JOURNAL

Kesetaraan Hak bagi Tunanetra

150 150 Iin Kurniati
tunenetra menggunakan smartphone untuk tentukan arah jalan

Seorang tunanetra memanfaatkan smartphone dalam kehidupannya

Tidak ada manusia yang sempurna baik secara fisik maupun kemampuan. Dalam setiap kekurangan, pasti ada kelebihan di dalamnya, termasuk bagi teman-teman tunanetra. Hal ini pula yang menjadikan tunanetra memiliki kesetaraan hak di bidang hukum serta berbagai sendi kehidupan lainnya. Kesetaraan ini juga meliputi hak mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak serta dalam berekspresi, berkomunikasi, serta memperoleh informasi di era digital.

Berdasarkan data Susenas seperti dikutip dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan tahun 2014, tunanetra merupakan jenis disabilitas terbesar di Indonesia. Sekitar 29,63% dari total distribusi penyandang disabilitas ialah tunanetra. Total penyandang disabilitas di Indonesia sendiri mencapai 2.45% dari total penduduk di Indonesia.

Kesetaraan tunanetra di mata hukum

Secara internasional, kesetaraan hak disabilitas, termasuk tunanetra diatur dalam konvensi PBB yaitu Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD). Sejak dirumuskan tahun 2006 Indonesia baru resmi menandatanganinya setahun kemudian. Indonesia sendiri menjadi negara ke-9 yang menandatangani konvensi ini diantara 82 negara pada tahun 2007. Namun Indonesia baru meratifikasi CRPD empat tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2011.

CRPD menjelaskan prinsip dasar dan sikap yang seharusnya dilakukan terhadap penyandang disabilitas. Prinsip dan sikap tersebut yaitu menghormati martabat manusia dengan keterbatasan yang dimiliki, dan bersikap non-diskriminasi. Selanjutnya, menerima dan memberi kesempatan kaum difabel untuk berpartisipasi dalam masyarakat, dan kesetaraan hak di lingkungan masyarakat. Berikutnya terkait permasalahan hak pendidikan dan pekerjaan secara internasional diatur dalam International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR). Sebagai informasi, konvensi yang dirumuskan pada tahun 1966 ini baru diratifikasi Indonesia tahun 2006 silam.

Di Indonesia, sendiri kini Kesetaraan hak di bidang hukum bagi Hak-hak kaum difabel, termasuk tunanetra dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Disabilitas. Salah satu diantaranya yakni pada pasal 5 ayat 1 huruf e dan f dinyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak pendidikan, pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi.

Dalam regulasi itu, di pasal 53 juga disebutkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja, Sementara Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.

Kesetaraan hak bagi difabel termasuk tunanetra juga disebutkan dalam pasal Pasal 24 Huruf B dalam hak untuk berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi. Kesetaraan hak itu meliputi hak: a) memiliki kebebasan berekspresi dan berpendapat; b) mendapatkan informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses; dan c) menggunakan dan memperoleh fasilitas informasi dan komunikasi berupa bahasa isyarat, braille, dan komunikasi augmentatif dalam interaksi resmi.

 

Tunanetra Jago Digital

Berbagai regulasi itu sejatinya akan memudahkan para penyandang disabilitas, khususnya tunanetra baik dalam hal pendidikan, hingga mendapat pekerjaan. Sayangnya, belum ada data pasti sudah berapa banyak perusahaan maupun instansi pemerintah yang telah merealisasikan kewajiban tersebut.

Aksesibilitas infrastruktur kerap menjadi faktor utama sebuah perusahaan atau instansi pemerintah masih enggan menerima tunanetra sebagai pekerja.. Akibatnya, jenis pekerjaan tunanetra dan penderita low vision terbatas menjadi tukang pijit, admin kantor, teknisi, tukang batu, petani, penjual sapu/kemoceng/pulsa, loper koran, teknisi komputer, montir, penambal ban, dan sejumlah pekerjaan yang jauh dari dunia digital.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat tidak memandang sebelah mata penyandang tuna netra. Inilah saatnya memberikan kesempatan bagi tuna netra ikut serta dalam perkembangan dunia digital. Bila aksesibilitas infrastruktur yang dijadikan alasan tidak menggunakan kemampuan tunanetra, tunanetra yang mandiri akan menjadi satu kelebihan tersendiri bagi para pelaku usaha untuk dapat memanfaatkan kemampuan mereka.

tampilan blog saat menambah post terbaru

Tampilan blog

Salah satu entitas yang berupaya meningkatkan kemampuan tunanetra di bidang digital ialah Suarise. Kami hadir meningkatkan kemampuan dan keterampilan visual impaired people – VIP  (tunanetra dan penyandang low-vision) melalui kecakapan digital, online, dan teknologi dalam bentuk Pelatihan Digital Content Writing.

Pelatihan ini akan membantu menutup kesenjangan keterampilan dengan mendukung pengajaran dan pendidikan mandiri. Pelatihan ini juga bisa meningkatkan fleksibilitas bagi pekerja dan pengusaha dengan mengembangkan sistem kerja yang efisien, dan efektif. Selain itu, bisa memberdayakan peningkatan kualitas hidup VIP dengan mendistribusikan talent untuk proyek/perusahaan yang membutuhkan keterampilan digital spesifik.

Akhirnya, dengan memberikan kepercayaan bagi tunanetra, mereka akan dapat menciptakan lebih banyak karya dan kreativitas khususnya di bidang digital. Pada akhirnya diharapkan terhapus stigma bahwa tuna netra tidak bisa masuk dunia digital. Sebaliknya, tunanetra harus maju, tunanetra juga bisa jago digital bahkan bisa memiliki kesetaraan hak.

 

Ditulis oleh Iin Kurniati, Public Relation untuk Suarise.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Alt Teks: Aksesibilitas Media Sosial untuk Pengguna Tunanetra

150 150 Theresia Suganda

Fitur Alt-teks di Instagram

Pada akhir November 2018 lalu, Instagram mengumumkan dua peningkatan baru untuk mempermudah orang-orang tunanetra atau dengan gangguan visual menggunakan Instagram. Pembaruan pertama ialah pengadaan teks alternatif (alt text) otomatis sehingga pengguna dapat mendengarkan deskripsi foto melalui teknologi pembaca layar (screen reader). Fitur ini menggunakan teknologi pengenalan objek untuk membacakan daftar benda yang mungkin terkandung di dalam foto. Pembaruan kedua ialah pengadaan kustomisasi teks alternatif sehingga pengguna dapat menambahkan deskripsi foto yang lebih kaya.

Manfaat Pembaruan Instagram Bagi Tunanetra

Alt text otomatis sebenarnya sudah cukup baik. Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) sudah mampu mengidentifikasi bentuk-bentuk generik yang terlihat jelas pada foto. Misalnya, bentuk-bentuk generik seperti manusia, bangunan, dan langit. Hanya saja, (saat tulisan ini dibuat) teknologi tersebut masih belum dapat membaca bentuk-bentuk gambar di luar foto, seperti komik, e-poster, atau infografik.

gambar tahapan pengaturan lanjutan instagram untuk memberi keterangan gambar

Pengaturan lanjutan instagram untuk memudahkan tunanetra membaca bentuk gambar (foto: net)

Sementara itu, fitur kustomisasi alt text tersedia pada pengaturan lanjutan (advanced setting). Pengguna dapat memilih menu Write Alt Text, mengisi deskripsi, lalu menyimpannya. Pengguna juga dapat menyunting foto-foto yang sudah terkirim dan menambahkan alt text. Instagram membatasi alt text pada 100 karakter untuk mengajak pengguna berpikir dan tidak sekadar menyalin tempel (copy and paste) caption ke dalam deskripsi foto.

Seminggu setelah fitur ini hadir, saya dan Ega, salah satu peserta pelatihan Digital Content Writing yang diadakan Suarise, mengadakan uji coba penggunaan fitur. Saya menguji kustomisasi alt text dan Ega menguji keterbacaannya pada screen reader. Hasilnya buat kami berdua memuaskan. Saya jadi punya ruang untuk mendeskripsikan isi foto lebih dari sekadar menggambarkan konten foto tetapi juga memberi konteks. Dari sisi pengguna tunanetra, Ega mengalami perjalanan pengguna (user journey) yang lebih singkat untuk mendapatkan pesan dalam kiriman foto. Ega menggambarkan, tanpa alt text, yang dia dapatkan adalah sekadar keterangan (caption) foto. Caption tersebut kadang terpotong atau kadang tidak menjelaskan dengan detail konteks di dalam foto. Misalnya, pada foto secangkir kopi yang diberi caption “Selamat pagi!”. Sementara itu, dengan alt text, dia mendapatkan konteks pesan yang lebih menyeluruh lewat deskripsi gambar dan caption. Misalnya, dengan deskripsi foto “secangkir kopi di pagi hari” dan caption “Selamat pagi!”.

Tonton Bagaimana Screen Reader membaca Instagram

Bandingkan dengan kita yang awas. Hanya dengan melihat foto, kita sudah mendapatkan konteks pesan keseluruhan kiriman, bahkan sebelum kita membaca caption (dan komen-komen) lebih lanjut. Keberadaan alt text tidak hanya memudahkan perjalanan bagi pengguna tunanetra, tetapi juga menjembatani perpindahan pesan dan makna dari satu pengguna ke pengguna lainnya.

ilustrasi media sosial dalam smartphone

Ilustrasi instagram pada smartphone (foto: net)

Kamu Content Creator? Yuk Ikut Membuat Instagram dan Sosial media semakin #BisaDiAkses!

Kesetaraan Akses Media Sosial untuk Tunanetra

Pengadaan fitur alt text otomatis dan kustomisasi alt text oleh Instagram merupakan salah satu upaya memberi kesetaraan akses bagi pengguna tunanetra atau dengan gangguan visual. Langkah ini bukan yang pertama dilakukan di ranah media sosial; fitur serupa sudah ada di Facebook dan Twitter sejak 2016. Di media digital secara umum aksesibilitas tidak berhenti di pengadaan alt text pada foto atau gambar saja. Aksesibilitas juga mengacu pada desain perangkat, produk, dan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar individu dengan disabilitas atau gangguan sensorik dapat berhasil menggunakan perangkat atau produk.

Kesetaraan aksesibilitas media sosial untuk pengguna tunanetra menjadi isu yang semakin relevan mengingat semakin berkembangnya penggunaan media sosial. Menurut Global Digital 2019 Reports yang dirangkum oleh WeAreSocial dan Hootsuite, pengguna aktif media sosial di Indonesia sudah mencapai 56% dari total populasi. Dalam angka tersebut termasuk teman-teman pengguna tunanetra atau dengan gangguan visual yang juga menggunakan media sosial sebagai sarana berkomunikasi.

Inklusi dengan menyediakan akses media sosial yang setara adalah solusi saling menguntungkan bagi pengguna tunanetra atau dengan gangguan visual dan pengguna awas, yaitu untuk transfer informasi dan pengetahuan secara dua arah. Fitur aksesibilitas seperti alt text bisa jadi kesempatan bagi Anda, yang selama ini fokus ke estetika konten visual, untuk menjangkau pengguna tunanetra yang bisa jadi adalah sasaran komunikasi Anda juga.

Ditulis oleh Theresia Suganda, Project Manager untuk Suarise.

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Liputan Kollaborasi 18 dan Talkshow Inspiratif: Berkarya Tanpa Batas di Era Digital bagi Difabel

150 150 suarise

Tanggal 14 Februari 2018 lalu, tim Suarise berkesempatan mengunjungi Kollaborasi 18, sebuah event yang diselenggarakan Kolla Coworking Space (atau sering juga disebut Kolla Nomad) yang berlokasi di Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Acara ini terbagi menjadi 3 rangkaian hari, yaitu pada tanggal 2, 14 dan 24 Februari 2018. 

Apa sih Kollaborasi 18?

Kollaborasi 18 mengangkat isu disabilitas dan bagaimana peran digital dalam proses inklusi dan peningkatan kesejahteraan teman-teman difabel dari berbagai sektor. Acara ini mengangkat berbagai karya dari teman-teman difabel: lukisan, kerajinan tangan, makanan, panggung musik perkusi, bioskop bisik, pelatihan coding, hingga talkshow. Pengunjung juga dapat membeli karya teman-teman diffabel di Pasar Kolla.

Sesi yang tim suarise hadiri adalah Talkshow Inspiratif: Berkarya Tanpa Batas di Era Digital bagi Difabel. Sharing ini di moderatori oleh Kolla Nomad dengan menghadirkan narasumber dengan berbagai latar belakang disabilitas dan skill yang dimiliki, seperti Art Rodhi dan Indra Surya Hutapea yang mewakili teman-teman tuna daksa, serta Nicky Claraentia sebagai perwakilan dari thisable enterpirse. Sharing ini dihadiri berbagai kalangan, baik dari pers, komunitas, dan bisa dibilang seluruh lapisan diffabel, dari tuna netra, tuna daksa, tuna rungu, dan lain-lain.

Selain teman-teman difabel, talkshow Kollaborasi 18 ini juga mengundang CTO dari Tunemap, Mahdan Muqatirullah yang datang langsung dari Bandung sebagai salah satu aplikasi karya anak bangsa yang membantu teman-teman tuna netra untuk berjalan. Pada talkshow ini, masing-masing narasumber berbagi bagaimana awalnya digital membantu mereka untuk berkarya seperti saat ini, hambatan, dan harapan agar kedepannya teman teman difabel semakin berkarya di era digital.

Art Rodhi: Pelukis dan Founder theable art

Sebagai seorang tuna daksa yang baru memulai melukis pada saat masih terbaring di tempat tidur, Rodhi mendapatkan mentor dan bantuan untuk membuat karyanya semakin bagus melalui jejaring Facebook. Melalui sosial media juga, Rodhi akhirnya bisa menjual karya-karya lukisannya dan akhirnya bekerja sama dalam menjual merchandise yang menggunakan lukisan karya Rodhi dan teman-teman difabel lainnya untuk dijual melalui theable art.

Indra Surya Hutapea: SEO Specialist

Indra berprofesi sebagai freelance SEO Specialist karena berbagai kantor menolak untuk menerima dikarenakan kondisi fisiknya yang seorang tuna daksa. Akhirnya, dengan berbekal menjadi member berbagai situs freelance, Indra kini bisa bekerja dari rumah dengan bermodalkan komputer dan internet.

Nicky Claraentia: Head of Business Development Thisable Enterprise

Sebagai Head of BD di thisable Enterprise, Mbak Nicky–begitu dia disapa– juga merupakan penyandang tuna daksa yang menggunakan kaki palsu dalam kesehariannya. Nicky menyatakan bahwa masyarakat luas masih butuh edukasi tentang apa saja lingkup disabilitas–karena seringkali yang dianggap diffabel adalah mereka yang menggunakan kursi roda atau tongkat saja.

Dalam sesi ini juga Nicky menceritakan beberapa keberhasilan thisable dalam mengakomodir kerjasama dengan perusahaan-perusahaan untuk menyerap tenaga kerja diffabel. Salah satunya adalah Go-jek yang menggunakan banyak teman-teman tuna rungu ataupun tuna wicara untuk mitra salah satu produk Go-Jek yaitu Go-Auto.

Tune Map: Peta Bicara Bagi Tuna Netra

Tune map adalah aplikasi ponsel berbasis android yang membantu teman-teman tuna netra menyusuri trotoar dan jalanan pada umumnya. Tune map membantu menginformasikan kondisi trotoar yang seringkali tidak ideal untuk dilalui tuna netra. Pengumpulan data ini dilakukan dengan metode crowd sourcing dari masyarakat yang menjadi volunteer. Mahdan, CTO Tune map, berbagi proses pembuatan tune map dan bagaimana komunitas berperan penting dalam melengkapi data kondisi trotoar di Bandung.

Menurut teman-teman tuna netra, Tune map sangat intuitif user interfacenya sehingga sangat mudah digunakan. Aplikasi Tune Map ini bisa di unduh di Google Play .

Baca juga: Review User Experience Tune Map Yang Ramah Difabel

Suarise di Kollaborasi 18

Pada talkshow Kollaborasi 18 ini, Suarise sempat memperkenalkan diri sebagai wadah akselerasi kemampuan tuna netra untuk memiliki kemampuan terkait digital content writing. Selain itu, sedikit disinggung pula bagaimana Suarise membantu akses vip (visually impaired people) untuk mendapatkan project terkait skill yang nantinya mereka miliki.

Foto Bersama Penggiat Diffabel Tuna Netra di Kollaborasi 18

Foto bersama perwakilan tim suarise bersama sesama penggiat diffabel yang fokus di tuna netra di acara Kollaborasi 18. Kiri ke kanan: Rahmaut (Suarise), Machdan (Tune Map), Yudi (Pengajar coding di Mitra Netra)

Oiya, Suarise terbuka bagi seluruh tuna netra yang telah memiliki kemampuan mengoperasikan komputer. Mau tahu lebih jauh tentang suarise?

Subscribe  update dan beritanya di  ____

Follow kami di

Punya pertanyaan atau ingin bekerja sama? Jangan sungkan melayangkan email ke [email protected] atau melalui halaman ini. 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Disabilitas dan Meniti Solusi dari Digital Teknologi

150 150 suarise

Di hari disabilitas nasional ini, ada baiknya kita menelaah bagaimana teknologi menjadi jembatan utama penghubung dan mengkonversi dari keterbatasan akses, menjadi kelebihan kualitas yang menjadi latar belakang utama Suarise berdiri. Salah satunya adalah teknologi digital. Jika pada postingan sebelumnya telah dibahas berbagai screen reader, kali ini kami akan membahas mengenai implementasi inklusi digital teknologi dalam hal kesempatan akses.

Inklusi digital teknologi yang paling vital tapi masih sedikit sekali dilakukan khususnya di Indonesia adalah membuat website yang ramah untuk disabilitas, khususnya tuna netra. Sebetulnya, kuncinya adalah memahami “user journey” dan “user experience” tuna netra di sebuah website–yang sebetulnya tidak jauh berbeda dengan yang mampu melihat pada umumnya– hanya saja ditambahkan detail-detail pada setiap link, tombol, gambar, bahkan emotikon. Atribut ini sangat penting agar speech sythesizer/screen reader mampu membaca website, selayaknya algoritma SEO membaca sebuah website tapi ini versi lebih deskriptif.

Salah satu contoh yang luar biasa adalah Facebook. Disamping akan ada support tambahan saat screen reader diaktifkan, Facebook juga memiliki atribut lengkap hingga setiap tombol, emotikon, bahkan gambar. Sebuah emotikon di kolom status update, bisa dibaca sebagai “face frowning half closed eye with sweat beside face”, dan sebuah gambar bisa “sedikit” dibaca ‘image with three face smiling’. Gak percaya? Cobain aja aktifkan langsung voice over ini, terutama bagi pengguna Apple Macintosh yang sudah menjadi software bawaan terintegrasi tanpa harus install ulang.

Custom journey tambahan langsung aktif saat voice over diaktifkan. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah.

 

Pedoman aksesibilitas bagi penyandang disabilitas (accessibility) umumnya dimiliki oleh website-website besar. Beberapa tips bisa ditemukan di W3. Pembahasan aksesibilitas mengenai Facebook website juga dibahas di sebuah paper dari Carmit-Noa Shpigelman dan Carol J. Gill yang berjudul “Facebook Use by Persons with Disabilities∗” dan juga bisa dilihat di help center facebook.

Bagi developer, jangan anggap ini sebagai perintilan yang merepotkan, tapi anggap sebagai tantangan yang harus ditaklukan. Kalau merasa website atau aplikasi buatanmu sudah ramah bagi penyandang disabilitas khususnya tuna netra, boleh loh kirim ke kami untuk dibahas 😉

—–

Kedepannya, Suarise akan membuat artikel paling tidak sebulan sekali terkait aplikasi/website untuk mengevaluasi kadar aksesibiltasnya dengan fokus bagi pengguna tuna netra. Bagi kalian yang punya referensi website yang sangat ramah, boleh juga suggest ke tim kami untuk kami kupas tuntas.

 

 

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Teknologi bagi Tuna Netra

150 150 suarise

Perkembangan teknologi di bidang IT, medical engineering maupun biological engineering telah memberikan peluang pengembangan berbagai alat bantu yang ditunjang oleh teknologi modern. Serangkaian penelitian telah dilakukan melibatkan berbagai aspek teknologi, yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut.

1. Guide Device for the Visually Handicapped
Sistem ini merupakan hasil proyek kerja sama antara Kementrian  Perdagangan & Industri dengan Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan. Sistem ini dikembangkan dengan memadukan teknologi photoelectric & ultrasonic, untuk mendeteksi obstacle. Data ini kemudian ditransmisikan kepada user lewat micro-computer. Output dari transmisi berupa suara/bunyi yang akan diteruskan ke pendengaran pemakai. Dengan demikian, mereka akan dapat memahami situasi lingkungan di mana dia berada. Mereka pun dapat mengenali jenis obyek yang menjadi penghalang di depannya, sehingga dapat berjalan dengan aman.

2. Mesin foto copy Braille
Sistem ini dilengkapi dengan OBR (Optical Braille Character Reader). Pertama-tama draft yang tertulis dalam huruf braille akan mengalami proses “Braille Character Recognition”, dan hasil dari proses ini akan ditampilkan di CRT berupa huruf Braille ataupun huruf alphabet, dan katakana pada umumnya. Kemudian user akan mengoreksi sekiranya ada kesalahan pada hasil baca OBR tsb. dan kemudian, hasil editing ini akan diteruskan ke Braille I/O typewriter. Sebagaimana no.1 di atas, proyek ini juga merupakan hasil proyek kerja sama antara Kementrian Perdagangan & Industri dengan Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan.

3. Book-reader for the Visually handicapped
System ini terdiri dari : alat otomatis untuk membalik halaman, scanner, character recognizer, sistem untuk analisa kalimat, speech synthesizer, dan recording unit. Cara kerja sistem ini adalah : Buku ditempatkan di posisi terbaca oleh scanner, dan kemudian scanner akan mengubah tampilan ke bentuk image. Selanjutnya character recognizer (OCR) akan melakukan transformasi image-character, dan sehingga didapat text-based information. Hasil proses ini akan melalui analisa gramatikal, sehingga didapat kalimat yang benar secara grammar dan dapat difahami. Selanjutnya speech synthesizer akan mengubah kalimat ini ke dalam media suara, sehingga dapat dipahami oleh penderita tuna netra.

4. Three-dimensional Information Display Unit
Display ini dibuat dari banyak pin 3 dimensi. Alat ini ditujukan khusus untuk para tuna netra, sehingga informasi lingkungan yang berada di depannya akan diterjemahkan ke dalam pattern tertentu yang ditunjukkan oleh komposisi pin pada display.

5. Sistem Navigasi menggunakan Optical Beacon (Tokai University)
Sistem ini ditujukan untuk membantu membimbing user (tuna netra) di dalam ruangan, agar bisa menuju lokasi yang diinginkan dalam suatu bangunan. Dibandingkan dengan sistem navigasi yang memakai GPS, sistem yang ditunjang oleh optical beacon ini memiliki keunggulan dalam pemakaian dalam ruangan. GPS memang memberikan informasi yang cukup handal untuk pemakaian di outdoor environment, akan tetapi kurang tepat untuk pemakaian indoor. Sistem yang dikembangkan oleh team Tokai University ini diuji dalam suatu ruangan yang dilengkapi dengan optical beacon yang berfungsi sebagai transmitter sinar infra merah. User membawa sebuah receiver yang menerima signal dan informasi yang dipancarkan oleh optical beacon tsb. Selanjutnya dari signal ini, system akan menghitung posisi dimana user berada. Informasi posisi ini akan dipancarkan ke user, dan receiver akan meneruskannya ke processing unit (notebook computer) yang dibawa oleh user. Informasi posisi ini akan berfungsi sebagai input bagi processing unit, dan outputnya adalah informasi berupa suara dari speaker, yang menuntun user ke arah tujuan yang diinginkan.

6. Pengembangan sistem transfer informasi visual 3 dimensi ke dalam informasi dimensional virtual sound. (Tsukuba University).
Informasi visual disekeliling user diperoleh melalui stereo kamera, untuk memperoleh gambaran 3 dimensi posisi dan situasi dimana user berada. Kemudian informasi ini diterjemahkan dan disampaikan kepada user dengan memakai 3 dimensional virtual acoustic display. Dengan demikian user akan memperoleh informasi benda apa saja yang disekitarnya dan bagaimana pergerakan masing-masing object tsb.

Walau terbilang langka, tetapi penelitian dan pengembangan sistem rehabilitasi tuna netra telah mulai dilakukan juga di Indonesia. Pada tahun 1991, telah didirikan Mitra Netra Foundation sebagai salah satu lembaga yang memberikan pengabdian bagi rehabilitasi tuna netra. Lembaga ini melakukan kolaborasi dengan BPP Teknologi, dan dalam kerjasama tsb. Direncanakan pengembangan teknologi text to speech synthesizer, yang mengubah tampilan pada monitor komputer ke dalam informasi berupa suara. Beberapa tema penelitian yang barangkali dapat dirintis untuk dikembangkan di Indonesia antara lain:
1. OCR : Roman Alphabets-Braille Converter System
System ini merupakan pengembangan software OCR, sehingga hasil scanning terhadap buku, dokumen,suratkabar dsb. akan diubah format penyajiannya ke dalam braille-based output. Selain itu terbuka juga kemungkinan untuk memadukannya dengan text to speech synthesizer sehingga didapat output berupa suara.
2. Pengembangan perpustakaan CD yang dikhususkan bagi para tuna netra, sesuai dengan standar internasional DAISY (Digital Audio-Based Information System). Di Jepang, sistem ini telah berkembang dengan baik, dan dengan memanfaatkan teknologi kompresi, sebuah CD dapat menyimpan rekaman sepanjang 50 jam.
3. Pengembangan software voice recognition system khusus untuk bahasa Indonesia, sebagai media input bagi komputer.
4. Pengembangan dan pengadaan software komputer yang diperuntukkan khusus bagi tuna netra..

Selain teknologi yang dikembangkan di atas, terdapat beberapa software yang telah dikenal dan dijual secara bebas yang sifatnya TTS (Text to Speech) synthesizer. Software tersebut adalah:

JAWS (Job Access With Speech)

Jaws for Blind and Low VisionJaws adalah piranti pembaca layar  screen reader) yang memang dikhususkan bagi penderita gangguan penglihatan. Software ini diproduksi oleh The Blind and Low Vision Group at Freedom Scientific of St. Petersburg, Florida, USA. Tujuannya adalah untuk membuat komputer yang digunakan dapat diakses oleh kalangan tuna netra dengan cara menterjemahkan visual  yang terpampang di layar monitor kedalam suara. Hal ini meliputi jendela aplikasi yang keluar, pengguanaan perinta/command, hal hal yang diketik, informasi teknis dokumen (misal ukuran byte-nya, ukuran font, huruf apa yang digunaan, kecepatan bicara dan seterusnya. Software ini juga dapat dimodifikasi oleh masing masing orang, terutama terkait dengan shortcut ataupun command yang digunakan untuk mempermudah kerja tuna netra yang bersangkutan. Sejauh ini JAWS hanya dapat digunakan pada komputer yang menggunakan system operasi Windows dan menggunakan ejaan Inggris dalam pengucapannya. Software ini merupakan akses yang paling esensial bagi tuna netra saat ini untuk melakukan pekerjaannya, terutama yang berkaitan dengan komputer.

Nuance TALKS

Nuance TALKS adalah softare keluaran Nuance yang berfungsi sebagai Text to Speech yang digunakan pada telepon genggam. Aplikasi ini dapat dijalankan pada telepon genggam yang telah menggunakan teknologi Symbian™ . Software ini menyebutkan apapun yang terjadi dengan telepon genggam, seperti panggilan telepon masuk, sms, menu, dan sebagainya.

MLM for the Blind

MLM for the Blind kependekan dari My Learning Module for the Blind, yaitu sebuah alat media baca elektronik untuk para tuna netra yang beroperasi tanpa komputer (stand alone). MLM merupakan alat yang merekayasa perangkat keras dan lunak sekaligus, untuk membuat para tuna netra memiliki alat pembaca buku digital portabel. Diciptakan oleh Erik Taurino Chandra, Rico Wijaya dan Yudhi yang merupakan mahasiswa IT dari  Universitas Bina Nusantara , alat ciptaan mereka ini mampu menerjemahkan tulisan elektronik atau artikel e-book ke dalam huruf Braille, dan enaknya bisa ditenteng-tenteng kemana saja oleh teman-teman tuna netra. Masalah keterbatasan bahan bacaan bagi para tuna netra, diatasi oleh kreatifitas dahsyat mereka bertiga.

MLM for the Blind

MLM for the Blind terdiri dari tombol input, 42 braille cells, buzzer dan Multi Media Card (MMC). Tombol input digunakan untuk memilih judul, membuka bacaan menampilkan baris bacaan serta input halaman bacaan. 42 braille cells akan menampilkan karakter braille. Dua karakter pertama akan menampilkan baris bacaan dan 40 karakter lainnya merupakan isi bacaan yang ditampilkan. Sedangkan buzzer digunakan untuk memberikan pesan kesalahan pada pengguna. Data yang bisa dibaca oleh alat ini melalui MMC yaitu dalam bentuk textfiles (*.txt). MLM for the Blind masuk dalam nominasi INAICTA 2009 kategori ‘e-Learning’. Saat Malam Penganugerahan lalu (29/7), produk ini mendapatkan gelar Special Mention, yaitu bentuk penghargaan tersendiri dari juri yang penilaiannya tidak bisa diganggu gugat.

sumber:
Laporan Tugas akhir Rahma Utami, DKV ITB
http://kickandy.com/theshow/2010/03/05/1836/1/1/1/INOVASI-TIADA-BATAS-
http://www.teknopreneur.com/content/kabar-baik-untuk-tuna-netra-dari-mlm-blind

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Langkah awal

150 150 suarise

Sebuah langkah awal yang sejauh ini direncanakan adalah membangun online campaign. Blog ini salah satunya sebagai base information ketika orang ingin mengetahui tentang kampanye ini. Content dapat berubah sewaku-waktu namun update-an akan terbatas pada progress yang dihasilkan, peluang/kesempatan yang dimiliki, dan fakta yang dapat membangun dan mengembangkan kampanye ini.

Sejauh ini, baik media blog dan twitter baru merupakan usaha personal. Diharapkan ketika nanti kampanye ini benar2 terjalin antara pihak-pihak terkait, kedua media online ini dapat di kembangkan dan dijalankan bersmaa-sama oleh seluruh aspek tim kampanye.

Secara ide, saya sendiri terpikirkan untuk pengajuan pembuatan job database seperti JobsStreet atau JobsDB bangi kalangan tuna netra sebagai upaya 2 arah dalam mepromosikan kemampuan mereka. Arah pertama : ara tuna netra dapat memberikan informasi mengenai kompetensi yang mereka miliki, arah kedua: perusahaan juga memiliki field pencarian yang jelas serta dapat menghubungi orang yang menarik dan memiliki kompetensi yang dicari perusahaan. Harapannya dapat terjadi semacam interaksi juga disini. Yang saya tahu, perencanaan ke arah ini ternyata telah dimulai juga oleh PERTUNI (wah, ternyata ide kita sama ). Namun progress reportnya belum dapat dilaporkan disini.

Ketika prototype website ini jadi, maka langkah selanjutnya *yang sebeulnya dapat dilaksanakan secara pararel selama pembuatan prototype website* adalah database dari para tuna netra berkompetensi. Nantinya data ini dapat dimasukan baik secara offline (dari pembangun ‘jobsDB’ nya) maupun online personal tiap tuna netra. maka dari iu, selain database awal yang tealh dimiliki, diperlukan upaya promosi di kalangan tuna netra sendiri tentang keberadaan web ini sendiri untuk membantu aksebilitas mereka dalam memasuki dunia kerja. Hal ini akan terus menerus berjalan.

Sambil menunggu jobs DB ini selesai, kampanye pada tahap Conditioning sudah dapat mulai digencarkan.

Setelah web siap dan sekiranya database dalam si ‘JobsDB’ ini dirasa mencukupi, barulah diadakan semacam Grand Launching. Jika dalam tahapan kampanye, hal ini berbarengan dengan tahapan informing, dimana goalnya adalah terbukanya kesempatan interview yang adil bagi para tuna netra. Saran saya betul-betul berupa suatu acara offline yang didukung oleh segenap mass media terkait dengan mass publication dan mass communication. Bentuk offline event nya sendiri sejauh ini masih seperti yang saya rencanakan di tugas akhir, paduan antara Experience, music, talk show, dan exhibition dimana pihak-pihak yang diundang betul-betul bukan sembarang pihak (okay, terdengar agak kurang riil objeknya, tapi saya rasa cukup ngerti kan?)

ohya…semoga bisa diwujudkan.

Segala partisipasinya akan kami hargai 😀

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Visual : Ambient Media

150 150 Rahma Utami

Ambient media ini merupakan haisl dari brainstorming contact point sesai yang dikatakan oleh Djito Kasilo. (Semoga tepat sasaran, amin)

 

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Visual Concept : Print Ad

150 150 Rahma Utami

Post ini berisi rancangan kampanye berupa Print Ad. Secara stage, ini merupakan bagian dari Conditioning Part B ( baca : Overall Project Plan). Conditioning part A belum sempat diwujudkan visualnya pada periode Tugas Akhir dan saat ini dalam tahap brainstrorming kembali.

Ini masih jauh dari sempurna, segala saran, perbaikan, masukan (mungkin ada yg nyuruh re-take) harap disampaikan yah 😀

Rancangan awal pada tahap Informing (ok, ini super duper masih jauh dari maksimal. Dibutuhkan bantuan ide nih)

Dan untuk tahap Remindingnya so far:

Masih mungkin banget untuk membuka pad alebih banyak varian visual yang lebih baik dan (mungkin) gak hard-selling. 😀

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Konsep Media

150 150 Rahma Utami

Konsep media yang dipakai mengacu pada paduan pendekatan media lini atas dan lini bawah dengan pendekatan Point of  Contact atau titik-titik untuk menyapa/kontak dengan target audiens (Djito Kasilo, 2008:66) dengan menelaah Consumer Journey dengan memperhatikan sarana, penempatan dan kegiatatan sehingga membuat strategi komunikasi menjadi efektif dan efisien. Consumer journey digali dari consumer insight sehingga menghasilkan point of contact.

Point of Contact

Point of Contact dari target audiens antara lain:

  1. Saat menyetir mobil ataupun di taksi, terkadang terjebak dalam kemacetan dan keramaian kota sehingga sering menerawang keluar kaca mobil untuk mengalihkan pikiran atau sekedar menyalakan radio atau mp3 di mobil mereka terjebak dalam kemacetan kota.  Radio, interior mobil/taxi, dan hal-hal yang dilihat diluar jendela mobil seperti billboard dapat dijadikan media.
  2. Berkantor di gedung bertingkat, dan masuk ke lift untuk mencapai lantai yang diinginkan. Lift bisa menjad media.
  3. Sesampainya di kantor, diatas meja tersaji secangkir kopi, Koran, dan beberapa dokumen serta memo yang harus diperiksa. Cangkir kopi, Koran, dokumen-dokumen seperti kertas, memo, direct mail serta stasionery bisa menjadi media.
  4. Adakalanya harus berhadapan seharian dengan monitor komputer di depannya, mengecek e-mail dan hal-hal lainnya. Komputer dan internet bisa menjadi media.
  5. Mengadakan pertemuan ataupun sekedar bersantai di resto-resto mahal sekelas sushi-tei. Meja putar sushi bisa menjadi media.
  6. Kebiasaan lebih memilih TV kabel, namun tetap tertarik pada acara sekelas berita, politik, ataupun talkshow moderat seperti Kick Andy. TVC pada slot acara terkait ataupun talkshow bisa menjadi media.
  7. Online 24/7, BlackBerry, iPhone, dan SMart Phone on hand. Pencarian informasi utamanya melalui sarana internet. Kebiasaan internet ini bisa dimanfaatkan baik media maupun buzz. Twitter, facebook, dan microsite. Ditetapkan @tuneinthelight sebagai sumber update informasi dan hastag #blindforwork sebagai perantara buzz antar user di twitter.

Kesemua point of contact di atas mengacu kepada target utama: perusahaan (re: orang yang memiliki kewenangan dan berpengaruh terhadap sistem perekrutan perusahaan). Target sekunder, yaitu masyarakat luas lebih di tekankan pada ambient media pada pusat keramaian seperti mall.

Strategi media

Kampanye dilaksanakan selama 1 tahun dan dimulai pada bulan Mei. Pada bulan mei terdapat momentum budi utomo sebagai awal dan pada tahap informing, event dibuat pada bulan desember sekaligus memeringati hari penyandang cacat internasional.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Tentang Nama: Kenapa Tune In The Light

150 150 Rahma Utami
Konsep Verbal (Positioning, Slogan, Kata Kunci)

“Percaya, kami bisa.”

Elemen verbal yang digunakan menggunakan bahasa yang formal dan sopan menandakan keseriusan dan profesionalitas. Kata yang dipilih simple namun bermakna dalam. Judul kampanye ini adalah tune in the light, dengan tagline “percaya, kami bisa.”

Tune in the light terdiri dari 2 kelompok kata: tune in dan the lightTune in adalah kata yang berarti dengarkan atau nyalakan hal hal yang berkenaan dengan suara. Umumnya kata ini disandingkan dengan radio, musik dan sejenisnya. The light atau cahaya dapat berarti harapan, hidup, lilin, ataupun penuntun jalan. Biasanya, the light dipadankan dengan kata turn on. Namun karena dalam duna netra anggaplah kita menghilangkan konteks cahaya (karena tuna netra pada umumnya tidak mengenal cahaya) melainkan suara. Suara berarti penuntun mereka, harapan mereka. Jadi  kedua kalimat ini dipadukan untuk membuat suatu pendekatan ke arah itu.

Penggunaan bahasa inggris sebagai judul program merujuk pada kemodernan dan keprofesionalitasan (karena pada umumnya profesionalitas mengacu pada nilai-nilai intrinsik dari Barat) serta ke globalan isu yang diangkat (ini bukan hanya masalah bagi Indonesia, tapi seluruh dunia) . Sedangkan tagline tetap dengan bahasa Indonesia karena untuk mendekatkan diri dengan nilai-nilai karakter Indonesia.

Percaya, kami bisa,  merupakan tagline yang akan dibawa pada setiap tahapan kampanye. Kata-kata ini dipilih karena pada umumnya masyarakat tidak mempercayai kemampuan tuna netra terutama kaitannya dengan keahlian yang sifatnya non konvensional. Kata percaya dipilih kembali setelah penggunaan kata “tune in the light” untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang harus dilakukan.

Untuk hal yang bersifat body copy, disesuaikan dengan what to say yang disesuaikan pada masing-masing visual iklan.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia