitas serta optimalisasi kecerdasan buatan. Melalui rangkaian kegiatan webinar, accessibility empathy lab pop up experience, serta accessibility bootcamp, Suarise mengajak publik menjadi agen perubahan terpenting wujudkan sektor digital Indonesia ramah ragam disabilitas.

Optimalkan Kecerdasan Buatan dan Kreativitas Tenaga Kerja Disabilitas

Jakarta, 6 Desember 2023 – Menjawab peluang dan tantangan penggunaan kecerdasan buatan di dunia kerja dalam kaitannya dengan tenaga kerja disabilitas, Suarise menyelenggarakan Webinar bertajuk Increasing Employer’s Confidence in Recruiting Workers with Disabilities With Artificial Intelligence (AI) Optimization pada Rabu (6/10) di Jakarta. 

Pesatnya perkembangan teknologi mencetuskan artificial intelligence – kecerdasan buatan (AI) sebagai salah satu alat revolusi industri. AI memungkinkan mesin memahami lingkungan berdasarkan sumber informasi seperti data, suara, hingga gambar yang diproses. Penerapan teknologi AI berkembang ke ranah praktis yang semula sebatas menyelesaikan tugas sederhana menjadi tugas kompleks.

Dampak AI di berbagai industri bisnis bisa sangat kompleks. Pada satu sisi kecerdasan buatan dapat meningkatkan produktivitas kerja dan efisiensi waktu melalui data dan berbagai kemudahan yang ditawarkan. Namun disisi lain keberadaan AI bisa menimbulkan sejumlah permasalahan diantaranya disrupsi pasar kerja, keotentikan suatu karya, hingga masalah etis.

Oleh karena itu, melalui pembuktian manfaat penting dari penggunaan AI, serta kesaksian pemberi kerja yang mengoptimalkan penggunaan AI di dalam perusahaan akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Potensi inilah yang dapat menjadi langkah awal membangun kepercayaan diri perusahaan merekrut pekerja disabilitas dan mengoptimalkan kecerdasan buatan. Sehingga permintaan terhadap tenaga kerja disabilitas bagi perusahaan/organisasi akan makin berkembang. 

Webinar ini merupakan series tahunan Peringatan HDI Suarise bertajuk Disability Confident Employer yang mempertemukan ekspektasi para pemberi kerja dengan kebutuhan dunia industri untuk meningkatkan peluang kerja bagi disabilitas.

Acara yang diperuntukkan bagi praktisi HR, perekrut tenaga kerja, pendiri perusahaan, komunitas disabilitas, dan peminat isu disabilitas ini menghadirkan praktisi kecerdasan buatan, praktisi sumber daya manusia (human resources), serta penulis yang paham soal penggunaan chat GPT sebagai salah satu bentuk AI dan kaitannya dengan tenaga kerja disabilitas. Kehadiran mereka menjadi referensi utama untuk memahami apa itu kecerdasan buatan, bagaimana pemanfaatan AI dalam rekrutmen tenaga kerja, hingga bagaimana optimalisasi penggunaan AI oleh tenaga kerja disabilitas.

Perwakilan Persatuan Manajemen Sumber Daya Manusia (PMSM) Indonesia yakni Ketua Departemen DEI & ESG PMSM Indonesia sekaligus People & Culture Director, PT HM Sampoerna Tbk, Ripy Mangkoesoebroto menjelaskan pentingnya memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para penyandang disabilitas untuk bekerja di perusahaan/organisasi. 

“Mari sama-sama belajar bagaimana mengatasi asumsi dan bias persepsi, menggunakan teknologi untuk mempermudah teman disabilitas agar bisa produktif dan menyatu dengan perusahaan. Kita bisa sama-sama memikirkan opsi terutama penggunaan AI atau teknologi untuk mempermudah perusahaan maupun pencari kerja disabilitas supaya bisa saling produktif, saling membantu, untuk sama-sama saling berkembang,” ungkapnya.

tangkapan layar kiri atas aria ghora prabono, AI research enginer, kanan atas Rahma Utami knowledge and accessibility director Suarise, dan tengah bawah penerjemah bahasa isyarat

Dokumentasi: Tangkapan Layar pemateri Aria Ghora yang sedang berdiskusi bersama founder Suarise Rahma Utami mengenai perkenalan dan perkembangan Artificial Intelligence didampingi juru bahasa isyarat dalam rangkaian Hari Disabilitas Internasional 2023 di Jakarta, 06/12/23

Pada sesi pengantar kecerdasan buatan, AI research engineer di EAGLYS Tokyo Jepang, Aria Ghora memperkenalkan apa itu kecerdasan buatan atau AI hingga apa hubungan antara AI dengan disabilitas. Aria cukup yakin bahwa AI berpotensi besar mendukung pemberdayaan disabilitas dengan memberikan solusi untuk meningkatkan kualitas hidup dan kemandirian, khususnya di lingkungan kerja.

“Dampak perkembangan AI yang membahayakan tentu ada. Namun dilihat dari sisi baik, AI berperan menunjang inklusivitas bagi disabilitas, khususnya di lingkungan kerja. Ini bukan soal menggantikan manusia dengan mesin, tetapi ini soal empowering atau pemberdayaan. Bagaimana menciptakan lingkungan yang beragam dan inklusif sehingga semua orang bisa berkontribusi setara walau dalam keterbatasan. Kita bisa mewujudkan dunia dengan segala keragamannya dalam harmoni,” jelas Aria.

Selanjutnya pada sesi kedua, Irma Suryaningsih, Head of HR Rey.id memaparkan soal bagaimana membangun organisasi sehat dengan inklusivitas perusahaan serta hubungan kemajuan kecerdasan buatan dengan HR dan tenaga kerja disabilitas. Pada awal pemaparan Irma meyakinkan para HR dan perwakilan perusahaan yang hadir dalam acara ini untuk yakin merekrut tenaga kerja disabilitas karena dapat meningkatkan employer branding melalui diversitas dan inklusivitas, meningkatkan kreativitas dan inovasi perusahaan, serta menyesuaikan kebutuhan pasar.

Kemudian terkait hubungan antara penggunaan AI, HR, dan tenaga kerja disabilitas Irma menjelaskan urgensi menggandengkan teknologi dan manusia. “Kalau cuma mengandalkan AI tidak akan ada human touch. Kita punya skill set, kita tahu kekurangan kita dimana. Jadi andalkan teknologi untuk mengisi kekurangan kita, doing research dan sebagainya. Jangan sampai kita hanya memakai teknologi saja itu salah. Teknologi dipakai, skill set ditambah, hasilnya akan makin maksimal,” terangnya.

Terakhir pada sesi terakhir, Writer and Entrepreneur, Okki Sutanto menjelaskan tentang Meningkatkan kepercayaan perusahaan dalam merekrut tenaga kerja disabilitas dengan optimalisasi Artificial Intelligence (AI). Okki menuturkan bahwa AI itu sangat berguna tergantung bagaimana cara manusia memanfaatkannya.

“Artificial Intelligence cuma alat yang bisa membantu kita. Tergantung kita mau memanfaatkannya dengan maksimal atau tidak, kita memanfaatkan untuk kebaikan atau enggak. AI saat ini masih jauh dari sempurna, masih terus berubah. Dengan panduan yang jelas (maka) AI atau chat GPT bisa membantu pekerja maupun para pemberi kerja untuk sama-sama untuk memaksimalkan hasil kerja mereka. Pada ujungnya akan membawa manfaat secara ekonomi untuk perusahaan dan kita semua bagi umat manusia,” ujar Okki.

Accessibility Empathy Lab Pop Up Terakhir tahun 2023

seorang pria teman netra sedang mengajarkan pengunjung wanita membaca dan mengetik tanpa melihat. Mereka menggunakan headset bersama untuk mendengar pembaca layar membacakan dokumen

Seorang volunteer teman netra sedang mengajak pengunjung mencoba membaca dokumen menggunakan pembaca layar – screen reader, 10/12/23

Solo, 9 Desember 2023 – Suarise menjadi bagian Perayaan Urban Social Forum (USF) ke sepuluh di SMP Negeri 10 Surakarta Jawa Tengah bersama Yayasan Kota Kita. USF merupakan sebuah ruang untuk memperkuat solidaritas antara para aktor masyarakat sipil yang selama ini telah bergerak untuk mewujudkan kota yang lebih baik untuk semua. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, Suarise berperan sebagai salah satu kolaborator yang menyelenggarakan Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience (booth). 

Mengusung semangat ‘Another City is Possible’, kegiatan USF ini menekankan pentingnya advokasi demi mendorong kota-kota di Indonesia yang berkeadilan sosial, inklusif, demokratis, serta masyarakat yang aktif dengan kewarganegaraannya. Keberadaan Suarise pada USF mendorong lahirnya ruang diskusi terbuka yang inklusif untuk berbagi gagasan, bertukar pengalaman, dan pengetahuan seputar urgensi aksesibilitas digital bagi pembangunan kota yang lebih baik di Indonesia.

Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience dalam USF merupakan kegiatan pertama yang diselenggarakan di Surakarta, Jawa Tengah. Kegiatan yang sekaligus menutup rangkaian Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience tahun 2023 ini bertujuan memperluas kesadaran para praktisi kota, organisasi masyarakat sipil, komunitas pegiat pembangunan kota yang lebih baik tentang urgensi aksesibilitas digital. Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience mengajak masyarakat memahami tantangan aksesibilitas serta solusi akomodatif atas pemanfaatan teknologi guna membantu keseharian teman-teman disabilitas yang bermanfaat untuk diterapkan dalam pembangunan kota yang inklusif bagi semua.

Tak kurang dari sembilan skenario perkenalan teknologi asistif bagi disabilitas disajikan untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan para pegiat dan praktisi pembangunan kota inklusif. Suarise menghadirkan berbagai aktivitas bagi para pengunjung, diantaranya: mencoba fitur aksesibilitas di playstation ‘Last of Us 2’, menambahkan alt text di media sosial, pesan perjalanan atau pesan makanan pada aplikasi ojek online menggunakan pembaca layar (screen reader), mengetik di Microsoft Word menggunakan screen reader tanpa melihat layar, dan sejumlah aktivitas menarik lainnya.

team Suarise berpose bersama para volunteer Accessibility ELP di kota Surakarta di depan booth Suarise

Tim Suarise bersama para volunteer Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience di SMP Negeri 10 Surakarta, Jawa Tengah, 10/12/23

Pada akhirnya, kegiatan Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience ini sejalan dengan energi positif yang diusung oleh USF berupa pemikiran, kepercayaan diri, dan harapan bahwa ‘another city’ (kota yang memberi kehidupan untuk semua, termasuk bagi teman-teman disabilitas) adalah mungkin melalui kerja dan semangat seluruh warga kota.

Accessibility Bootcamp Pertama di Indonesia

Menutup rangkaian Hari Disabilitas Internasional 2023, Suarise membuka Accessibility Bootcamp (A11yID Bootcamp) GRATIS. Kegiatan ini merupakan sebuah workshop intensif selama dua bulan yang ditujukan bagi para UI/UX/Product Desainer, UX researcher, UX writer, web developer untuk belajar mengenai aksesibilitas digital dan menerapkannya dalam produk-produk digital.

Kegiatan ini akan berlangsung mulai bulan Januari hingga Maret 2024 ini diperuntukkan bagi para kalangan profesional dan mahasiswa yang lulus tes kompetensi dasar. Setiap peserta akan belajar berbagai hal, mulai dari pengenalan aksesibilitas digital, prinsip-prinsip aksesibilitas digital, pedoman desain pengalaman pengguna (UX) yang aksesibel, pedoman pengembangan web yang aksesibel, persona dan riset pengguna disabilitas, teknis coding (untuk developer), dan berbagai hal lain seputar aksesibilitas digital.

Setiap peserta akan diseleksi mulai dari knowledge based competency test, motivation – essay test, hingga professional background. Bagi para peserta yang tertarik mengikuti kegiatan ini, waktu registrasi dan seleksi akan diselenggarakan selama bulan Desember 2023. Caranya dengan submit pendaftaran via Microsoft Form dan mengerjakan Assessment test via Algobash.

Rangkaian kegiatan HDI 2023 berupa Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience dan Accessibility Bootcamp didukung oleh hibah dari Information Society Innovation Fund (ISIF Asia) dan APNIC Foundation.

Tentang Penyelenggara

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Suarise untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional 2023. Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan. Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

ISIF ASIA memberikan dukungan bagi untuk proyek-proyek yang berkontribusi pada pertumbuhan teknologi Internet dan TIK untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Bootcamp, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. ISIF ASIA bertujuan untuk mendukung inisiatif yang menangani masalah terkait Internet seperti akses, keterjangkauan, keamanan dunia maya, privasi online, hak digital, dan pengembangan konten lokal. ISIF ASIA mendorong pendekatan inovatif, kolaborasi, dan pembangunan kapasitas di kawasan. Program ini dilaksanakan oleh Pusat Informasi Jaringan Asia Pasifik (APNIC), sebuah registri Internet regional, dan telah mendukung proyek sejak didirikan pada tahun 2008. Pendanaan dan dukungan yang diberikan oleh ISIF ASIA telah berkontribusi pada berbagai inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan. dampak positif pada pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.

 

 

Kontak Suarise 

Public Relations: [email protected]

www.suarise.com 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
seorang pria teman netra sedang berdiri di depan kelas sambil memberi penjelasan di depan para peserta lain, termasuk ada seorang wanita dengan kursi roda dan beberapa orang lainnya

Apa Itu Aksesibilitas Digital di Kampus, Temukan Jawabannya Di Sini!

1920 1080 Iin Kurniati

Saat ini beberapa perguruan tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta sudah mulai terbuka menerima mahasiswa disabilitas. Hal ini adalah sesuatu yang positif. Penerimaan mahasiswa disabilitas merupakan salah satu upaya menuju perguruan tinggi atau kampus inklusi. Ketika sudah menerima mahasiswa disabilitas kampus harus menerapkan pendidikan inklusi. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan inklusi adalah penerapan aksesibilitas digital. Memang mengapa penting untuk menerapkan aksesibilitas digital di kampus dan bagaimana caranya?

Mengapa Aksesibilitas Digital di Kampus Penting?

Sebagian besar kampus di Indonesia mulai menerapkan pembelajaran yang memanfaatkan platform digital seperti Learning Management Sistem (LMS) berbentuk website atau aplikasi. Pengerjaan kuis, mempelajari modul, mengumpulkan tugas, dan kegiatan belajar mengajar lainnya  dilakukan melalui LMS tersebut. Penerapan aksesibilitas digital akan membuat semua mahasiswa memiliki kesempatan yang sama dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar secara optimal termasuk mahasiswa disabilitas.

Apa Itu Kampus Inklusi

Setelah kamu mengetahui pentingnya aksesibilitas digital di kampus, kamu juga harus tahu terlebih dahulu apa itu kampus inklusi. Kampus inklusi merupakan kampus yang terbuka untuk semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Dalam pelaksanaannya, kampus  berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan dalam berbagai hal melalui akomodasi program dan ketersediaan layanan bagi penyandang disabilitas.

Apakah di Indonesia ada Kampus Inklusi?

Terdapat sejumlah kampus inklusi di Indonesia. Pertama, ada Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (disingkat UIN Suka). Pada 2 Mei 2007 kampus yang terletak di Yogyakarta ini mendirikan Pusat Layanan Disabilitas (PLD) yang menjadi penanda UIN Suka sebagai kampus inklusi.

Kampus inklusi lain di Indonesia adalah Universitas Brawijaya (UB). Sama seperti UIN Suka, UB juga memiliki PLD yang didirikan pada 19 Maret 2012.

Selain kedua kampus di atas, menurut laman Kemendikbud terdapat 59 kampus yang memiliki layanan serupa antara lain Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Sebelas Maret, dan Universitas Pamulang. Sebagai informasi data tersebut hanya mencakup kampus yang berada di bawah Kemendikbud.

Bagaimana Kriteria Kampus Dapat Dikatakan Inklusi?

Sampai tulisan ini dipublikasikan belum ada regulasi resmi dari pemerintah Indonesia yang mengatur tentang kriteria kampus dapat dikatakan inklusi. Namun, berdasarkan ketiga contoh kampus inklusi di atas, terdapat sejumlah layanan yang diberikan kepada mahasiswa disabilitas sehingga dapat dikategorikan sebagai kampus inklusi.

Memberi Kesempatan Mahasiswa Disabilitas Untuk Mengikuti Seleksi Masuk Perguruan Tinggi

Setiap kampus inklusi harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang termasuk disabilitas untuk mengikuti proses seleksi masuk perguruan tinggi dari semua jalur. Di UIN Suka, UNS, dan UB menyediakan jalur seleksi khusus untuk disabilitas melalui seleksi mandiri jalur disabilitas. Pada seleksi ini terdapat sejumlah tahapan yakni tes tertulis dan wawancara. Saat sesi wawancara, disabilitas sebagai calon mahasiswa akan diwawancarai oleh pengelola program studi yang dituju.

Tahun ini di UB seluruh proses seleksi mandiri jalur disabilitas dilakukan sepenuhnya secara daring. Hal yang sama juga berlaku di seleksi mandiri disabilitas UIN suka dan UNS. Ketiga kampus ini memberikan akomodasi kepada calon mahasiswa disabilitas untuk mempermudah dalam mengikuti proses seleksi. Contoh akomodasi yang diberikan adalah menyesuaikan bentuk soal dan waktu pada tes tertulis.

Apakah Disabilitas Hanya Bisa Masuk Ke Perguruan Tinggi Melalui Jalur Seleksi Disabilitas?

Sebagai informasi disabilitas tidak harus mengikuti jalur seleksi disabilitas saat ingin masuk ke perguruan tinggi. Disabilitas dapat mengikuti seluruh jalur termasuk jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) dan Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) yang diadakan Kemendikbud. Kedua jalur tersebut juga sudah mengakomodasi penyandang disabilitas.

Contoh untuk tunanetra dalam mengikuti SNBT. Tunanetra mengerjakan sendiri tes tertulis menggunakan komputer yang telah terinstal pembaca layar. Pengerjaan tes ini dilakukan di ruangan terpisah dari peserta awas. Aplikasi tes yang digunakan sudah sepenuhnya aksesibel dengan pembaca layar. Bentuk soalnya telah disesuaikan dengan kondisi tunanetra seperti tidak ada soal berupa gambar atau aspek visual lainnya Kemendikbud juga menyediakan pendamping untuk setiap calon mahasiswa untuk membantu jika tunanetra menemui kendala menggunakan komputer. 

Memiliki Unit Layanan Disabilitas

Kriteria kampus inklusi selanjutnya adalah memiliki unit layanan disabilitas (ULD) atau lembaga dengan fungsi serupa. Pembentukan ULD ini merupakan kewajiban bagi perguruan tinggi yang memiliki mahasiswa disabilitas. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 13 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Merujuk PP tersebut, terdapat tujuh fungsi ULD yaitu:

  1. meningkatkan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan di pendidikan tinggi dalam menangani Peserta Didik Penyandang Disabilitas;
  2. mengkoordinasikan setiap unit kerja yang ada di perguruan tinggi dalam pemenuhan kebutuhan khusus Peserta Didik Penyandang Disabilitas;
  3. mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan Akomodasi yang Layak;
  4. menyediakan layanan konseling kepada Peserta Didik Penyandang Disabilitas;
  5. melakukan deteksi dini bagi Peserta Didik yang terindikasi disabilitas;
  6. merujuk Peserta Didik yang terindikasi disabilitas kepada dokter, dokter spesialis, dan/atau psikolog klinis; dan
  7. memberikan sosialisasi pemahaman disabilitas dan sistem pendidikan inklusi kepada Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Peserta Didik.

Menyediakan Sarana Prasarana yang Aksesibel

Terakhir kampus inklusi harus menyediakan sarana dan prasarana yang aksesibel. Sarana dan prasarana di sini meliputi pendamping bahasa isyarat untuk membantu disabilitas tuli serta pendamping orientasi mobilitas untuk membantu disabilitas netra.

seorang pria teman netra sedang berjalan di atas guiding block di tengah jalan sambil menggunakan tongkat

Guiding block berfungsi membantu memandu tunanetra berjalan di trotoar agar tidak menabrak

Hal lain yang harus diperhatikan adalah membuat bangunan gedung dengan fasilitas yang ramah disabilitas seperti tempat parkir khusus, lerengan (ramp) dan menyediakan toilet khusus untuk pengguna kursi roda , guiding block dan lift yang dilengkapi penanda tulisan braille bagi tunanetra, dan lain-lain.

Tidak hanya itu, seperti penjelasan pada awal tulisan ini, kampus harus menyelenggarakan pendidikan inklusi dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satunya dengan menyediakan konten pembelajaran yang bisa diakses. Pendidikan inklusi bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik, termasuk disabilitas. Cara agar konten bisa diakses adalah dengan memperhatikan aspek aksesibilitas digital. Mengapa aksesibilitas penting?

Baca juga: Aksesibilitas Digital Penting: Apakah Hanya Untuk Disabilitas?

Aksesibilitas Digital di Kampus Telah Diatur Dalam Undang-Undang

Ya kamu tidak salah baca. Masalah aksesibilitas digital di kampus sebenarnya juga sudah diatur oleh peraturan pemerintah nomor 13 tahun 2020. Pasal yang mengatur masalah ini adalah pasal lima ayat dua dan pasal empat belas huruf F.

Pasal 5 ayat 2 menyatakan “Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan melalui pengadaan dan/atau pemeliharaan sarana dan prasarana yang memenuhi aspek aksesibilitas bangunan dan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan pasal 14F yang berbunyi “penerapan standar laman yang aksesibel dalam penggunaan teknologi, aplikasi, dan peralatan berbasis teknologi baik dalam sistem pendaftaran, administrasi, proses belajar mengajar, maupun evaluasi”

Kedua pasal di atas memang tidak menyebutkan kata “aksesibilitas digital” secara tersurat. Namun, penerapan standar laman yang aksesibel dalam penggunaan teknologi memiliki makna serupa dengan aksesibilitas digital.

Cara Menerapkan Aksesibilitas Digital di Kampus

Dengan adanya peraturan di atas, tentunya kampus-kampus di Indonesia diharapkan segera mengimplementasikan aksesibilitas digital. Cara-cara di bawah ini dapat dilakukan untuk memulai penerapan aksesibilitas digital di kampus.

Pastikan Sudah Memenuhi Standar Aksesibilitas Digital

Cara pertama adalah pastikan website, aplikasi, dan alat digital lain di kampus yang digunakan dalam proses pembelajaran sudah memenuhi standar aksesibilitas digital. Salah satu standar yang sering digunakan adalah standar ADA.

Pastikan Konten Aksesibel

Tidak hanya website dan aplikasi, pastikan konten yang diunggah ke website atau aplikasi juga harus memenuhi standar aksesibilitas digital. Contoh konten aksesibel adalah menyediakan alt text  untuk membantu tunanetra memahami isi gambar dan caption untuk membantu tuli memahami isi video. Kampus dapat bekerjasama dengan mitra yang kredibel dan berkomitmen menyediakan konten aksesibel.

Pantau dan Awasi

Selanjutnya kampus harus selalu mengawasi dan memantau agar konten dan aplikasi tadi tetap menerapkan aksesibilitas digital. Kampus dapat menunjuk unit IT, pusat layanan disabilitas, atau membuat unit khusus untuk mengawasi aksesibilitas digital. Jika memungkinkan semua departemen di kampus memiliki perwakilan anggota di unit itu untuk memaksimalkan pengawasan.

Tanamkan Aksesibilitas Digital ke Dalam Proses Kelembagaan

Lalu, kampus dapat menanamkan aksesibilitas digital ke dalam proses kelembagaan. Apabila semua pemangku kepentingan terkait di kampus memiliki aksesibilitas digital yang baik tentu mereka akan selalu menerapkan prinsip-prinsip aksesibilitas digital di setiap proses pembelajaran.

Lakukan Pelatihan Terkait Aksesibilitas Digital

Terakhir, cara mewujudkan poin sebelumnya adalah dengan cara memberi pelatihan kepada seluruh pemangku kepentingan di kampus. Materi awal yang dapat diberikan dalam pelatihan adalah hal-hal dasar penting tentang aksesibilitas digital.

Tertarik Mengimplementasikan Aksesibilitas Digital di Kampus?

Jika kamu adalah pengelola kampus yang peduli dengan aksesibilitas digital dan ingin mulai mengimplementasikannya di institusimu, Suarise menawarkan layanan Konsultasi, riset, audit dan pelatihan mengenai aksesibilitas digital. Suarise akan membantu membuat konten di platform digital kampusmu meliputi website, aplikasi, dan media sosial agar bisa diakses oleh semua orang termasuk pengguna dengan kondisi disabilitas.

Suarise juga memiliki layanan Remediasi dokumen inklusi. Layanan ini adalah layanan untuk perbaikan dokumen agar lebih mudah diakses baik dengan atau tanpa teknologi asistif. Jadi, bagi kampus yang sudah memiliki konten pembelajaran tidak perlu lagi membuat konten baru.

Suarise didukung oleh tenaga berpengalaman sehingga tidak perlu ragu. Hubungi kami sekarang dan Mari bersama-sama jadikan kampus di Indonesia lebih inklusi!

tangkapan layar A11y (alliaidi) Sharing session ke delapan tentang delapan tools untuk memulai aksesibilitas digital di website atau aplikasi. Berisi informasi dasar bahwa kesetaraan akses diperlukan oleh 22,8 juta penduduk dengan disabilitas di Indonesia

A11yID sharing session adalah kegiatan seminar / webinar yang diselenggarakan Suarise untuk membahas isu seputar aksesibilitas digital, termasuk penerapan aksesibilitas digital di kampus (dok. suarise)

Jika kamu tertarik untuk mengimplementasikan aksesibilitas digital di kampusmu tetapi bingung bagaimana cara memulainya kamu dapat menonton A11yID sharing session bertajuk “A11yID #8: 8 Tools untuk Memulai Aksesibilitas Digital di Website/App” yang diselenggarakan Suarise. Sesuai judulnya, di sini kamu dikenalkan dengan delapan tools untuk membuat aksesibilitas digital pada aplikasi dan website. Kamu dapat menontonnya melalui tautan ini!

***

 

Artikel ini disusun oleh talents Suarise, Bayu Aji Firmansyah

Bila tertarik menggunakan jasa content writer talents Suarise, hubungi Project Manager Suarise [email protected]

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
seorang teman netra sedang melakukan uji aksesibilitas digital pada platform digital pemerintahdi atas panggung

Keterbukaan Informasi Publik: Aksesibilitas untuk Disabilitas

2560 1440 Iin Kurniati

Keterbukaan dan akses terhadap informasi publik merupakan hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik mengatur bahwa penyelenggaraan negara harus dilakukan secara terbuka atau transparan. Undang-Undang itu menjamin memenuhi hak semua kalangan termasuk penyandang disabilitas untuk memperoleh informasi publik.

Keterbukaan yang dimaksud adalah informasi publik tersebut harus aksesibel agar semua kalangan bisa mengaksesnya. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan negara dapat diawasi oleh publik dan keterlibatan masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik semakin tinggi. Pertanyaannya apakah hal ini sudah terlaksana dengan baik, khususnya keterbukaan informasi publik bagi disabilitas?

Bagaimana Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia

Sebelum membahas apakah penyandang disabilitas bisa mengakses dan memahami informasi publik yang disampaikan oleh pemerintah, mari ketahui terlebih dahulu bagaimana keterbukaan informasi publik secara umum. Mengutip laman Komisi Informasi Pusat, Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) pada 2023 berada dalam kategori sedang yaitu 75,40 poin. IKIP disusun untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan keterbukaan informasi publik di level lokal hingga level nasional yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan publik sekaligus meningkatkan akuntabilitas kinerja lembaga.

Apakah Penyandang Disabilitas Bisa Mengakses Informasi Publik?

Sayangnya skor indeks di atas belum bisa memberi gambaran apakah informasi publik dari pemerintah bisa diakses oleh semua kalangan. Pada kenyataannya sering kali penyandang disabilitas masih menemui kendala dalam mengakses informasi publik yang disampaikan pemerintah melalui berbagai saluran seperti situs web, media sosial, televisi, dan radio.

Apa faktor penyebabnya?

Ada beberapa faktor yang menjadi kendala bagi disabilitas dalam mengakses informasi publik dari pemerintah. Kurangnya fitur aksesibilitas, seperti teks, juru bahasa isyarat, deskripsi audio, teks alternatif, serta pemanfaatan teknologi asistif. Faktor lainnya adalah dari segi ekonomi yakni banyak disabilitas yang tidak mampu memiliki gawai dan rendahnya kompetensi disabilitas dalam menggunakan platform digital. Selain itu, kurangnya infrastruktur pendukung yang mumpuni di daerah seperti tidak meratanya akses internet semakin menambah hambatan disabilitas dalam mengakses informasi publik dari pemerintah.

Hambatan ini tentu bukan kabar baik. Informasi publik dari pemerintah harus bersifat setara untuk semua kalangan. Penyandang disabilitas juga memiliki hak untuk mengetahui informasi publik dari pemerintah. Apa lagi Indonesia telah menjamin kesetaraan hak disabilitas melalui kesepakatan dengan konvensi PBB Convention on the Rights of Persons with Disabilities. 

Baca juga: Kesetaraan Hak bagi Tunanetra

Kendala Apa yang Ditemui Penyandang Disabilitas dalam Mengakses Informasi Publik?

Ilustrasi gambar tangan di depan laptop mengakses website dengan captcha tanpa audio

Captcha berfungsi penting sebagai fitur keamanan, tetapi sejumlah captha tidak aksesibel bagi disabilitas tertentu. Contoh disabilitas netra tidak dapat menggunakan captha berjenis visual atau tanpa audio (free pic)

Kendala yang ditemui penyandang disabilitas dalam mengakses informasi publik di ranah digital berbeda-beda. Hal ini karena tiap disabilitas memiliki hambatan masing-masing.

Kendala Disabilitas Tuli

Kendala disabilitas tuli terletak pada sektor pendengaran atau audio. Hal ini menyebabkan penyandang tuli hanya bisa mengakses informasi berupa visual atau teks saja. Sehingga mereka membutuhkan bahasa non-verbal dalam berinteraksi, alat bantu pendengaran, subtitle, atau penyediaan juru bahasa isyarat untuk memahami pesan berbentuk audio.

Kendala Disabilitas Tunanetra

Sementara itu kendala tunanetra adalah dalam hal visual. Disabilitas netra memerlukan deskripsi gambar untuk memahami pesan yang berbentuk visual serta aplikasi dengan coding yang benar agar bisa terbaca screen reader. Sebagai informasi screen reader adalah perangkat lunak yang ada di smartphone dan komputer yang berfungsi membacakan setiap item yang ada di layar.

Kendala lain adalah kesalahan persepsi sebagian besar masyarakat yang menganggap difabel membutuhkan aplikasi berbeda (dirancang khusus), format bagi difabel harus selalu dibedakan dari masyarakat non-disabilitas, dan mengembangkan accessible information memerlukan biaya mahal atau memerlukan alat tersendiri. Contoh kesalahan persepsi ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

Apa Upaya Pemerintah Untuk Memenuhi Akses Informasi Publik?

Video Kemenkeu yang berisi penjelasan posisi utang pemerintah per akhir April 2023 dengan rasio utang 38,15% dari PDB. Pembicara menjelaskan apakah utang kita aman atau enggak?

Salah satu cuplikan video milik pemerintah dengan disertai subtitle yang memudahkan pembaca (dokumentasi MK+ atau majalah Media Keuangan Plus dari Youtube kemenkeuri)

Pemerintah sendiri telah berupaya mengakomodasi kebutuha

Pemerintah sendiri telah berupaya mengakomodasi kebutuhan disabilitas dalam mengakses informasi publik. Seperti menyediakan subtitle atau menyediakan juru bahasa isyarat dalam konten audio dan video. Namun, sering kali subtitle atau juru bahasa isyarat yang disediakan tidak terlihat karena ukuran dalam tayangan yang kecil. Sedangkan, untuk fitur deskripsi gambar sayangnya belum disediakan.

Dalam beberapa kasus pemerintah menambahkan fitur suara pada website-nya. Hal ini dilakukan karena anggapan fitur suara tersebut akan mempermudah disabilitas netra menjelajahi isi website tersebut. Padahal langkah ini sebenarnya malah mempersulit disabilitas netra menjelajahi isi konten website karena suara website bertabrakan dengan suara screen reader.

Apa Dampaknya Bagi Disabilitas

seorang teman netra sedang melakukan uji aksesibilitas digital pada platform digital pemerintahdi atas panggung

Ega, talents Suarise sedang melakukan uji aksesibilitas digital pada platform pemerintah milik Kementerian Keuangan (foto by Suarise)

Dampak dari tidak aksesnya informasi publik yakni sulitnya penyandang disabilitas menyalurkan opini akibat tidak bisa mengakses program dan layanan pemerintah. Seperti yang ditunjukkan M Rezha Akbar, talents tunanetra Suarise, ketika mendemonstrasikan aksesibilitas digital pada website kemenkeu, website PPID kemenkeu, dan aplikasi mobile pajak dalam Workshop Mewujudkan Layanan Komunikasi dan Informasi Publik yang Ramah bagi Penyandang Disabilitas.

Demonstrasi tersebut menunjukkan bahwa website kemenkeu, website PPID Kemenkeu, dan aplikasi pajak belum sepenuhnya mudah diakses. Terdapat beberapa item yang tidak terbaca oleh screen reader atau tidak memenuhi kaidah aksesibilitas digital. Hal ini membuat Ega kesulitan ketika ingin mencari informasi yang dibutuhkan.

Masih dalam acara yang sama, perwakilan disabilitas netra yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di salah satu Kementerian yakni Alfian Andhika Yudistira menceritakan pengalamannya saat mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Kala itu, Alfian salah menggunakan pakaian akibat informasi di media sosial instagram mengenai aturan penggunaan pakaian tertentu tidak menyertakan alt text atau deskripsi gambar. Hal ini menyebabkan Alfian ketinggalan informasi karena tidak bisa mengetahui isi aturan yang hanya disampaikan dalam bentuk visual. Dua kasus di atas hanya contoh kecil dampak yang ditimbulkan dari tidak aksesnya informasi publik oleh pemerintah.

Baca juga: Mandiri Dalam Keterbatasan Dengan Internet Tanpa Batas

Apa yang Harus Dilakukan Untuk Memperbaiki Keterbukaan Informasi Publik?

Salah satu gagasan untuk mengatasi permasalahan tidak aksesnya informasi publik berdasarkan workshop adalah pentingnya kolaborasi antar para pemangku kepentingan. Pemerintah perlu membuat standar operasional sebagai dasar aturan agar website dan aplikasi bisa diakses.

Dalam merancang standar operasional ini pemerintah perlu melibatkan partisipasi dari pihak lain seperti organisasi yang benar-benar paham mengenai isu aksesibilitas digital serta pihak disabilitas sebagai user yang nantinya akan menikmati website dan aplikasi tersebut. Keterlibatan yang dimaksud adalah tidak hanya dari segi evaluasi saja tetapi juga pelibatan sejak awal (perencanaan).

Suarise sebagai organisasi yang berfokus di bidang aksesibilitas digital turut berkontribusi dengan cara aktif memberi sosialisasi pentingnya membangun lingkungan digital yang inklusif. Saat ini Suarise juga terlibat dalam penyusunan petunjuk teknis terkait aksesibilitas digital bagi kelompok disabilitas di Indonesia.

Upaya lain yang dilakukan Suarise untuk meningkatkan keterbukaan informasi publik yakni merancang sebuah aplikasi yang berfungsi menampung laporan dari rekan-rekan disabilitas jika menemukan website atau aplikasi digital yang tidak akses kemudian meneruskannya ke pihak terkait. Harapan pembuatan aplikasi ini agar para pihak terkait segera memperbaiki agar bisa diakses kembali.

Jika kamu ingin tahu mengenai projek ini dan projek-projek lain yang sedang dikerjakan Suarise kamu bisa mengikuti media sosial Suarise dan kalau kamu ingin mengetahui cerita bagaimana pengalaman penyandang disabilitas mengakses website pemerintah serta upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah, tonton ulang Workshop Mewujudkan Layanan Informasi Publik yang Ramah bagi Disabilitas di Youtube Suarise!

 

*Artikel ini disusun oleh talents Suarise, Bayu Aji Firmansyah

Bila tertarik menggunakan jasa content writer talents Suarise, hubungi Project Manager Suarise [email protected]

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Press Release – Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience Tingkatkan Edukasi Mahasiswa soal Aksesibilitas Digital

150 150 Iin Kurniati
dua orang MC wanita di auditorium sedang membuka acara dengan latar bertuliskan digital accessibility introduction

Pembukaan acara Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience di auditorium Binus International FX Campus (doc. internal Suarise)

Sebagai upaya meningkatkan edukasi mahasiswa mengenai pentingnya aksesibilitas digital di tanah air, Suarise menggandeng Fakultas School of Computing and Creative Arts, Binus University International FX Campus menyelenggarakan Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience di Jakarta (26/05).

Mengusung tema Pengenalan Accessibility (A11y) pada Platform dan Dokumen Digital, kegiatan ini diselenggarakan sebagai bagian dari Peringatan Hari Kesadaran Aksesibilitas Global (Global Accessibility Awareness Day – GAAD) Tahun 2023. Tingginya antusiasme para akademisi termasuk para dosen dan mahasiswa dalam komunitas A11yID yang diusung Suarise, membuat Suarise berinisiasi memperluas edukasi mengenai aksesibilitas digital di level perguruan tinggi.

Suarise menyelenggarakan kegiatan luring (offline) pertama tahun 2023 yang melibatkan civitas academica untuk membagi pengalaman dan pengetahuan seputar aksesibilitas digital dalam Accessibility Class melalui dukungan pendanaan dari ISIF ASIA. Kegiatan ini juga dilengkapi dengan Empathy Lab Pop Up Experience berupa aktivitas interaktif untuk memahami tantangan aksesibilitas digital dan solusi akomodatif dari pemanfaatan teknologi yang digunakan dalam membantu keseharian teman-teman disabilitas. A11y Empathy Lab Pop Up Experience ini juga menjadi kegiatan berskala medium pertama yang diselenggarakan Suarise dengan menyajikan 40 dari total 50 skenario perkenalan penerapan teknologi bagi disabilitas.

Kegiatan A11y Empathy Lab Pop Up Experience bertujuan menjembatani kesenjangan pengetahuan masyarakat tentang interaksi penyandang disabilitas dengan teknologi, diantaranya bagi teman netra, teman tuli, disleksia, daksa, dan buta warna. Kegiatan ini berupaya menjawab bagaimana tantangan dan solusi teknologi yang tersedia, mulai dari akomodasi hingga teknologi asistif yang digunakan teman-teman disabilitas dalam kehidupan sehari-hari.

Kepala Program Komunikasi Binus University International fX Campus, Dian Sarwono, menyampaikan bahwa kolaborasi ini berperan penting untuk menyebarluaskan lebih banyak informasi kepada publik, khususnya civitas akademik. 

“Kami mendengar ada berbagai inovasi (teknologi terkait aksesibilitas) tetapi kami tidak tahu bagaimana inovasi itu bekerja, apa tantangan yang dihadapi, dan apa yang bisa kita lakukan. Kita juga tahu bahwa perlu lebih banyak upaya dan proses untuk memperkenalkan aksesibilitas digital. Oleh karena itu kami bekerja bersama untuk meningkatkan awareness (kesadartahuan) tentang aksesibilitas digital dan pentingnya aksesibilitas digital di Indonesia. Kami berharap kita akan menyelenggarakan proyek lain di masa mendatang, ujarnya.”

Dalam presentasinya, Rahma Utami, Direktur Suarise menyatakan bahwa acara ini secara tidak langsung menjadi Peluncuran kegiatan A11y Empathy Lab Pop Up Experience pertama di Indonesia. Rahma menekankan pentingnya aksesibilitas digital untuk digunakan dalam website, aplikasi digital, maupun platform digital lainnya terlepas dari kemampuan ataupun perbedaan cara, dengan atau tanpa teknologi asistif.

“Aksesibilitas digital penting karena memungkinkan masyarakat untuk mencari, mengakses, mengeksplorasi informasi daripada menunggu. Kita dapat menciptakan kebebasan bagi seluruh lapisan masyarakat (mewujudkan hak asasi manusia), ungkapnya.”

Pada akhirnya, aksesibilitas digital tidak hanya penting agar website, aplikasi, maupun konten digital bisa ramah dan layak disabilitas, tetapi juga berguna untuk meningkatkan performa produk tersebut, serta membuka mata semua pihak bahwa tantangan mewujudkan aksesibilitas digital ini tugas kita bersama.

 

Demo Aksesibilitas Digital 

teman netra perempuan berdiri di auditorium untuk memperkenalkan diri, namanya Yani

Aryani, talent tunanetra Suarise, memperkenalkan diri sebelum melakukan uji aksesibilitas digital untuk website dan platform digital (doc. internal Suarise)

Disamping membahas mengenai urgensi aksesibilitas digital, para mahasiswa dan civitas academica juga disajikan demo aksesibilitas digital oleh teman disabilitas. Kegiatan ini dilakukan untuk menguji apakah suatu platform digital, seperti website, aplikasi digital, maupun media sosial mudah diakses bagi disabilitas, baik dengan menggunakan pembaca layar, menggunakan keyboard tanpa mouse, desain inklusif, serta berbagai kaidah lain yang sesuai kaidah WCAG (Web Content Accessibility Guideline). Demo aksesibilitas digital ini bertujuan memahami tantangan aksesibilitas digital yang dihadapi teman-teman disabilitas.

 

A11y Empathy Lab Pop Up Experience

seorang pria sedang bermain play station yang ramah bagi disabilitas ditemani oleh dua orang volunteer

Salah satu aktivitas skenario Empathy Lab Pop Up Experience mengajak peserta bermain game Last of Us 2 yang memenuhi unsur aksesibilitas digital (doc. internal Suarise)

Kegiatan A11y Empathy Lab Pop Up Experience memiliki sejumlah skenario interaktif yang membangun keterlibatan bagi peserta. Aktivitas ini memungkinkan peserta memahami solusi akomodatif dan teknologi yang membantu keseharian disabilitas. Dalam kegiatan ini, Suarise menyiapkan sejumlah aktivitas interaktif bagi para peserta, diantaranya play station accessibility, pameran foto ‘imaji visual’ karya Dhemas Reviyanto fotografer Antara, accessible fashion karya desainer Andini Wijendaru (@dinidini) yang didokumentasikan oleh Dita W Yolansari (@ditut), uji coba navigasi di komputer maupun handphone menggunakan aplikasi pembaca layar (screen reader) bersama teman netra, hingga kacamata simulasi penglihatan tunanetra. 

 

Tentang Penyelenggara

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Suarise bersama Fakultas School of Computing and Creative Arts, Binus University International fX Campus untuk memperingati Global Accessibility Awareness Day (GAAD) Tahun 2023. Kegiatan ini merupakan bagian dari ISIF atau Information Society Innovation Fund Asia sebagai program pendanaan dan dukungan yang berfokus pada promosi pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.  

ISIF ASIA memberikan dukungan bagi untuk proyek-proyek yang berkontribusi pada pertumbuhan teknologi Internet dan TIK untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Bootcamp, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. ISIF ASIA bertujuan untuk mendukung inisiatif yang menangani masalah terkait Internet seperti akses, keterjangkauan, keamanan dunia maya, privasi online, hak digital, dan pengembangan konten lokal. ISIF ASIA mendorong pendekatan inovatif, kolaborasi, dan pembangunan kapasitas di kawasan. Program ini dilaksanakan oleh Pusat Informasi Jaringan Asia Pasifik (APNIC), sebuah registri Internet regional, dan telah mendukung proyek sejak didirikan pada tahun 2008. Pendanaan dan dukungan yang diberikan oleh ISIF ASIA telah berkontribusi pada berbagai inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan. dampak positif pada pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.

GAAD atau Hari Kesadaran Aksesibilitas Global fokus pada akses dan inklusi digital untuk lebih dari satu miliar orang dengan disabilitas dan kemampuan berbeda. Acara yang dirayakan pada hari Kamis ketiga setiap bulan Mei ini diluncurkan untuk pertama kalinya pada bulan Mei 2012 di Los Angeles, Amerika Serikat. Pertama kali diprakarsai oleh Joe Devon, seorang pengembang, dan Jennison Asuncion, seorang tunanetra yang saat ini menjadi karyawan Linkedin. Sejak tahun 2020, Suarise memprakarsai GAAD untuk pertama kalinya di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan membuat orang berbicara, berpikir, dan belajar tentang akses/inklusi digital (web, perangkat lunak, seluler, dll.) dan orang-orang dengan kemampuan berbeda. Suarise percaya bahwa aksesibilitas digital merupakan sarana memberdayakan masyarakat dengan berbagai kemampuan. Melalui pemberian akses informasi yang sama kepada orang-orang dengan kemampuan berbeda, mereka memiliki kesempatan sama untuk mandiri dalam bidang apa pun, literasi yang lebih baik, pembelajaran yang lebih baik, serta kehidupan yang lebih baik.

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan. Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

 

Kontak Suarise 

Public Relations: [email protected] 

www.suarise.com

 

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia