game design

Foto joystik playstation dengan headphone

Sound Design: Aksesibilitas Game RPG sejak sebelum Last of Us II

1500 1000 Rahma Utami

Game Last of Us part II merupakan game yang digadang-gadang memiliki fitur aksesibilitas terlengkap hingga saat ini. Sony Playstation website juga mengeluarkan official release terkait berbagai macam informasi fitur aksesibilitas dari Last of Us part II. Tapi, adakah yang menyadari bahkan sebelum game Last of Us II, banyak game-game RPG yang baik langsung maupun tidak, memiliki fitur aksesibilitas?

Poster Game Last of Us Part II beserta ratingnya yang memuaskan

Sumber: KeenGamer

Fitur-fitur seperti meningkatkan kontras dan memperbesar ukuran teks merupakan salah sedikit dari berbagai hal penunjang aksesibilitas pada game. Tapi, ada pula aspek yang awalnya bukan untuk peruntukan aksesibilitas, menjadi sangat membantu terutama bagi gamers tunanetra, yaitu sound design.

Sound Design: Aksesibilitas Game RPG sejak sebelum Last of Us II

Sound design surprisingly membuat game RPG lebih bisa bisa diakses oleh teman-teman difabel terutama dengan kondisi penglihatan.  Pada satu sesi diskusi accessible gaming di RNIB, Sightless Kombat (seorang blind gamer) menyebutkan bahwa peran suara penting sebagai petunjuk dan marker yang mempermudah navigasi di dalam game.

Penjelasan Sightless Kombat (SK) juga didukung pasangan tandem satu timnya. Dalam bermain game RPG, beliau memiliki tandem pemain yang penglihatannya masih awas. Pasangan tandemnya menceritakan pengalaman ketika mereka bermain Killer Instinct dan Gears of War 4. Mereka meneruskan perjalanan setelah melumpuhkan lawan, namun seiring berjalan, SK merasa ada sesuatu yang tertinggal. Tandemnya berbalik dan mengatakan tidak ada apa-apa disana. Tapi SK persisten ada sesuatu. Akhirnya mereka kembali ke lokasi sebelumnya dan mendapati beberapa item yang belum di ambil.

Kejadian serupa juga terjadi saat ternyata masih ada musuh yang bersembunyi saat yang terlihat semua musuh sudah dibasmi. Saat ditanya darimana SK mengetahui hal itu, dia mengatakan ada bunyi yang lirih selain suara background saat bermain. Intensitas bunyi itu juga berubah seiring gerakan mereka yang melanjutkan perjalanan.

Dari cerita dan pengalaman SK, ada lima hal yang membuat aspek sound design menjadi sangat penting untuk memfasilitasi aksesibilitas visual dalam game RPG, yaitu:

  • Sound character
  • 3 Dimensional Sound for Navigation
  • Event (macro & micro)
  • Narasi & Scene
  • System

Berdasarkan Game Accessibility Guidelines, sound design termasuk kedalam kriteria implementasi aksesibilitas kategori intermediate dan advance. Mari kita kupas bagaimana aspek-aspek di atas mendukung aksesibilitas game RPG dan atau game jenis lainnya.

Baca juga: Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas di Game

Character Sound

Pada umumnya, karakter dibagi menjadi protagonis dan antagonis, atau setidaknya kawan, lawan, dan NPC. Dengan mendesain suara yang khas untuk karakter musuh, pemain dapat mengidentifikasi ada musuh di sekitar dari sound effect-nya saja.

Jika ada beberapa tipe musuh maka ada baiknya jika desain musik/suaranya memiliki sedikit perbedaan tapi masih memiliki karakter suara yang kurang lebih sama. Alternatifnya, jika musik untuk karakternya sama, intensitas/musik pada latarnya dibuat sedikit berbeda. Dengan demikian, musik dan suara ini juga menjadi sebuah sistem informasi dalam ekosistem game tersebut.

Gambar seorang karakter di game di depan sebuah item

Sumber: reddit

Suara dan musik juga bisa di desain untuk item atau objek-objek di dalam game. Misal item yang bisa diambil dan objek dalam scene (semisal dinding) memiliki suara yang berbeda. Dengan demikian, suara memiliki nilai informatif apakah objek yang sedang ada di depan pemain interaktif atau tidak, atau memiliki fungsi khusus.

3 Dimensional Sound for Navigation

Setelah mendesain suara atau musik untuk tiap-tiap objek dan karakter, masing-masing dari hal tersebut perlu diperhatikan aspek 3D Sound-nya. 3D sound sangat berguna sebagai navigasi dalam permainan, khususnya proximity distance (jarak antara karakter dengan objek/karakter lain), dan arah datangnya suara (kiri, kanan, depan, belakang).

3D sound atau 5.1 surround biasanya menjual aspek “immersive experience” dalam sebuah game. Tapi kenyataannya, ini juga membuat game RPG semakin informatif bagi difabel khususnya tunanetra.

Tampilan pengaturan Enhanced Listen Mode di The Last of Us Part 2

Enhanced Listen Mode di The Last of Us Part 2 membuat kita bisa mendeteksi item dan musuh layaknya ikan paus. Sumber: Pribadi

Event (macro & micro)

Event dalam sebuah game banyak macamnya. Event micro bisa juga disebut sebagai reaction, yaitu bebunyian yang terjadi akibat karakter pemain berinteraksi atau melakukan sesuatu dengan objek interaktif. Contohnya adalah menembak, menebas, mengambil item, memasukan item ke dalam inventory, terkena serangan, dan lain sebagainya.

Event macro merujuk pada durasi yang lebih lama, misal, berhadapan dengan raja di dungeon. Musik atau suara untuk event besar seperti ini biasanya berlangsung dengan durasi tertentu, atau intensitas tertentu. Dan biasanya ini menjadi suara latar yang dominan selama event berlangsung.

Gambar scene penyerangan raja oleh guild

Sumber: MMOGames

Narasi & Scene

Ada berbagai macam cara untuk menyajikan narasi dalam game. Sering kali, game membuat narasi teks, lalu diikuti dialog karakter, dan ambience dari scene yang terkait (misal, gunung). Narasi teks sepatutnya harus bisa diakses dengan screen reader agar terbaca bagi tunanetra, tapi bisa juga dengan pre-recorded voice sehingga karakter suara narasi sejalan dengan karakter gamenya.

Background sound dalam sebuah scene memberikan detail lokasi dimana pemain berada. Meski kadang tidak terlalu memiliki nilai informasi signifikan kedalam gameplay, keberadaan background sound yang mengindikasikan scene menambah experience pemain yang tidak melihat untuk memahami detail dalam storyline game tersebut.

Nilai informasi juga bisa ditambahkan kedalam suara latar scene. Bisa jadi, jurus atau item yang digunakan memiliki spesifikasi lokasi (seperti indoor atau outdoor), atau item tertentu hanya bisa digunakan di ruangan, di air, di darat, di pasar, dan lain-lain.

System

Last but not least, system sound effects. Sudah barang tentu setiap game ada halaman menu pengaturan, baik itu setting dalam game saat permainan dimulai, ataupun sebelum game dimulai. Terkadang pula, saking serunya bermain, kita salah menekan tombol. Alih-alih meluncurkan serangan, pemain malah membuka system preference di game secara tidak sengaja.

Oleh karena itu, suara menu dan system preferences juga butuh untuk didesain. Sudah pasti, ambience nya akan kontras dibandingkan saat berada di scene game. Dengan demikian, sekalipun pemain tidak dapat melihat layar, dia bisa menyadari kalau dia sedang ‘kesasar’ di menu.

Screenshot menu game di Last of Us Part II

Sumber: Pinterest

 

Testing sound design untuk aksesibilitas, mulai dari mana?

Untuk mengetahui dampak sound design pada sebuah game, game developer sebaiknya melakukan test langsung kepada difabel yang terdampak. Alternatifnya, pembuat game mencoba memainkan game tersebut tanpa menggunakan visual sama sekali. Dengan demikian, aksesibilitas pada game RPG buatan studio game-mu bisa terjamin.

Selain itu, kamu juga bisa berkolaborasi dengan Suarise. Suarise menyediakan jasa konsultan dan user testing dengan tester dari berbagai latar belakang disabilitas, khususnya tunanetra. Kami merupakan satu-satunya konsultan khusus di bidang aksesibilitas digital di Indonesia. Tim kami sebelumnya telah berpengalaman dalam melakukan accessibility audit di Inggris.

Nah, menurut kamu, bagaimana implementasi sound design di Last of Us Part II? Share di kolom komen, atau mention kami di @SuariseID ya.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas di Game Berbasis Web, Apps dan Konsol

2560 1801 Rahma Utami

Pernahkah kalian melihat teman-teman difabel bermain game digital di hp, komputer, ataupun konsol? Pernah terpikirkan gak bagaimana game yang mereka mainkan memfasilitasi tunarungu yang tidak bisa mendengar suara, tunanetra yang tidak bisa melihat grafis, atau tunadaksa yang memiliki kesulitan memegang kontrol? Jika  teman-teman difabel bisa memainkan tugas dalam game baik tanpa ataupun dengan assistive technology, artinya game tersebut memiliki aksesibilitas yang baik. Tapi apa saja sih faktor aksesibilitas di game?

Perlu diingat bahwa pada saat berbicara tentang aksesibilitas, tak terkecuali pada game, artinya kita sedang membicarakan akomodasi untuk beragam tipe disabilitas, bukan hanya satu disabilitas saja. Namun, tidak bisa dipungkiri beberapa game lebih ramah pada kategori difabel yang satu dibandingkan yang lainnya.

Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas pada Game

Ada 3 hal perlu diperhatikan saat ingin membuat game yang aksesibilitasnya baik bagi difabel: game design, struktur teknis, dan sound design. Secara garis besar, ketiga hal ini juga berlaku bagi game-game konsol seperti Xbox, Nitendo, maupun Sony Playstation.

1. Game Design

Game yang bisa dimainkan difabel belum tentu dedesain khusus dengan fitur aksesibilitas. Terkadang, game design dan game mechanic itu menjadi faktor utama yang membuat game tersebut memiliki aksesibilitas yang baik. Umumnya hal ini sering terjadi untuk tipe game casual.

Sudah banyak casual game yang menerapkan kaidah aksesibilitas sehingga ramah dimainkan oleh difabel. Namun demikian, bukan berarti hanya casual game yang bisa menjadi ramah bagi difabel. Berbagai macam implementasi pada game RPG juga bisa membuat game ini ramah difabel, seperti pada game Gears of War, dan lebih jauh lagi seperti yang kemudian diterapkan pada Last of Us Part II.

Faktor-faktor seperti (device) input, mekanisme untuk melakukan action, mekanisme memenuhi dan menyajikan quest, hingga bagaimana display informasi pada game adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangakan sejak awal pembuatan game.

Foto joystik play station di depan sebuah laptop

Input menjadi pertimbangan mendasar saat ingin membuat game yang inklusif

2. Struktur Teknis

Karena game digital non konsol pada dasarnya juga merupakan website dan atau aplikasi selular. Maka dari itu, prinsip-prinsip POUR (Perceivable-Operable-Understanable-Robust) dan WCAG juga berlaku untuk menjamin kelangsungan aksesibilitas game diluar gameplay atau game mechanic. Beberapa diantaranya adalah:

  • Menggunakan label pada tombol, sehingga tunanetra bisa mendengar label tombol itu dengan menggunakan screen reader
  • Tidak menggunakan gambar untuk teks, sehingga bisa di zoom, diubah warnanya, dan di suarakan oleh berbagai jenis assistive technology
  • Jika terpaksa image text, maka gambar tersebut dilengkapi Alt text
  • Menggunakan script yang benar sehingga jika ada action yang mengeluarkan notifikasi, maka screen reader bisa langsung menyuarakan dan fokus keyboardnya langsung pindah jika diperlukan
  • Kontras warna yang baik untuk teks maupun komponen game yang memiliki nilai informasi sehingga mudah dibaca oleh orang dengan butawarna
  • Dan lain sebagainya.
Contoh penamaan tombol dengan atribut aria-label. Aria-label=menu pada icon 3 garis horizontal (hamburger)

Label tombol, faktor penunjang aksesibilitas yang sederhana tapi paling sering dilupakan, tak terkecuali di game.

Implementasi WCAG yang benar menjamin website dan aplikasi bisa diakses orang-orang dengan latar belakang disabilitas. Hal ini dikarenakan implementasi WCAG memastikan website dan aplikasi seluler kompatibel dengan berbagai jenis input (mouse, keyboard, haptic) dan berbagai jenis assistive technology (magnifier, colour enhancer, screen reader, dragon naturally speaking, dll).

3. Sound design vs Caption

Sound design menjadi komponen penting saat mendesain aksesibilitas game.  Immersive sound experience juga menjadi hal yang dilirik agar game menawarkan pengalaman maksimal bagi gamer tunanetra. Bagi tunanetra, suara menjadi petunjuk indikasi aksi dan narasi.

Sebaliknya, bagi tunarungu, apapun informasi yang disampaikan melalui suara harus bisa dimunculkan dalam teks/caption. Caption juga berguna bagi gamer pada umumnya jika tidak menggunakan headphone ataupun sedang dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk menyalakan suara.

Contoh sederhana dari implementasi sound design adalah pada game Frequency Missing. Sementara itu, pada game yang lebih advance, sound design memiliki berbagai turunan yang membuat kompleksitas game RPG sehingga memungkinkan untuk dimainkan oleh tunanetra sekalipun.

 

Baca juga: Sound Design, Aksesibilitas pada Game RPG sebelum Last of Us Part II

Jika kamu adalah seorang  developer game…

Dan ingin membuat game yang kamu buat bisa di akses seluruh kalangan difabel, atau ramah difabel tertentu, kamu bisa mulai menerapkan WCAG. Selain itu, mengaktifkan fitur assistive technology seperti screen reader untuk melakukan testing juga merupakan komponen yang penting. Bisa juga dengan mematikan seluruh volume suara dan hanya bermodalkan visual, atau malah memejamkan mata dan hanya menggunakan suara pada saat memainkan game tersebut untuk simulasi.

Selain itu, kamu juga bisa berkolaborasi dengan Suarise. Suarise menyediakan jasa konsultan dan user testing dengan tester dari berbagai latar belakang disabilitas, khususnya tunanetra. Kami merupakan satu-satunya konsultan khusus di bidang aksesibilitas digital di Indonesia. Tim kami sebelumnya telah berpengalaman dalam melakukan accessibility audit di Inggris.

Yuk jadikan game semakin inklusif dan #BisaDiAkses semua orang tanpa kecuali!

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia