accessibility

Suarise A11y Bootcamp Berhasil Tuai Antusiasme Positif

150 150 Iin Kurniati

Bulan Januari 2024 menjadi saksi keberhasilan Suarise dalam menyelenggarakan A11y Bootcamp perdana di Indonesia. Tidak kurang dari 400 praktisi teknologi dan konten dari berbagai daerah telah mendaftar, menciptakan gebrakan baru dalam pengembangan keterampilan industri.

Sebagai informasi Suarise A11y Bootcamp adalah program pelatihan intensif yang menyasar peningkatan skill dalam waktu singkat, biasanya berlangsung selama 2-6 bulan. Lantas, alasan kuat apa yang melandasi Suarise mengadakan A11y Bootcamp ini?

Alasan Suarise Menginisiasi A11y Bootcamp?

Screenshot suasana zoom Suarise A11y Bootcamp, terdapat moderator Rahma Utami (kiri atas) dan empat panelis, yaitu Briyan (tengah atas), Khamal (kanan atas), Rezky (kiri bawah), dan Ireisha (kanan bawah)

Pembukaan Suarise A11y Bootcamp menghadirkan empat panelis teman difabel yang menjelaskan urgensi aksesibilitas

Pada pertengahan tahun 2023, Indonesia terus menorehkan prestasi dalam pertumbuhan jumlah penduduk, mencapai puncaknya dengan angka menyentuh 278,69 juta jiwa, menurut data terkini yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Fenomena ini mencerminkan dinamika populasi yang terus berkembang dari tahun ke tahun.

Sejalan dengan pertumbuhan populasi, fokus terhadap kelompok yang memerlukan perhatian khusus, seperti penyandang disabilitas,  juga menjadi perhatian utama. Berdasarkan data BPS tahun 2020, terdapat 22,5 juta jiwa penyandang disabilitas di Indonesia, atau setara dengan sekitar 8% dari total populasi. Angka ini menarik perhatian karena sebanding dengan jumlah penduduk keseluruhan di benua Australia.

Pentingnya memahami dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang memiliki tantangan khusus menjadi semakin nyata seiring dengan pertumbuhan populasi. Melibatkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok disabilitas, dalam berbagai aspek kehidupan adalah langkah awal menuju masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.

Urgensi aksesibilitas bagi penyandang disabilitas diakui dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas. Regulasi tersebut menegaskan hak-hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan kemudahan aksesibilitas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalamnya kemudahan akses di ranah digital.

Sayangnya, pemenuhan kemudahan akses digital bagi penyandang disabilitas masih belum mendapat dukungan optimal dari pemerintah, institusi, lembaga pendidikan, bahkan perusahaan. Keterbatasan informasi dan kurangnya edukasi terlihat dari kesulitan yang masih dialami penyandang disabilitas dalam mengakses situs web, perangkat lunak, aplikasi, media sosial, dan dokumen digital. Tantangan ini diakibatkan keterbatasan screen reader, kurangnya bahasa isyarat atau subtitle, serta desain yang belum memadai.

Mengingat pentingnya akses digital sebagai bentuk kesetaraan dan peluang yang sama, Suarise berkomitmen untuk berkontribusi pada perkembangan sumber daya manusia  yang berdedikasi di bidang teknologi dan digital. A11y Bootcamp Suarise, sebuah  bootcamp  yang disiapkan secara khhusus  bagi profesional  di bidang teknologi untuk mempelajari lebih jauh  mengenai bagaimana mewujudkan teknologi yang ramah aksebilitas bagi disabilitas.

 

Kenalan dengan A11y Bootcamp Suarise

Bootcamp Suarise merupakan workshop intensif  kelas hybrid (online dan offline) selama tiga bulan. Sebanyak 40  praktisi teknologi digital telah ikut bergabung  Bootcamp dengan berbagai latar belakang. Mulai dari UI/UX designer, UX  research  UX writer, Web and App developer yang tersebar dari berbagai kota di Indonesia, khususnya Jabodetabek, Yogyakarta, dan Malang. Misi dari A11y Bootcamp Suarise ini bertujuan mendorong  kolaborasi lintas  disiplin  antara profesional  penggiat teknologi  untuk menciptakan solusi  aksebilitas yang  lebih  holistik dan efektif, guna memahami sejauh mana  ineraksi  teman difabel  pada teknologi.

Perhelatan  ini kedepannya diisi oleh materi-materi eksklusif  dari team Suarise dan para trainer dengan berbagai fokus. Mulai dari mengenal dasar kebutuhan disabilitas di dunia digital hingga merancang  pengalaman pengguna yang ramah di akses  dengan mudah oleh teman disabilitas yang dipraktikan secara langsung oleh para peserta bersama teman disabilitas.

Dalam pembukaan A11y Bootcamp Suarise, beberapa sosok ahli  di sektor disabilitas turut berkontribusi dan menyampaikan insight  melalui sesi diskusi  dengan sederetan peserta yang hadir. Para panelis yang ikut serta menyumbangkan insight  antara lain Ireisha (Story writer) Autism Spectrum Disorder ,  Bryan Wahyu ( Back End Developer) – Cerebral Palsy, Khamal Nurdin (Mahasiswa) – Difabel Netra , M Rezky Achyana ( Executive Director The TamTam Therapy Centre).

Baca selengkapnya: Suarise Wujudkan Generasi Aksesibilitas melalui Accessibility Bootcamp 2024 – Suarise Indonesia

 

Peluang Teknologi Mudah Diakses Teman Disabilitas

tampilan website suarise yang menjelaskan A11yIDweb text: A11yID (baca: Aliaidi) adalah grup komunitas yang memiliki ketertarikan terhadap topik aksesibilitas digital (digital accessibility). Grup ini diperuntukan utamanya bagi mereka yang terlibat dalam pembuatan produk digital, seperti developer, desainer, UX desainer/researcher, UI desainer, product manager, dosen, dll. Diskusi dilakukan secara online, baik melalui percakapan grup telegram, maupun sharing rutin setiap bulan. Aksesibilitas digital tidak hanya penting agar website, aplikasi, maupun konten bisa #ramahdisabilitas, namun juga berguna bagi semua orang dan meningkatnya performa dari produk tersebut. A11yID merupakan komunitas yang diinisiasi dan dimoderasi oleh tim Suarise.

Salah satu peluang ramah disabilitas yakni dengan mengubah tampilan situs menjadi lebih ramah ragam disabilitas

“Landasan yang paling kuat dalam diselenggarakannya A11y Bootcamp Suarise adalah motivasi bagi para profesional di bidang teknologi dan digital untuk mengemban peran sebagai evangelist aksesibilitas.” Pernyataan ini disampaikan oleh Rahma Utami, CEO Suarise.id, yang menyoroti bahwa melalui Suarise A11y Bootcamp, peserta memiliki kesempatan langsung untuk terlibat dalam praktik dan berinteraksi secara langsung dengan teman-teman disabilitas. Rahma berharap bahwa peserta dapat secara langsung memahami dan menerima umpan balik yang langsung berasal dari pengalaman dan diskusi bersama teman disabilitas.

Seorang peserta Front End Developer di Gov Edukasi, Kukuh, berbagi pandangannya, “Saya percaya bahwa website dapat digunakan oleh siapapun, kapanpun, tanpa memandang kondisi apapun. Oleh karena itu, kehadiran Suarise A11y Bootcamp akan menambah wawasan dan pengetahuan bagi saya dalam merancang situs yang ramah bagi disabilitas.”

Ghina, seorang peserta yang juga memiliki peran sebagai UX Researcher di sektor telekomunikasi, menyatakan, “A11y Bootcamp Suarise menjadi langkah strategis untuk mengadvokasi kepada para tenaga profesional. Harapannya, hal ini dapat membawa teknologi yang lebih inklusif ke tingkat kerjasama yang lebih tinggi.” 

 

Menjawab Tantangan Aksebilitas Melalui Bootcamp Intensif

Adanya A11y Bootcamp Suarise menjadi suatu keharusan, sebuah inisiatif advokasi aksesibilitas yang bertujuan mendorong terjalinnya kerja sama lintas disiplin di antara para profesional dan mahasiswa dari berbagai bidang terkait. Peserta bootcamp akan memiliki kesempatan untuk menciptakan solusi aksesibilitas yang lebih holistik dan efektif dengan memperluas perspektif dan pengetahuan melalui kolaborasi aktif dengan individu yang memiliki disabilitas.

Fokus utama dari kegiatan ini adalah mengembangkan teknologi dan konten digital yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga memastikan bahwa produk digital yang dihasilkan dapat diakses dengan mudah oleh semua pengguna, termasuk teman-teman dengan disabilitas. Para peserta akan mendapatkan pemahaman mendalam tentang teknik, standar, dan praktik terbaik dalam menciptakan ruang inklusif yang dapat diakses melalui Bootcamp.  Perhelatan ini tidak hanya bersifat teoritis, melainkan juga menitikberatkan pada aspek praktis, aplikatif, dan solutif.

Melalui Suarise A11y Bootcamp, diharapkan para peserta dapat tidak hanya memahami pentingnya aksesibilitas, tetapi juga mampu mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam menciptakan solusi yang nyata dan berdampak positif dalam dunia digital. Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi tonggak bagi peningkatan kesadaran dan praktek aksesibilitas di kalangan para profesional dan mahasiswa di berbagai bidang terkait.

 

Masih bingung apa itu aksesibilitas digital dan bagaimana cara mewujudkannya di platform digital pada perusahaan atau organisasimu? Jangan ragu hubungi Project Manager Suarise [email protected] untuk konsultasi lebih lanjut.

Acara ini didukung oleh Information Society Innovation Fund (ISIF Asia) dan APNIC Foundation.

 

*Artikel ini ditulis oleh Revin Leo Warganegara, talent content writer tunanetra Suarise.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
dua orang sedang duduk di hadapan para penonton. mc (kiri) memperkenalkan pembicara rahma. Di belakang mereka ada layar bertuliskan Accessibility atau alli class ux untuk disabilitas, egdung algoritma 14 November 2023

Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience Ciptakan Generasi Paham Aksesibilitas Digital

2560 1440 Iin Kurniati

Malang, 15 November 2023 – Suarise bekerja sama dengan Departemen Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (UB) menyelenggarakan Accessibility Class dan Empathy Lab Pop Up Experience (ELP) di Malang. Langkah ini merupakan upaya ciptakan generasi paham aksesibilitas digital.

Tingginya antusiasme para akademisi termasuk para dosen dan mahasiswa dalam komunitas A11yID yang diusung Suarise, membuat Suarise melanjutkan inisiasi edukasi mengenai aksesibilitas digital di level perguruan tinggi. Kegiatan ini pun tidak hanya fokus di Jabodetabek, tetapi kini mulai merambah hingga Jawa Timur.

UX untuk Disabilitas

seorang wanita sedang berdiri di atas panggung memberikan penjelasan di hadapan para mahasiswa. tampak tulisan paparan yang terlibat dan bertanggung jawab dalam membangun ekosistem digital yang inklusif, diantaranya seperti product manager, policy maker, advocate and user, dan educator. Namun yang berperan penting adalah teman-teman mahasiswa UB yang di masa depan nanti akan menjadi developer, ui/ux designer

(Dokumentasi: Rahma utami sedang memberikan penjelasan seputar siapa saja yang berperan penting dalam mewujudkan aksesibilitas digital, 14/11/2023)

Mengusung tema Accessibility Class UX untuk Disabilitas, kegiatan ini penting untuk mengantarkan para mahasiswa ilmu komputer UB menjadi seorang UX designer/researcher yang mampu menciptakan produk digital ramah ragam disabilitas. Rahma Utami, Knowledge and Accessibility Consultant Suarise menjadi dosen tamu yang membekali pengetahuan tentang aksesibilitas digital dalam ranah user experience, mulai dari riset, perencanaan, penerapan, hingga teknik evaluasinya. 

Rahma menekankan keterlibatan berbagai pihak dalam membangun ekosistem digital yang ramah ragam disabilitas. “Ada berbagai pihak yang bertanggung jawab untuk membangun ekosistem digital yang inklusif, diantaranya seperti product manager, policy maker, advocate and user, dan educator. Namun yang berperan penting adalah teman-teman mahasiswa UB yang di masa depan nanti akan menjadi developer, ui/ux designer, dan sebagainya,” ungkapnya.

Dalam hal pemahaman dasar mahasiswa mengenai aksesibilitas digital, Rahma memaparkan bahwa Aksesibilitas digital mengacu pada seberapa dapat digunakannya situs web, aplikasi, atau pengalaman digital lainnya oleh semua pengguna. Hal ini terlepas dari kemampuan atau disabilitas mereka, dengan atau tanpa bantuan teknologi pendukung (assistive technology). Selain itu, mahasiswa juga dijelaskan beberapa hal mengenai prinsip-prinsip dasar dalam aksesibilitas, seperti perceivable, operable, understandable, dan robust.

Wakil Dekan 1 Filkom UB, Dr. Eng Heman Tolle, S.T. M.T. menjelaskan bahwa Prodi Sistem Informasi memiliki keunggulan pada kompetensi User Experience (UX) Specialist yang saat ini semakin banyak dibutuhkan oleh perusahaan yang mengembangkan aplikasi. Aksesibilitas adalah bagian dari User Experience. “Dengan perancangan UX yang berorientasi pada aksesibilitas, penyandang disabilitas dapat menggunakan produk digital dengan mudah dan nyaman, sehingga mereka dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat. Kami ingin memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap isu aksesibilitas dalam ranah user experience,” paparnya. 

Disisi lain, Universitas Brawijaya adalah salah satu perguruan tinggi yang berkomitmen mewujudkan pendidikan inklusi. Kami juga menjajaki kerjasama dengan Suarise untuk memperkuat aksesibilitas digital pada layanan pendidikan di Unibraw.

Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience Terbesar Pertama di Indonesia

Penyelenggaraan accessibility class dan empathy lab pop up experience di UB merupakan kegiatan yang pertama di Malang. Kegiatan ini juga menjadi aktivitas ELP berskala besar pertama yang diselenggarakan Suarise di Indonesia. Menyajikan sekitar 50 skenario perkenalan penerapan teknologi bagi disabilitas, Suarise menjembatani kesenjangan pengetahuan mahasiswa tentang interaksi penyandang disabilitas dengan teknologi.

Sebagai salah satu sesi interaktif, Suarise menghadirkan sejumlah aktivitas bagi pengunjung, diantaranya: belajar menambahkan alt teks pada gambar di media sosial, mengaktifkan fitur pembaca layar (screen reader) di smartphone, mencoba fitur aksesibilitas dalam playstation, mencoba mengakses website hanya menggunakan keyboard (tanpa mouse maupun trackpad), mencoba kacamata simulasi tunanetra, dan berbagai aktivitas menarik lainnya.

seorang pria yang duduk didepan laptop sedang menjelaskan kepada dua orang wanita mengenai urgensi aksesibilitas digital

(Dokumentasi: Aktivitas Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience di Universitas Brawijaya, Malang, 14/11/2023)

Hanifah Azzahra – Dosen Filkom Universitas Brawijaya menyatakan harapannya pasca mencoba aktivitas Kamis Keyboard, kegiatan mengakses website tanpa menggunakan mouse atau trackpad, melainkan hanya menggunakan keyboard. “Harapan saya agar mahasiswa filkom bisa merasakan tantangan atau kendala yang dihadapi temen disabilitas dalam mengakses teknologi. Sehingga kelak ketika mereka menjadi developer mereka bisa fokus pada aspek aksesibilitas,” ungkapnya. 

Lebih lanjut, menurut Hanifah, acara ini bisa membuka mata para mahasiswa terhadap kendala yang dihadapi disabilitas yang mungkin tidak bisa bayangkan sebelumnya. Baginya, betapa asistif teknologi sangat membantu keseharian teman-teman disabilitas.

Ical seorang peserta mahasiswa, berharap agar Suarise dapat semakin dapat mengedukasi banyak pihak. “Semoga Suarise semakin besar dan memberikan banyak pengetahuan dan manfaat bagi banyak pihak. Jujur aku belajar banyak hal baru dari Suarise yang bisa jadi bekal aku buat berempati sebagai UX designer.”

Seorang volunteer, Nizar mahasiswa Filkom Unibraw menyatakan kesan dan harapannya selama terlibat dalam acara. Nizar mengungkapkan agar acara ini tidak terbatas dilakukan di Filkom Unibraw, tetapi bisa dilaksanakan di fakultas lain. 

“Acara ini sebaiknya bisa diselenggarakan selama dua tiga hari, tidak dilakukan di beberapa universitas saja, mungkin bisa di universitas lain maupun di jurusan lain, Politeknik misalnya. Hal ini karena aksesibilitas penting. Sebagai non disabilitas, acara ini penting untuk memahami (tantangan aksesibilitas) bagi teman disabilitas dan bagaimana asistif teknologi membantu.”

Sebagai informasi, Kegiatan ini berlangsung atas hasil kolaborasi dari berbagai pihak. Salah satu pihak tersebut adalah Information Society Innovation Fund (ISIF) Asia yang memiliki tujuan untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan masyarakat tentang penyandang disabilitas. ISIF ASIA merupakan program pendanaan yang memiliki fokus untuk mendukung pengembangan internet dan pencapaian inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik, termasuk di Indonesia.

Baca: Informasi seputar Accessibility Empaty Lab Pop Up Experience lainnya!

Tentang Penyelenggara

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan. Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

ISIF ASIA memberikan dukungan bagi untuk proyek-proyek yang berkontribusi pada pertumbuhan teknologi Internet dan TIK untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Bootcamp, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. ISIF ASIA bertujuan untuk mendukung inisiatif yang menangani masalah terkait Internet seperti akses, keterjangkauan, keamanan dunia maya, privasi online, hak digital, dan pengembangan konten lokal. ISIF ASIA mendorong pendekatan inovatif, kolaborasi, dan pembangunan kapasitas di kawasan. Program ini dilaksanakan oleh Pusat Informasi Jaringan Asia Pasifik (APNIC), sebuah registri Internet regional, dan telah mendukung proyek sejak didirikan pada tahun 2008. Pendanaan dan dukungan yang diberikan oleh ISIF ASIA telah berkontribusi pada berbagai inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan. dampak positif pada pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.

 

 

Kontak Suarise 

Public Relations: [email protected]

www.suarise.com

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Pertama di Yogyakarta, Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience Ciptakan Lingkungan Inklusif sebagai Pekerjaan Rumah Bersama

150 150 Iin Kurniati
Gambar foto pengunjung yang memenuhi area booth Suarise dalam Accessibility dan Empathy Lab Pop Up Experience

Kegiatan interaktif pengunjung dalam Accessibility dan Empathy Lab Pop Up Experience oleh Suarise ID pada IDEAKSI YEU di UGM Yogyakarta, (07/10/23)

Yogyakarta, 7 Oktober 2023 – Suarise menjadi salah satu bagian dari proyek Community Led Innovation Partnership (CLIP) atau Kemitraan untuk Inovasi yang Berbasis Kepemimpinan Masyarakat, kembali menyelenggarakan Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience dalam kegiatan Demo Day dan Simposium IDEAKSI (Ide, Inovasi, Aksi, Inklusi) Indonesia Innovation Hub 2023 di Yogyakarta.

Rahma Utami, Direktur Suarise menyatakan bahwa ini menjadi kegiatan Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience Pertama yang diselenggarakan di luar kota, khususnya di Yogyakarta. Rahma mengapresiasi kegiatan yang dinisiasi oleh Yakkum Emergency Unit (YEU) ini karena telah memperluas peningkatan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda tentang urgensi aksesibilitas digital di DIY.

“Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience ini berupaya memperkenalkan publik mengenai bagaimana teman-teman difabel mengakses teknologi, baik menggunakan handphone, laptop, maupun game playstation serta bagaimana tantangan yang mereka hadapi. Membuat teknologi yang ramah ragam disabilitas ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama menciptakan lingkungan yang inklusif,” ungkap Rahma.

Sebagai salah satu sesi interaktif yang dilaksanakan di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini, Suarise menghadirkan sejumlah aktivitas bagi para pengunjung, diantaranya: mencoba fitur aksesibilitas dalam playstation, mencoba mengakses website hanya menggunakan keyboard (tanpa mouse maupun trackpad), menambahkan alt teks pada media sosial, menggunakan pembaca layar (screen reader) di handphone, dan berbagai aktivitas menarik lainnya.

seorang peserta laki-laki sedang mencoba memainkan game playstation yang sudah memiliki fitur aksesibilitas sambil menggunakan kacamata simulasi tunanetra

Seorang pengunjung sesi interaktif Suarise tengah mencoba fitur aksesibilitas playstation dengan memainkan game ‘Last of Us 2’, (07/10/23)

Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience mengedukasi para peserta memahami tantangan aksesibilitas serta solusi akomodatif atas pemanfaatan teknologi guna membantu keseharian teman-teman disabilitas. Sebanyak 10 skenario perkenalan teknologi asistif bagi disabilitas disajikan untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan generasi muda tentang interaksi penyandang disabilitas dengan teknologi. 

Nadifa dan Aisyah dari Fakultas Psikologi UGM, salah satu pengunjung yang hadir dalam Sesi Interaktif menceritakan pengalaman mereka ketika mengikuti aktivitas yang berada di booth Suarise.

Menurut kedua mahasiswa tersebut, kegiatan ini membuat mereka lebih terbuka dalam memahami rasanya teman-teman disabilitas dalam mengakses platform digital, salah satunya bagaimana cara teman netra menggunakan komputer, dan handphone menggunakan fitur bantuan pembaca layar (screen reader).

“Kami jadi lebih terbuka bahwa selama ini media sosial punya fitur alt text. Ternyata se-simple kita post foto terus kita kasih deskripsi foto, bisa bantu banget buat temen netra tahu ini image-nya tentang apa,” ungkap Aisyah.

Lebih lanjut, Nadifa memaparkan harapannya ke depan tentang aksesibilitas digital bagi disabilitas. “Semoga masyarakat luas lebih bisa teredukasi dan Suarise lebih meningkatkan upayanya dalam menyuarakan edukasi tentang (aksesibilitas digital) disabilitas. Kita semua bisa mewujudkan lingkungan yang inklusif dan mewujudkan lingkungan yang setara”, ujarnya. 

Kegiatan berlangsung atas hasil kolaborasi dari berbagai pihak. Salah satu pihak tersebut adalah Information Society Innovation Fund (ISIF) Asia yang memiliki tujuan untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan masyarakat tentang penyandang disabilitas. ISIF ASIA merupakan program pendanaan yang memiliki fokus untuk mendukung pengembangan internet dan pencapaian inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik, termasuk di Indonesia.

Kamis Keyboard

seorang laki-laki teman netra (kiri) sedang mendemokan penggunaan pembaca layar kepada seorang peserta laki-laki (kanan) di sebuah meja

Bayu (Disabilitas Netra) dari Suarise ID sedang mendemokan penggunaan software pembaca layar untuk membaca dokumen di perangkat digital (07/10/23)

Salah satu kampanye yang diperkenalkan Suarise dalam Accessibility Empathy Lab Pop Up Experience di Yogyakarta yakni Kamis Keyboard. Gerakan ini mengajak masyarakat untuk mengakses satu website melalui laptop atau desktop setiap hari Kamis, tanpa menggunakan mouse/trackpad. Kegiatan ini bertujuan untuk memahami tantangan aksesibilitas dalam suatu website. Saat seseorang berselancar di website hanya menggunakan pembaca layar (screen reader), maka dia kan mengetahui bagian mana dari website tersebut yang mudah atau sulit diakses journey-nya oleh pembaca layar. 

Tentang Penyelenggara

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan. Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

ISIF ASIA memberikan dukungan bagi untuk proyek-proyek yang berkontribusi pada pertumbuhan teknologi Internet dan TIK untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Suarise mendapat dukungan pendanaan penuh ISIF dalam program A11y Empathy Lab Pop Up Experience, A11y Bootcamp, A11y Design Challenge, dan Accessibility Issue Submission Challenge. ISIF ASIA bertujuan untuk mendukung inisiatif yang menangani masalah terkait Internet seperti akses, keterjangkauan, keamanan dunia maya, privasi online, hak digital, dan pengembangan konten lokal. ISIF ASIA mendorong pendekatan inovatif, kolaborasi, dan pembangunan kapasitas di kawasan. Program ini dilaksanakan oleh Pusat Informasi Jaringan Asia Pasifik (APNIC), sebuah registri Internet regional, dan telah mendukung proyek sejak didirikan pada tahun 2008. Pendanaan dan dukungan yang diberikan oleh ISIF ASIA telah berkontribusi pada berbagai inisiatif dan inovasi yang telah dilakukan. dampak positif pada pengembangan Internet dan inklusi digital di kawasan Asia-Pasifik.

 

Kontak Suarise 

Public Relations: [email protected]

www.suarise.com 

 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Poster youtube dengan 15 foto pembicara

Press Release – Digital Confident Employer Webinar 2021

1592 894 suarise

Bangun Percaya Diri Merekrut Tenaga Kerja Disabilitas

Jakarta, 30 November 2021 – Menurunnya kondisi kesehatan, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan selama Pandemi Covid-19 berdampak signifikan bagi semua lapisan masyarakat, tidak terkecuali bagi angkatan kerja penyandang disabilitas. Salah satu risiko yang ditimbulkan akibat pandemi yakni minimnya kesempatan kerja karena organisasi menahan diri merekrut tenaga kerja disabilitas.

Padahal UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dengan jelas menyebutkan bahwa setiap penyandang disabilitas berhak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kehidupannya. Selanjutnya, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2020 menyebutkan bahwa saat ini 17,95 juta orang penduduk usia kerja (15 tahun
dan lebih) merupakan penyandang disabilitas. Berdasarkan data tersebut, 8 juta orang masuk ke dalam angkatan kerja. Namun, hanya 7,68 juta orang yang bekerja, sementara 319 ribu lainnya menganggur.

Di tengah dinamika situasi pandemi, tidak hanya kondisi ketenagakerjaan, situasi organisasi juga berada dalam tekanan. Rendahnya kesadaran pada potensi keahlian, asumsi investasi tinggi, serta minimnya rasa percaya diri menjadi penyebab organisasi maupun perusahaan enggan merekrut tenaga kerja disabilitas.

Oleh karena itu, guna menggeser paradigma dan preferensi para pengguna perekrut tenaga kerja, butuh kesaksian dari para pengguna jasa pekerja disabilitas. Tujuannya untuk meningkatkan kepercayaan diri merekrut tenaga kerja disabilitas. Sehingga, mereka yang semula belum yakin merekrut penyandang disabilitas menjadi siap rekrut dan bekerja bersama disabilitas.

Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional tahun 2021, Suarise bersama DNetwork Jaringan Kerja Disabilitas, dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menyelenggarakan Webinar bertajuk Disability Confident Employer atau Percaya Diri Merekrut Tenaga Kerja Disabilitas. Acara ini merupakan sebuah wadah yang mempertemukan ekspektasi para pemberi kerja dengan kebutuhan dunia industri untuk meningkatkan peluang kerja bagi disabilitas.

Best Practise Merekrut Tenaga Kerja Disabilitas

Acara yang diperuntukkan bagi praktisi HR, perekrut tenaga kerja, pendiri perusahaan, komunitas disabilitas, dan peminat isu disabilitas ini menghadirkan perwakilan pemerintah, organisasi internasional, serta perusahaan lokal dan multinasional. Kehadiran mereka menjadi referensi best practices untuk merekrut tenaga kerja disabilitas yang efektif dan efisien.

Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Nora Kartika Setyaningrum menjelaskan mengenai urgensi pembentukan Unit Layanan Disabilitas di Tanah Air. “Disabilitas adalah isu strategis dan lintas sektoral sehingga kita harus bersatu padu dan berkolaborasi memberi perlindungan, dan penghormatan untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas,” ujar Nora Kartika.

Senada dengan hal tersebut, Arina Pradhita, Project Coordinator DNetwork Indonesia menjelaskan bahwa “Penyandang disabilitas bukan lagi objek, tetapi seseorang yang berdaya dan bisa melakukan sesuatu”. Untuk itu, jelas Arina, penting bagi perusahaan untuk mempekerjakan disabilitas dengan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, meningkatkan kualitas kerja dan motivasi, serta meningkatkan moral dan empati yang memenuhi amanat UU No.8 tahun 2016.

Di sisi lain, Rahma Utami, Founder and Accessibility Consultant Suarise membahas bagaimana memulai inklusi disabilitas. Rahma memaparkan bahwa “Aksesibilitas membuat kolaborasi dengan disabilitas semakin tidak terbatas.” Menurutnya, perusahaan maupun organisasi dapat memulainya dari aksesibilitas digital dengan membuat platform digital atau aset digital yang dimiliki semakin ramah disabilitas.

Selanjutnya, Fransiska Oetami, CEO Clevio mengulas apa saja peluang kerja penyandang disabilitas khususnya di bidang teknologi. Dalam penjelasannya, Siska menceritakan sejumlah success story dari penyandang disabilitas yang kini telah bekerja di berbagai bidang. “Dengan teknologi, mereka bisa tahu banyak hal. Kita tidak boleh berasumsi. Teman-teman (penyandang disabilitas) ini memiliki kemampuan luar biasa, yang tidak terbatasi kemampuannya,” tambahnya.

Lalu bagaimana pengalaman perusahaan lokal dan multinasional dalam merekrut disabilitas? Pada forum diskusi, empat sektor industri akan berbagi pengalaman mengenai urgensi merekrut disabilitas dan bagaimana memulai rekrutmen disabilitas yang efektif dalam perusahaan/organisasi.

Keempat sektor industri dalam forum diskusi tersebut antara lain:

  1. Sektor Digital dan Media oleh Cheta Nilawaty Redaksi Tempo dan Ramya Prajna, Co-CEO Think.Web;
  2. Sektor Services, Hospitality, dan Food & Beverages oleh Tirza R. Munusamy, Director of Public Affair Grab Indonesia, dan Padmayoni Luhari, Praktisi HR di industri hospitality;
  3. Sektor Retail oleh Nurhuda Astari HR Assistant Manager Uniqlo, dan Antony Ginting, Recruitment & Selection Manager, PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk.;
  4. Sektor Creative Industry oleh Nicky Claraentia Pratiwi, Chief Marketing Officer & Founder, Tenoon dan Kamu Wear.

Cerita tentang membuka peluang kerja disabilitas makin lengkap dengan menjawab bagaimana mewujudkan inklusi disabilitas yang efektif di lingkungan kerja. Diskusi panel ini menghadirkan perwakilan dari organisasi internasional serta perwakilan dari sejumlah sektor industri.

Tirza R. Munusamy, Director of Public Affair Grab Indonesia mendeskripsikan apa saja yang telah dilakukan Grab terkait inklusi disabilitas. “Kami meluncurkan Grab for good, termasuk didalamnya feature bagi teman-teman disabilitas untuk berkarya serta GrabGerak yang melayani penumpang dengan kebutuhan khusus. Kami sadar bahwa teknologi itu ada untuk
semua orang termasuk untuk orang-orang dengan disabilitas,” ujarnya.

Senada dengan Tirza, Ratna Tribuana Dewi, Sustainability Lead UNIQLO mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menjalankan inklusi disabilitas dengan mempekerjakan penyandang disabilitas sejak 2014. “Sejalan dengan filosofi Live Wear, Kami punya program respect for diversity atau menghormati keragaman. Dengan menerima, dan menghormati nilai-nilai keberagaman, itu menjadi kekuatan pendorong munculnya ide dan inovasi baru,” ungkapnya.

Terkait keberagaman, Ramya Prajna, Co-CEO Think.Web percaya bahwa ada hal-hal yang diperoleh perusahaan dengan mempekerjakan penyandang disabilitas. Keberadaan mereka memperkaya keberagaman, membuat organisasi belajar lebih terbuka, dan menghormati keberagaman. “Kami sebagai perusahaan berbasis teknologi, (dan) teknologi hadir untuk
menaikkan kemanusiaan, technology elevate humanity.”

Disisi lain, bentuk dukungan perusahaan pada penyandang disabilitas dirasakan Eko Nugroho, Manager Compensation & Benefit Jakpro. Eko memandang bahwa perusahaan tempatnya bekerja sangat memberi dukungan baik prasarana maupun moril bagi penyandang disabilitas. “Kita berkomitmen mempekerjakan teman-teman disabilitas sesuai keterampilan.
(karena) Kita punya hak dan kewajiban yang sama. Jadi perusahaan memandang setiap
orang itu sama.”

Kemudian bagi perusahaan maupun organisasi yang tertarik untuk merekrut disabilitas, Tendy Gunawan, National Programme Officer at the International Labour Organization, Jakarta Office memperkenalkan IBDN atau Indonesia Business Disability Network. “IBDN berisi perusahaan-perusahaan yang tertarik merekrut disabilitas. Kita sadar demand dan
supply tidak sesuai, sehingga keberadaan IBDN berupaya menjembatani bertemunya (antara) permintaan dan penawaran.” Tendy menambahkan bahwa pihaknya pernah melakukan sebuah penelitian pada tahun 2017. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kendala apa yang dimiliki perusahaan sehingga tidak mau merekrut disabilitas. Kemudian, jika perusahaan tersebut ternyata tertarik merekrut, mengapa perusahaan tidak inklusif. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa setiap perusahaan harus dapat menjawab tiga kebutuhan dasar dalam merekrut penyandang disabilitas.

Pertama, perusahaan harus memiliki komitmen dari CEO atau pemimpin tertinggi. Kedua, dalam perusahaan tersebut harus dibentuk tim khusus untuk menganalisis pekerjaan, menyediakan resilible accommodation, serta memberikan sosialisasi kepada rekan kerja sebelum merekrut disabilitas. Ketiga, perusahaan juga harus menyusun non discrimination
policy yang dapat menjawab bahwa inklusivitas tidak hanya diperuntukkan bagi disabilitas tetapi bagi seluruh pihak.

Pada akhir sesi, seluruh panelis mengajak organisasi maupun perusahaan agar tidak ragu merekrut penyandang disabilitas karena banyak manfaat yang diperoleh. So, just do it!

Showcase Talents

Disamping membahas peluang kerja disabilitas dan bagaimana memulai merekrut penyandang disabilitas, organisasi maupun perusahaan disajikan showcase talents. Laman landas (landing page) yang dibangun bersama Suarise dan DNetwork ini berisi profil talent disabilitas dengan kapasitas yang berbeda sesuai bidangnya masing-masing.

Nantinya, perusahaan/organisasi yang tertarik untuk mengetahui jenis keterampilan, pengalaman kerja, portofolio, hingga preferensi lokasi kerja dapat langsung mengakses laman ini. Selain rekrut langsung, perusahaan/organisasi juga dapat menggalakkan programmagang bagi para talents maupun bagi para peserta yang akan lulus pelatihan akan datang.

Selengkapnya melalui http://talents.suarise.com/showcase.

Tentang Penyelenggara

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Suarise, DNetwork, dan ILO sebagai bagian dari proyek Employment and Livelihood yang didanai oleh UN COVID-19 Response and Recovery Multi-Partner Trust Fund (COVID-19 MPTF). Diimplementasikan oleh empat badan PBB: International Labour Organization (ILO), UN Development Programme (UNDP), Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) dan UN Refugee Agency (UNHCR). Proyek ini bertujuan membantu kelompok rentan dalam pengembangan keterampilan, pekerjaan, dan kewirausahaan.

Suarise Indonesia

Suarise adalah perusahaan sosial independen yang fokus mempromosikan yang memungkinkan kesamaan akses dan kesempatan bagi orang-orang dengan gangguan penglihatan (tunanetra) di industri digital dan platform online. Sejak didirikan pada 2017, Suarise menyediakan tiga layanan utama. Pertama, memberikan pelatihan vokasi terkait teknologi digital bagi tunanetra dan low vision agar dapat bekerja secara independen maupun sebagai tenaga tetap dalam perusahaan.

Kedua, Suarise membuka konsultasi dan riset aksesibilitas digital, serta persiapan onboarding bagi perusahaan yang akan mempekerjakan disabilitas, khususnya tunanetra dan low vision. Ketiga, Suarise menyediakan jasa penulisan konten digital yang dilakukan para talents Suarise tunanetra dan low vision.

Tak hanya itu, Suarise juga memprakarsai a11yID, komunitas Indonesia pertama untuk orang-orang dengan latar belakang teknologi yang ingin mengeksplorasi lebih banyak tentang aksesibilitas digital.

DNetwork – Jaringan Kerja Disabilitas

DNetwork adalah organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 2013 yang bertujuan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas di Indonesia melalui kesempatan kerja. DNetwork juga mendukung upaya perusahaan dalam menciptakan tenaga kerja yang inklusif yang menyertakan penyandang disabilitas.

DNetwork menyediakan dua layanan utama yang diperuntukkan bagi pencari kerja disabilitas, dan bagi perusahaan yang akan merekrut pekerja. Bagi para pencari kerja, DNetwork memberikan informasi kerja, pelatihan keterampilan dan profesionalisme untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan para pencari kerja, serta konsultasi pengembangan pribadi dan karir sesuai dengan minat dan kemampuan

Kemudian, bagi perusahaan, DNetwork membuka lowongan kerja untuk penyandang disabilitas, menyediakan konsultasi tentang bekerja dengan para penyandang disabilitas sebagai bagian dari persiapan perusahaan untuk bekerja dengan para penyandang disabilitas, serta melakukan diskusi dan pendampingan proses rekrutmen berdasarkan permintaan perusahaan dan ketersediaan Tim DNetwork.

3. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)

Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO adalah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif secara bebas, adil, aman dan bermartabat. Tujuan utama ILO adalah mempromosikan hak-hak di tempat kerja, mendorong terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial serta memperkuat dialog untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja.

Kontak Suarise:

Iin Kurniati
Public Relations Suarise
Telepon: +62 856-9774-2381
Email: [email protected]
Website: http://suarise.com

Kontak DNetwork:

Prima Ayu Lestari
Project Manager DNetwork
Telepon: +62 812-2572-0718
Email: [email protected]
Website: http://dnetwork.net

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Poster SEOCON 2021: Search Engine Optimization in The New World

SEO On Page + Accessibility: Business and Social Impact Performance in One Step

1200 628 suarise

Hubungan antara SEO On-page dan Aksesibilitas Website

“Teknis Akesibilitas Digital mencakup 70%-80% penerapan SEO On-Page pada halaman”

Inilah analisis yang diberikan oleh Deasy Natalia, General Manager BLU Wave pada sesi Global Accesssibility Awareness Day 2020 silam. Diskusi ini merupakan awal memperkenalkan istilah aksesibilitas digital ke audiens di Indonesia, terutama bagi bisnis maupun perorangan yang memiliki ketertarikan dan kebutuhan di bidang digital marketing, khususnya Search Engine Optimization (SEO). SEO on page dan Accessibility nyatanya memang berjalan seiringan.

Lebih jauh perihal teknis dan non-teknis bagaimana kedua teknis ini diterapkan dalam sekali jalan akan dibahas di SEO Conference 2021. Dengan topik SEO Perfornce in The New World, Suarise mengajak untuk menggunakan kacamata penerapan  SEO On Page yang benar dan akurat akan berdampak tak hanya bagi bisnis, tapi juga bagi pengguna dengan latar belakang disabilitas.

Daftar SEOCon 2021

Apa itu SEO On Page?

SEO On Page merupakan implementasi teknis dan non teknis untuk mengoptimasikan halaman website dari sisi asetnya itu sendiri. SEO On page meliputi optimasi landing page, struktur, kode, termasuk penulisan tiap artikel. SEO On Page tidak hanya semata-mata tentang optimasi kata kunci (keyword) saja.

Prinsip Aksesibilitas Digital (A11y) dalam sebuah website

Dalam membuat aplikasi digital yang ramah disabilitas, ada 4 prinsip yang harus dipenuhi yang disingkat dengan POUR:

  1. Perceivable
  2. Operable
  3. Understanable
  4. Robust

Keempat hal tersebut erat kaitannya dengan penggunaan maupun tanpa penggunakan teknologi asisitif bagi disabilitas tertentu (contoh: pembaca layar bagi tunanetra).

Perceivable

Perceivable artinya informasi yang disajikan dalam suatu aplikasi bisa diakses dengan multi-indera, apakah itu mata, telinga, maupun peraba. Praktis, sebuah informasi yang inklusif dan #BisaDiAkses disabilitas artinya memfasilitasi seseorang yang mengalami kekurangan maupun ketiadaan fungsi dari salah satu indera yang disebutkan.

Orang yang buta warna harus bisa memahami informasi tanpa kehilangan konteks dari warna yang disajikan, tunanetra bisa mendengar informasi yang dipaparkan secara visual, dan sebagainya.

Operable

Operable artinya bisa digunakan sesuai fungsinya. Contohnya, tombol bisa ditekan, formulir bisa diisi, belanjaan bisa di check out dan dibayar, dan sebagainya.

Understandable

Understandable artinya bisa dipahami. Seringkali informasi disajikan visual saja, gambar saja, atau bahkan teks saja. Hal ini menyebabkan pengguna dari kondisi tertentu kehilangan bagian dari informasi yang penting. Understandable juga kaitannya dengan penggunaan bahasa dan kata-kata.

Robust

Robust kaitannya bisa digunakan berbagai jenis teknologi asistif. Nah ini biasanya diluar cakupan SEO.

8 Komponen SEO On-Page yang Berhubungan dengan A11y

Ada delapan hal yang berhubungan langsung dengan website accessibility dan membuat pengguna dengan latar belakang disabilitas lebih mudah berselancar, yaitu:

  1. Heading
  2. HTML Tag
  3. Images & Multimedia
  4. Content Writing
  5. Linking
  6. Structure & Navigation
  7. Page Load Speed
  8. User Experience (UX)

SEO On Page & Accessibility Webinar

Poster Seocon sesi Suarise: SEO + Accessibility = Business and Social Impact Performance in One Step

Rahma Utami, founder dan Konsultan Aksesibilitas Suarise akan memberikan materi di SEO Conference 2021

Pada event ini, Suarise mengangkat SEO + Accessibility = Business and Social Impact Performance in One Step

  • Hari & Tanggal: Rabu, 17 Maret 2021
  • Jam: 16.oo WIB
  • Lokasi: Conference Room 1

Pada sesi ini, akan diterangkan terkait teknis

  • Dampak SEO on page yang baik bagi pengguna disabilitas
  • SEO On-page apa saja yang bersinggungan dengan aksesibilitas
  • Bagaimana menerapkannya secara efisien.

Hasilnya? Website tidak hanya bagus nilai SEO nya tapi juga semakin ramah pengguna disabilitas.

Apa yang akan didapatkan? (Ada di teks)

Untuk mengikuti sesi SEOCON 2021 baik sesi Suarise maupun sesi pembicara lainnya secara GRATIS, silakan ke registrasi peserta SEOCON 2021.

 

 

#AccessibilityIsGoodSEO

#GoodSEOisAccessible

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Foto joystik playstation dengan headphone

Sound Design: Aksesibilitas Game RPG sejak sebelum Last of Us II

1500 1000 Rahma Utami

Game Last of Us part II merupakan game yang digadang-gadang memiliki fitur aksesibilitas terlengkap hingga saat ini. Sony Playstation website juga mengeluarkan official release terkait berbagai macam informasi fitur aksesibilitas dari Last of Us part II. Tapi, adakah yang menyadari bahkan sebelum game Last of Us II, banyak game-game RPG yang baik langsung maupun tidak, memiliki fitur aksesibilitas?

Poster Game Last of Us Part II beserta ratingnya yang memuaskan

Sumber: KeenGamer

Fitur-fitur seperti meningkatkan kontras dan memperbesar ukuran teks merupakan salah sedikit dari berbagai hal penunjang aksesibilitas pada game. Tapi, ada pula aspek yang awalnya bukan untuk peruntukan aksesibilitas, menjadi sangat membantu terutama bagi gamers tunanetra, yaitu sound design.

Sound Design: Aksesibilitas Game RPG sejak sebelum Last of Us II

Sound design surprisingly membuat game RPG lebih bisa bisa diakses oleh teman-teman difabel terutama dengan kondisi penglihatan.  Pada satu sesi diskusi accessible gaming di RNIB, Sightless Kombat (seorang blind gamer) menyebutkan bahwa peran suara penting sebagai petunjuk dan marker yang mempermudah navigasi di dalam game.

Penjelasan Sightless Kombat (SK) juga didukung pasangan tandem satu timnya. Dalam bermain game RPG, beliau memiliki tandem pemain yang penglihatannya masih awas. Pasangan tandemnya menceritakan pengalaman ketika mereka bermain Killer Instinct dan Gears of War 4. Mereka meneruskan perjalanan setelah melumpuhkan lawan, namun seiring berjalan, SK merasa ada sesuatu yang tertinggal. Tandemnya berbalik dan mengatakan tidak ada apa-apa disana. Tapi SK persisten ada sesuatu. Akhirnya mereka kembali ke lokasi sebelumnya dan mendapati beberapa item yang belum di ambil.

Kejadian serupa juga terjadi saat ternyata masih ada musuh yang bersembunyi saat yang terlihat semua musuh sudah dibasmi. Saat ditanya darimana SK mengetahui hal itu, dia mengatakan ada bunyi yang lirih selain suara background saat bermain. Intensitas bunyi itu juga berubah seiring gerakan mereka yang melanjutkan perjalanan.

Dari cerita dan pengalaman SK, ada lima hal yang membuat aspek sound design menjadi sangat penting untuk memfasilitasi aksesibilitas visual dalam game RPG, yaitu:

  • Sound character
  • 3 Dimensional Sound for Navigation
  • Event (macro & micro)
  • Narasi & Scene
  • System

Berdasarkan Game Accessibility Guidelines, sound design termasuk kedalam kriteria implementasi aksesibilitas kategori intermediate dan advance. Mari kita kupas bagaimana aspek-aspek di atas mendukung aksesibilitas game RPG dan atau game jenis lainnya.

Baca juga: Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas di Game

Character Sound

Pada umumnya, karakter dibagi menjadi protagonis dan antagonis, atau setidaknya kawan, lawan, dan NPC. Dengan mendesain suara yang khas untuk karakter musuh, pemain dapat mengidentifikasi ada musuh di sekitar dari sound effect-nya saja.

Jika ada beberapa tipe musuh maka ada baiknya jika desain musik/suaranya memiliki sedikit perbedaan tapi masih memiliki karakter suara yang kurang lebih sama. Alternatifnya, jika musik untuk karakternya sama, intensitas/musik pada latarnya dibuat sedikit berbeda. Dengan demikian, musik dan suara ini juga menjadi sebuah sistem informasi dalam ekosistem game tersebut.

Gambar seorang karakter di game di depan sebuah item

Sumber: reddit

Suara dan musik juga bisa di desain untuk item atau objek-objek di dalam game. Misal item yang bisa diambil dan objek dalam scene (semisal dinding) memiliki suara yang berbeda. Dengan demikian, suara memiliki nilai informatif apakah objek yang sedang ada di depan pemain interaktif atau tidak, atau memiliki fungsi khusus.

3 Dimensional Sound for Navigation

Setelah mendesain suara atau musik untuk tiap-tiap objek dan karakter, masing-masing dari hal tersebut perlu diperhatikan aspek 3D Sound-nya. 3D sound sangat berguna sebagai navigasi dalam permainan, khususnya proximity distance (jarak antara karakter dengan objek/karakter lain), dan arah datangnya suara (kiri, kanan, depan, belakang).

3D sound atau 5.1 surround biasanya menjual aspek “immersive experience” dalam sebuah game. Tapi kenyataannya, ini juga membuat game RPG semakin informatif bagi difabel khususnya tunanetra.

Tampilan pengaturan Enhanced Listen Mode di The Last of Us Part 2

Enhanced Listen Mode di The Last of Us Part 2 membuat kita bisa mendeteksi item dan musuh layaknya ikan paus. Sumber: Pribadi

Event (macro & micro)

Event dalam sebuah game banyak macamnya. Event micro bisa juga disebut sebagai reaction, yaitu bebunyian yang terjadi akibat karakter pemain berinteraksi atau melakukan sesuatu dengan objek interaktif. Contohnya adalah menembak, menebas, mengambil item, memasukan item ke dalam inventory, terkena serangan, dan lain sebagainya.

Event macro merujuk pada durasi yang lebih lama, misal, berhadapan dengan raja di dungeon. Musik atau suara untuk event besar seperti ini biasanya berlangsung dengan durasi tertentu, atau intensitas tertentu. Dan biasanya ini menjadi suara latar yang dominan selama event berlangsung.

Gambar scene penyerangan raja oleh guild

Sumber: MMOGames

Narasi & Scene

Ada berbagai macam cara untuk menyajikan narasi dalam game. Sering kali, game membuat narasi teks, lalu diikuti dialog karakter, dan ambience dari scene yang terkait (misal, gunung). Narasi teks sepatutnya harus bisa diakses dengan screen reader agar terbaca bagi tunanetra, tapi bisa juga dengan pre-recorded voice sehingga karakter suara narasi sejalan dengan karakter gamenya.

Background sound dalam sebuah scene memberikan detail lokasi dimana pemain berada. Meski kadang tidak terlalu memiliki nilai informasi signifikan kedalam gameplay, keberadaan background sound yang mengindikasikan scene menambah experience pemain yang tidak melihat untuk memahami detail dalam storyline game tersebut.

Nilai informasi juga bisa ditambahkan kedalam suara latar scene. Bisa jadi, jurus atau item yang digunakan memiliki spesifikasi lokasi (seperti indoor atau outdoor), atau item tertentu hanya bisa digunakan di ruangan, di air, di darat, di pasar, dan lain-lain.

System

Last but not least, system sound effects. Sudah barang tentu setiap game ada halaman menu pengaturan, baik itu setting dalam game saat permainan dimulai, ataupun sebelum game dimulai. Terkadang pula, saking serunya bermain, kita salah menekan tombol. Alih-alih meluncurkan serangan, pemain malah membuka system preference di game secara tidak sengaja.

Oleh karena itu, suara menu dan system preferences juga butuh untuk didesain. Sudah pasti, ambience nya akan kontras dibandingkan saat berada di scene game. Dengan demikian, sekalipun pemain tidak dapat melihat layar, dia bisa menyadari kalau dia sedang ‘kesasar’ di menu.

Screenshot menu game di Last of Us Part II

Sumber: Pinterest

 

Testing sound design untuk aksesibilitas, mulai dari mana?

Untuk mengetahui dampak sound design pada sebuah game, game developer sebaiknya melakukan test langsung kepada difabel yang terdampak. Alternatifnya, pembuat game mencoba memainkan game tersebut tanpa menggunakan visual sama sekali. Dengan demikian, aksesibilitas pada game RPG buatan studio game-mu bisa terjamin.

Selain itu, kamu juga bisa berkolaborasi dengan Suarise. Suarise menyediakan jasa konsultan dan user testing dengan tester dari berbagai latar belakang disabilitas, khususnya tunanetra. Kami merupakan satu-satunya konsultan khusus di bidang aksesibilitas digital di Indonesia. Tim kami sebelumnya telah berpengalaman dalam melakukan accessibility audit di Inggris.

Nah, menurut kamu, bagaimana implementasi sound design di Last of Us Part II? Share di kolom komen, atau mention kami di @SuariseID ya.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Gambar karakter game Pac-man di dinding

Game-game yang Menerapkan Aksesibilitas sebelum Last of Us Part II

2165 1500 Rahma Utami

Game legendaris Last of Us tahun 2020 ini meluncurkan Last of Us Part II yang diperkaya dengan fitur aksesibilitas. Last of Us Part II memiliki berbagai feature enhancement yang membuat game RPG ini ramah bagi difabel, tak terkecuali tunenetra. Sebelum membahas terkait inovasi aksesibilitas di Last Of Us, ada baiknya kita mengulik perkembangan game-game yang Menerapkan Aksesibilitas sebelum Last of Us Part II.

Tulisan ini merupakan sebuah rangkuman dari satu sesi Focus Group Discussion di RNIB (Royal National Institute for The Blind), sebuah instansi negara di Inggris yang fokus pada isu penglihatan dan kebutaan, dan riset personal penulis. FGD ini berlangsung selama beberapa jam dengan mengundang beberapa tunanetra dan low vision yang berdomisili di Inggris, salah satunya blindgamer, SightlessKombat. juga perwakilan dari perusahaan game Ubisoft. Penulis berkesempatan untuk hadir di diskusi ini sebagai salah satu perwakilan AbilityNet.

Game-game yang Menerapkan Aksesibilitas sebelum Last of Us Part II

Dalam menilai aksesibilitas game, kita perlu memerhatikan tujuan dari game itu sendiri. Ada game yang memang ditujukan bagi kalangan dengan latar belakang difabel tertentu, namun ada pula game yang ‘umum’ tapi cukup ramah bagi teman-teman difabel. Last of Us merupakan game konsol Sony Play Station 4, dan termasuk kedalam kategori game umum  (bukan ditujukan secara khusus bagi difabel).

Berikut ini adalah game yang sudah menerapkan aksesibilitas sebelum Last of Us Part II, baik secara parsial maupun menyeluruh:

  • A Dark Room
  • Black Box
  • Frequency missing
  • Blind Cricket
  • Frozen Buble
  • Blind adventure
  • Braid

Selain itu, berikut ini adalah game yang bisa dimainkan tunanetra hingga batas tertentu:

  • Mortal Kombat
  • Gears of War

Pada dasarnya game-game yang disebutkan menjadi bisa di akses oleh teman-teman difabel karena efek gameplay atau game mechanic nya, dan atau implementasi teknisnya (jika berupa website ataupun aplikasi mobile).

Baca juga: Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas pada Game

Nah, sekarang, kita ulik apa yang membuat game-game diatas mudah diakses bagi difabel yuk.

A Dark Room

A Dark Room adalah game yang bisa di akses melalui website maupun handphone apple dan Android. Dengan style narasi layaknya novel, A Dark Room pada awalnya tidak menargetkan pasar khusus bagi difabel. Pada prakteknya, game ini sangat ramah bagi tunanetra, tunarungu, tunadaksa, butawarna, disleksia, dan mungkin beberapa dengan latar belakang kognitif lainnya.

Screenshot game A Dark Room versi aplikasi

Tampilan A Dark Room versi mobile apps

A Dark Room dapat diunduh melalui app store Apple dan play store Android.

Black Box

Blackbox adalah accessible game yang menggunakan gerakan fisik sebagai bagian dari game mechanicnya. Handphone untuk memainkan Blackbox harus memiliki gyro agar bisa mendeteksi gerakan dan orientasi. Seperti A Dark Room, Blackbox tidak dibuat dengan peruntukan khusus difabel. Meski demikian, segala action yang terjadi pada game Blackbox akan diumumkan oleh screen reader. Blackbox dapat dimainkan di iPhone secara gratis.

 

Frequency Missing

Frequency Missing adalah game genre adventure sederhana dimana user memilih aksinya dengan klik pilihan yang diinginkan. Frequency Missing bisa dimainkan oleh berbagai berbagai kalangan difabel, dan dapat diunduh di platform Android maupun iOS secara gratis. Pembuat game ini, University of Skövde yang berasal dari Swedia, memang menargetkan pengguna umum dan tunanetra di website mereka.

Game ini memiliki kontras warna yg cukup sehingga memudahkan kalangan butawarna dan lowvision. Tombol yang besar-besar memudahkan user dengan keterbatasan motor/fisik (tunadaksa) memudahkan untuk melakukan aksi. Seluruh aksi divisualisasikan dengan grafis, dan juga memiliki label dan caption verbal sehingga memudahkan teman-teman tunarungu. Lebih jauh, semua teks, baik opsi maupun narasi memiliki audio sehingga penggunaan screen reader tidak dibutuhkan.

Blind Cricket

Blind Cricket mengklaim bahwa mereka adalah simulator game Cricket aksesibel pertama yang muncul di market. Diperkaya dengan berbagai audio narasi dan mode khusus. Penggunaan screen reader sama sekali tidak diperlukan karena gamenya sendiri sudah memiliki gestur input serupa gestur dengan screen reader. Gamenya sendiri bisa dimainkan dengan cara swipe layar maupun menggoyangkan hp.  Blind Cricket bisa diunduh di iOS app store dan Android playstore.

Frozen Buble

Frozen Bubble adalah permainan mirip Candy crush dan Zuma, dimana user menembakan bola warna untuk mengenai warna yang sama. Game ini selain ramah tunarungu dan tunadaksa, juga ramah bagi buta warna karena memiliki mode “colour blind” yang bisa di aktifkan. Dengan diaktifkannya fitur ini, maka bola-bola yang tadinya hanya berupa warna, menjadi memiliki pola di masing-masing bolanya. Meski belum maksimal, hal ini mempermudah user mencocokan bola meski mereka tidak dapat mengidentifikasi perbedaan warna.

Screenshot Frozen Bubble saat mode buta warna diaktifkan

Tampilan saat mode buta warna diaktifkan. Sumber: GBGGames

Blind Legend

Blind legend, sesuai namanya, adalah sebuah game petualangan yang menempatkan pemain sebagai karakter tunanetra. Semua informasi dan narasi diceritakan melalui audio tanpa teks, dan tanpa visual sama sekali. Praktis, game ini ramah bagi mereka yang awas, atau memang tunanetra. A Blind Legend bisa didapatkan di Android play store. 

 

Braid

Game Braid, meski terlihat tidak ada hal yang terkait aksesibilitas, memiliki mekanisme manipulasi waktu, sehingga pemain bisa mengulang sebanyak mungkin dan mengumpulkan puzzle.  Meski tidak dikatakan secara gamblang, game ini cukup ramah untuk yang memiliki disabilitas kognisi, karena quest dan actionnya nya sederhana, dan waktunya tidak terbatas. Kalaupun karakter pemain mati, bisa dimundurkan ke waktu terdekat yang memungkinkan, bukan ke titik check poin yang bisa jadi jauh dari tempat kematian sehingga membuat pemain frustasi. Braid bisa diunduh melalui Steam.

 

Mortal Kombat

Percaya atau tidak, Mortal Kombat bisa memiliki spektrum implementasi aksesibilitas. Adi Latif, salah satu narasumber dalam FGD yang merupakan tunanetra total, mengatakan bahwa efek suara dan input serangan dengan melakukan kombinasi pada tuts joystik memungkinkan tunanetra untuk bermain. Meski hal ini terkesan matematis (menghapalkan kombinasi serangan yang efektif), Adil mengatakan game ini relatif bisa dinikmati jika bermain bersama orang lain.

Gears of War 4

Gears of War 4 bisa dinikmati oleh tunanetra dengan sistem tandem (2 orang berpasangan di tim yang sama).  Sightless Kombat menyatakan bahwa Gears of War 4 memiliki karakter sound design yang sangat detail sehingga memungkinkannya untuk mengetahui dan menavigasi set dimana dia berada, kehadiran musuh maupun item, dan lain-lain. Tandem partnernya akan memberikan informasi dalam game yang tidak disuarakan atau tidak bisa diakses oleh screen reader.

Wallpaper Gears of War Judgement

 

Kebanyakan tipe game yang dibahas dalam tulisan ini adalah tipe game casual. Namun demikian, bukan berarti hanya casual game yang bisa menjadi ramah bagi difabel. Berbagai macam implementasi pada game RPG juga bisa membuat game ini ramah difabel, seperti pada game Gears of War, dan lebih jauh lagi seperti yang kemudian diterapkan pada Last of Us Part II. Sound design merupakan salah satu faktor penunjang utama pada game RPG, juga dilakukan oleh game Frequency Missing yang sebelumnya sudah kita bahas.

Game untuk Low Vision

Berdasarkan paparan Matthew Tylee Atkinson, narasumber diskusi di RNIB perwakilan The Paciello Group, semua game relatif bisa menjadi ramah bagi low vision karena penggunaan magnifier, baik di konsol, desktop, maupun hp. Aspek kontras warna yang cukup juga menunjang jika hal ini signifikan dalam gameplay.

Aksesibilitas Game di Indonesia

Penulis belum mengulik lebih jauh terkait game-game buatan karya anak bangsa. Secara personal, game yang berpotensi untuk menjadi fully accessible dan familiar di masyarakat itu banyak. Sebut saja TTS, tebak-tebakan kata, dan lain sebagainya. Kalau ada yang sudah mencoba eksplorasi, boleh loh tinggalkan pesan di kolom komen atau mention social media kami di @suariseID. Jika kamu adalah seorang game developer, coba mulai baca-baca lebih jauh Game Accessibility Guidelines.

Yuk jadikan game semakin inklusif dan #BisaDiAkses semua orang tanpa kecuali! Suarise juga menyediakan jasa konsultan dan user testing dengan tester dari berbagai latar belakang disabilitas, khususnya tunanetra, untuk mendukung mewujudkan iklim inklusif berkelanjutan di Indonesia di dalam platform digital.

Foto founder Suarise, Rahmaut bersama blind gamer SightlessKombat

Foto bareng SightlessKombat di sesi FGD RNIB.

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas di Game Berbasis Web, Apps dan Konsol

2560 1801 Rahma Utami

Pernahkah kalian melihat teman-teman difabel bermain game digital di hp, komputer, ataupun konsol? Pernah terpikirkan gak bagaimana game yang mereka mainkan memfasilitasi tunarungu yang tidak bisa mendengar suara, tunanetra yang tidak bisa melihat grafis, atau tunadaksa yang memiliki kesulitan memegang kontrol? Jika  teman-teman difabel bisa memainkan tugas dalam game baik tanpa ataupun dengan assistive technology, artinya game tersebut memiliki aksesibilitas yang baik. Tapi apa saja sih faktor aksesibilitas di game?

Perlu diingat bahwa pada saat berbicara tentang aksesibilitas, tak terkecuali pada game, artinya kita sedang membicarakan akomodasi untuk beragam tipe disabilitas, bukan hanya satu disabilitas saja. Namun, tidak bisa dipungkiri beberapa game lebih ramah pada kategori difabel yang satu dibandingkan yang lainnya.

Faktor yang Mempengaruhi Aksesibilitas pada Game

Ada 3 hal perlu diperhatikan saat ingin membuat game yang aksesibilitasnya baik bagi difabel: game design, struktur teknis, dan sound design. Secara garis besar, ketiga hal ini juga berlaku bagi game-game konsol seperti Xbox, Nitendo, maupun Sony Playstation.

1. Game Design

Game yang bisa dimainkan difabel belum tentu dedesain khusus dengan fitur aksesibilitas. Terkadang, game design dan game mechanic itu menjadi faktor utama yang membuat game tersebut memiliki aksesibilitas yang baik. Umumnya hal ini sering terjadi untuk tipe game casual.

Sudah banyak casual game yang menerapkan kaidah aksesibilitas sehingga ramah dimainkan oleh difabel. Namun demikian, bukan berarti hanya casual game yang bisa menjadi ramah bagi difabel. Berbagai macam implementasi pada game RPG juga bisa membuat game ini ramah difabel, seperti pada game Gears of War, dan lebih jauh lagi seperti yang kemudian diterapkan pada Last of Us Part II.

Faktor-faktor seperti (device) input, mekanisme untuk melakukan action, mekanisme memenuhi dan menyajikan quest, hingga bagaimana display informasi pada game adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangakan sejak awal pembuatan game.

Foto joystik play station di depan sebuah laptop

Input menjadi pertimbangan mendasar saat ingin membuat game yang inklusif

2. Struktur Teknis

Karena game digital non konsol pada dasarnya juga merupakan website dan atau aplikasi selular. Maka dari itu, prinsip-prinsip POUR (Perceivable-Operable-Understanable-Robust) dan WCAG juga berlaku untuk menjamin kelangsungan aksesibilitas game diluar gameplay atau game mechanic. Beberapa diantaranya adalah:

  • Menggunakan label pada tombol, sehingga tunanetra bisa mendengar label tombol itu dengan menggunakan screen reader
  • Tidak menggunakan gambar untuk teks, sehingga bisa di zoom, diubah warnanya, dan di suarakan oleh berbagai jenis assistive technology
  • Jika terpaksa image text, maka gambar tersebut dilengkapi Alt text
  • Menggunakan script yang benar sehingga jika ada action yang mengeluarkan notifikasi, maka screen reader bisa langsung menyuarakan dan fokus keyboardnya langsung pindah jika diperlukan
  • Kontras warna yang baik untuk teks maupun komponen game yang memiliki nilai informasi sehingga mudah dibaca oleh orang dengan butawarna
  • Dan lain sebagainya.
Contoh penamaan tombol dengan atribut aria-label. Aria-label=menu pada icon 3 garis horizontal (hamburger)

Label tombol, faktor penunjang aksesibilitas yang sederhana tapi paling sering dilupakan, tak terkecuali di game.

Implementasi WCAG yang benar menjamin website dan aplikasi bisa diakses orang-orang dengan latar belakang disabilitas. Hal ini dikarenakan implementasi WCAG memastikan website dan aplikasi seluler kompatibel dengan berbagai jenis input (mouse, keyboard, haptic) dan berbagai jenis assistive technology (magnifier, colour enhancer, screen reader, dragon naturally speaking, dll).

3. Sound design vs Caption

Sound design menjadi komponen penting saat mendesain aksesibilitas game.  Immersive sound experience juga menjadi hal yang dilirik agar game menawarkan pengalaman maksimal bagi gamer tunanetra. Bagi tunanetra, suara menjadi petunjuk indikasi aksi dan narasi.

Sebaliknya, bagi tunarungu, apapun informasi yang disampaikan melalui suara harus bisa dimunculkan dalam teks/caption. Caption juga berguna bagi gamer pada umumnya jika tidak menggunakan headphone ataupun sedang dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk menyalakan suara.

Contoh sederhana dari implementasi sound design adalah pada game Frequency Missing. Sementara itu, pada game yang lebih advance, sound design memiliki berbagai turunan yang membuat kompleksitas game RPG sehingga memungkinkan untuk dimainkan oleh tunanetra sekalipun.

 

Baca juga: Sound Design, Aksesibilitas pada Game RPG sebelum Last of Us Part II

Jika kamu adalah seorang  developer game…

Dan ingin membuat game yang kamu buat bisa di akses seluruh kalangan difabel, atau ramah difabel tertentu, kamu bisa mulai menerapkan WCAG. Selain itu, mengaktifkan fitur assistive technology seperti screen reader untuk melakukan testing juga merupakan komponen yang penting. Bisa juga dengan mematikan seluruh volume suara dan hanya bermodalkan visual, atau malah memejamkan mata dan hanya menggunakan suara pada saat memainkan game tersebut untuk simulasi.

Selain itu, kamu juga bisa berkolaborasi dengan Suarise. Suarise menyediakan jasa konsultan dan user testing dengan tester dari berbagai latar belakang disabilitas, khususnya tunanetra. Kami merupakan satu-satunya konsultan khusus di bidang aksesibilitas digital di Indonesia. Tim kami sebelumnya telah berpengalaman dalam melakukan accessibility audit di Inggris.

Yuk jadikan game semakin inklusif dan #BisaDiAkses semua orang tanpa kecuali!

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia
Google form logo

Tutorial Google Forms dengan Screen Reader

840 834 Rahma Utami

Berikut ini adalah panduan penggunaan Google forms dan cara mengaksesnya dengan menggunakan screen reader untuk teman-teman tunanetra dan low vision. Contoh Google forms yang bisa digunakan ada di link Survey Aksesibilitas Digital di Indonesia. 

Google Forms digunakan sehari-hari di Training Suarise sejak 2018 untuk post test setiap pertemuan dan untuk mengkoordinasi pekerjaan jarak jauh. Kompetensi penggunaan Google Forms untuk screen reader sangat menunjang untuk melakukan #KerjaDariRumah alias #WorkFromHome, maupun untuk riset.

Hal-hal yang harus diperhatikan di Google Form

Sebelum memulai tutorial, ada lima hal perlu diperhatikan terkait Google Forms:

  1. Google Forms dapat diakses melalui komputer maupun smartphone/telepon seluler apapun yang berbasis Android dan iOS (Apple).
  2. Google Forms tidak menyimpan proses, artinya, pengisian Google forms harus dilakukan dalam sekali jalan atau dalam satu waktu sekaligus. Jika tidak sengaja refresh halaman (bukan menekan tombol lanjutan di dalam form), maka hampir dipastikan jawaban yang telah diisi sebelumnya hilang dan harus diisi ulang. Namun jika halaman loading setelah tombol ‘selanjutnya’ atau ‘next’ ditekan, maka tidak usah khawatir.
  3. Beberapa Google Forms bisa langsung diisi tanpa login email, beberapa harus login gmail, atau input email terlebih dahulu. Google forms yang digunakan di tulisan ini tidak membutuhkan log in apapun.
  4. Pertanyaan di Google Forms bisa berupa pertanyaan yang tidak wajib (boleh dijawab boleh tidak) dan pertanyaan wajib (required question). Jika terdapat pertanyaan yang wajib dijawab, maka artinya poin ini wajib diisi. Jika tidak, meski tombol selanjutnya ditekan, atau tombol submit/kirimkan ditekan, maka tidak akan bisa diproses. Pengisi harus cek seluruh pertanyaan apakah sudah dijawab atau belum.
  5. Google Forms sangat bersahabat dengan screen reader. Oleh karena itu, halamannya bisa diakses dengan berbagai metode, baik secara gestur linear (swipe/usap kiri kanan), maupun dengan shortcut (pintasan) seperti headline, link, control, dll.

Catatan, tutorial ini hanya menggunakan 3 jenis fitur untuk input jawaban pertanyaan dari banyak fitur Google Forms yang disediakan. Fitur-fitur yang digunakan adalah pilihan ganda, ceklis, dan isian. Sebagian besar tutorial ini untuk mengakses Google Forms melalui ponsel, namun diterangkan pula tentang penjelasan elemennya, sehingga untuk yang mengakses Google Form melalui komputer, silakan menyesuaikan kunci shortcut nya atau pintasannya.

Cara mengakses Google Forms dengan Screen Reader

Silakan buka Survey Aksesibilitas Digital di Indonesia pada tab terpisah atau pada handphone sambil membaca tutorial ini. Setelah Google Forms dibuka, biasanya terdapat instruksi awal terkait isi survey atau kuesioner. Silakan dibaca lalu lanjutkan ke bagian selanjutnya.

Gestur yang sering digunakan di Google Forms

Google Forms dengan Talkback di Android:

Gunakan gestur screen reader biasa (swipe/usap layar), dan Local Context Menu atau Menu Konteks Lokal. Local Context Menu bisa diakses dengan dua cara. Pertama dengan menggerakan jari di layar dari bawah ke atas lalu ke kanan tanpa mengangkat jari. Pilih opsi yang sesuai. Kedua dengan menggerakan jari secara vertikal, baik geser ke atas ataupun ke bawah (bukan mendatar). Pilih yang sesuai.

Google Forms dengan VoiceOver di Apple:

Gunakan gestur screen reader biasa (swipe/usap layar),dan rotor. Rotor bisa diaktifkan dengan menaruh dua jari di permukaan layar lalu putar ke setting yang ingin dituju (berlawanan maupun searah jarum jam).

 

Tampilan Menu Konteks Local atau Local Context Menu Saat Google Forms diakses dengan Talkback Screenreader

Cara membaca ringkas/skimming pertanyaan

Skimming bisa dilakukan untuk mengetahui pertanyaan-pertanyaan apa saja dilakukan sehingga pengguna screen reader bisa terbayang secara utuh fungsi dari pertanyaan tersebut.

Setiap pertanyaan di Google Forms merupakan headline. Jadi navigasi atau shortcut terkait heading bisa digunakan, seperti:

Di TalkBack, bisa menggunakan ‘Local Context Menu’ alias ‘Menu Konteks Lokal’ lalu pilih ‘Headline’ atau ‘Judul’. Maka setiap swipe/usap layar, maka Talkback akan membaca pertanyaannya saja tanpa melalui kolom jawaban maupun tombol lainnya. Kembalikan ke pengaturan default jika sudah selesai skimming dan hendak mengisi pertanyaan.

Di VoiceOver, aktifkan rotor dan pilih ‘Headings’ (jika menggunakan Bahasa Inggris) atau ‘Judul’ (jika menggunakan Bahasa Indonesia) untuk skimming pertanyaan. Catatan: berdasarkan percobaan di beberapa device dan versi iOS, seringkali meski rotor Headings telah diaktifkan, iphone tetap membaca seluruh jenis teks, bukan hanya pertanyaan saja. Jika terjadi demikian, maka silakan mengakses form secara linear menggunakan gestur default.

Cara menjawab pertanyaan

Setiap komponen jawaban pada Google Forms adalah komponen interaktif, artinya dia pasti terhighlight jika menggunakan tombol Tab pada keyboard. Lebih jauh, setiap jawaban merupakan kategori ‘Control’; dengan demikian segala shortcut yang terkait navigasi kontrol bisa diterapkan.

Umumnya, screen reader akan membaca pilihan jawaban di Google Forms dengan urutan informasi tertentu.

Contoh baca oleh Talkback:
Urutan bacanya adalah: kondisinya, isi pilihannya, jenis komponennya, instruksi.

  1. Multiple choice atau pilihan ganda:
    • Bahasa Inggris: not ticked, Instagram, radio button, double tap to toggle.
    • Bahasa Indonesia: tidak dicentang, Instagram, tombol radio, ketuk dua kali untuk beralih.
  2. Tick box atau ceklis:
    • Bahasa Inggris: not ticked, Shopee, tick box, double tap to toggle.
    • Bahasa Indonesia: tidak dicentang, Instagram, kotak centang, ketuk dua kali untuk beralih.
  3. Edit box atau isian tulisan: Edit box, (menyebutkan ulang pertanyaannya), instruksi. Jika isian telah diisi, maka urutannya akan terdengar seperti berikut ini: Jawabannya, edit box, pertanyaannya. Untuk menjawab, pilih pilihan yang diinginkan, ketuk layar 2 kali, lalu ketik jawabannya.

Contoh baca oleh VoiceOver:
Urutan bacanya adalah: isi pilihannya, jenis komponennya, kondisinya, instruksi.

  1. Multiple choice atau pilihan ganda:
    • Bahasa Inggris: Instagram, radio button, unchecked, three of five (pilihan keberapa dari total pilihan yang tersedia),
    • Bahasa Indonesia: Instagram, tombol radio, tidak dicentang, satu dari tiga
  2. Check box box atau ceklis:
    • Bahasa Inggris: Shopee, check box, unchecked, double tap to toggle setting.
    • Bahasa Indonesia: Shopee, kotak centang, tidak dicentang, ketik dua kali untuk mengubah penampilan
  3. Edit box atau isian tulisan: (menyebutkan ulang pertanyaannya), text field (bidang teks), instruksi pertanyaan (jika ada), double tap to edit. Jika isian telah diisi, maka urutannya akan terdengar seperti berikut ini: (menyebutkan ulang pertanyaannya), text field, is editing, jkt, lalu membaca deskripsi pertanyaan. Untuk menjawab, pilih pilihan yang diinginkan, ketuk layar 2 kali, lalu ketik jawabannya.

Di TalkBack, bisa menggunakan ‘Local Context Menu’ lalu pilih ‘Control’ atau ‘Kontrol’. Maka setiap swipe/usap layar, maka Talkback akan membaca pilihan jawabannya, beserta kondisinya.

Untuk menjawab, pilih pilihan yang diinginkan, ketuk layar 2 kali. Tapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

  1. Pilihan ganda.
    Hanya bisa input satu jawaban saja. Jadi jika jawaban di ganti atau mengetuk dua kali di jawaban yang lain di pertanyaan yang sama, maka jawaban sebelumnya akan hilang dan akan digantikan jawaban terbaru. Sebelum pindah pertanyaan, pastikan sudah memilih jawaban yang pas dengan pertanyaan.
  2. Tick box atau check box.
    Bisa memilih lebih dari satu jawaban. Jadi jika ketuk dua kali di beberapa tick box di pertanyaan yang sama, maka semuanya artinya adalah jawaban yang dipilih. Jika ada yang tidak ingin dipilih, maka bawa kursor ke jawaban yang tidak jadi, lalu ketuk dua kali lagi, hingga terdengar, “unticked, pilihan jawaban”.
  3. Isian (Text box atau text field).
    Isian atau edit box harus di ketuk 2 kali dahulu sebelum jawabannya diketik. Jika menggunakan keyboard dari Google, bisa juga menggunakan opsi Voice Typing, alias mengetik dengan suara. Caranya, cari di area keyboard opsi ‘Voice input’ (biasanya lokasinya di kanan atas ujung keyboard, di atas tombol P). Klik, lalu silakan bicara jawabannya pelan-pelan agar mesinnya bisa menangkap suara Anda. Jika sudah selesai, bisa menunggu sejenak hingga voice typingnya otomatis mati, atau ketuk ulang dua kali di bagian voice typing tersebut. Cek kembali jawabannya, karena kadang suka ada yg salah tangkap. Edit seperlunya.
  4. Pilihan ganda dengan isian.
    Jika memilih pilihan ‘Other’ atau ‘Lainnya’ (tergantung bahasa sistem yang Anda gunakan), maka diharapkan saat memilih opsi ini, Anda juga mengisi isian pendek yang ada setelahnya. Google forms akan otomatis mengarahkan kursor ke edit box/isian saat pilihan ‘other’ dipilih. Biasanya berbunyi “Edit box other response”

Cara mengakses halaman berikutnya atau bagian berikutnya

Umumnya terdapat 2 tombol navigasi di tiap halaman, kecuali halaman pertama dan halaman terakhir. Tombol ini adalah tombol back dan tombol Next. Keduanya akan dibaca oleh screen reader sebagai ‘button’. Tombol ini bisa diakses secara linear (swipe terus hingga ke bawah), atau menggunakan opsi ‘Control’.

Jangan gunakan opsi ‘Link’ untuk mencari tombol navigasi karena di Google forms, link diarahkan ke menu Google Forms yang tidak terkait dengan kuesioner dan link yang ada di dalam pertanyaan (jika ada). Contohnya adalah di halaman pertama dan halaman terakhir di dokumen Survey Aksesibilitas Digital di Indonesia. Di halaman pertama, terdapat link tautan ke halaman youtube dan artikel ini, maka opsi ‘Link’ akan juga mengumumkan bagian tersebut, tanpa dari tulisan di paragraf lainnya.

Halaman terakhir akan berisi 2 tombol: ‘back’ dan ‘submit’ (jika dengan bahasa Indonesia, tombol ‘kembali’ dan tombol ‘kirim’). Umumnya, kuesioner tidak memperkenankan responden untuk mengubah jawabannya jika tombol submit sudah ditekan, seperti pada contoh Survey yang digunakan. Namun, terkadang, pembuat survey juga bisa mengatur agar responden memiliki pilihan untuk mengubah jawaban mereka. Jika pilihan ini diaktifkan, maka di halaman terakhir dari Google Forms, akan ada setidaknya dua link di akhir paragraf penutup yaitu ‘Submit another response’ (Kirim tanggapan lain) dan ‘Edit your response’. Jika pilihan ini tidak diaktifkan, maka hanya akan ada satu link yaitu ‘Submit another response’.

Penutup

Untuk Survey Aksesibilitas Digital di Indonesia, tiap orang hanya input 1 kali respon saja. Jika terdapat kendala dalam menginput survey, Anda bisa bertanya ke talent-talent Suarise yang sudah terbiasa menggunakan Google Forms, atau kontak langsung ke sosial media Suarise di Facebook, Instagram, dan Twitter. Survey Aksesibilitas Digital di Indonesia dibuka hingga tanggal 10 Mei 2020.

Lebih jauh mengenai aksesibilitas produk-produk Google bisa ditemukan di halaman Google Accessibility. Selain Google, beberapa sosial media juga sudah semakin mudah diakses dengan menggunakan screen reader.

Selamat mengisi kuesioner!

Tampilan Google Forms Survey Aksesibilitas Digital di Indonesia

Tambahan

Transliterasi jika pengaturan perangkat atau gadget menggunakan bahasa Indonesia:

  • Headline: Judul
  • Tombol ‘Next’ : Berikutnya
  • Tombol ‘Back’: Kembali
  • Pilihan ‘other’: Yang lain
  • Mengisi edit box di other: Kotak edit, tanggapan lain
  • Pilihan Checkbox atau pilihan ganda:Tidak dicentang, (nama pilihannya), radio button atau cek box, ketuk dua kali untuk beralih
  • Link ‘Submit another response’: Kirim tanggapan lain
Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia

5 Pedoman Pembuatan Website Inklusif bagi Tunanetra untuk Pengembang Perangkat Lunak

150 150 Rahma Utami

Di era digital ini, internet menjadi sumber informasi yang sangat vital tak bagi masyarakat tak terkecuali tuna netra. Berbagai informasi bisa diakses kawan-kawan Tunanetra baik melalui komputer maupun perangkat seluler lainnya. Berselancar di dunia maya, baik mengakses berbagai website, melakukan pencarian melalui Google, mengakses dan update social media seperti twitter, Facebook, dan Instagram, dan ‘menonton’ Youtube merupakan hal biasa dilakukan sehari-hari untuk mendapatkan informasi terbaru. Rasanya, sebagian besar talent Suarise berselancar di dunia maya setiap hari! Tentunya, kawan-kawan tuna netra bisa mengakses informasi dari kanal-kanal yang sedikit banyak sudah menerapkan kaidah website inklusif, terlepas dari tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas website yang bersangkutan.

Tentunya, segala informasi yang tersaji di website diterjemahkan oleh speech synthesizer/screen reader bawaan yang terdapat pada gawai mereka, ‘Voice Over’ untuk Apple, ataupun JAWS dan NVDA untuk Windows. Meskipun demikian, tantangan terbesar bagi kawan-kawan tunanetra untuk mengakses informasi adalah jika websitenya tidak terlalu aksesibel. Jika aksesibilitas website dioptimalkan, tunanetra tidak harus terlalu bergantung pada buku braille yang tak hanya lama untuk diproduksi, namun juga mahal secara produksi, dan terbatas dalam distribusi. Akurasi dan kecepatan informasi ini sangat penting untuk akselerasi khasanah pengetahuan kawan-kawan tunanetra terutama untuk mendalami berbagai topik sesuai minat mereka.

5 prinsip website inklusif untuk mengoptimalkan aksesibilitas

Meski pedoman komperhensif untuk membuat website yang tingkat aksesibilitasnya tinggi terutama untuk tunanetra tersedia di WCAG, ada 5 prinsip sederhana website inklusif yang selalu bisa mulai diterapkan, terutama oleh rekan-rekan pengembang perangat lunak, terutama desainer dan developer, agar informasi di website dapat diakses dengan mudah oleh kawan-kawan tunanetra.

1. Hirarki Informasi

Hirarki informasi ini tidak melulu soal tulisan dari artikel, melainkan juga mencakup atribusi dan peletakan tombol action. Hirarki ini mempermudah speech sythesizer/screen reader untuk membaca informasi di website secara terorganisir, membantu kawan-kawan tunanetra dalam mengkategorikan konten yang sedang mereka dengarkan, dan menjadi navigasi selama dalam website maupun halaman yang sedang diakses. Coba dengarkan rekaman di bawah ini deh untuk hasil tulisan yang hirarki informasinya mempermudah tunanetra dalam membaca.

1.1 Tetapkan struktur Heading

Umumnya sebuah website bisa memiliki hingga 6 jenis heading. Penting untuk mengorganisir mana heading yang berdiri sendiri, mana yang repetitive. Heading 1 (H1) contohnya, hanya untuk hal yang paling penting, yaitu judul. Sangat tidak disarankan menggunakan heading 1 lebih dari satu kali. Heading 2 dan seterusnya bisa di ulang secara sistematis tergantung informasi yang dijabarkan.
Sebagai tambahan, level dari heading tidak sama dengan ukuran teks–meski pada beberapa kondisi, seperti website dari penyedia layanan website seperti wix, wordpress maupun lainnya, setiap level heading sudah memiliki pendekatan visual masing-masing termasuk ukuran huruf. Tapi jika development dari scratch, level tidak ada hubungannya dengan besarnya huruf.
Hal yang penting adalah hindari memiliki struktur heading yang lompat (misal dari H2 lalu H4) karena ini berpotensi membingungkan dalam navigasi informasi website tersebut.

Terutama untuk rekan-rekan developer, cek simulasi heading untuk HTML 5 di link berikut: http://accessiblehtmlheadings.com/

1.2 Jangan mengandalkan styling visual

            Speech sythesizer/screen reader tidak membaca styling sehingga kawan-kawan tunanetra, terutama yang total, tidak mengidentifikasi jika tulisan tersebut terlihat sebagai sub judul, bold, ukurannya lebih besar, ataupun italic. Adapun styling visual ini melengkapi fungsi aesthetic dari heading marking. Cek rekaman di bawah ini untuk mengetahui bagaimana poin ini dibaca­; contoh menggunakan voice over di Apple.

1.3 Heading bisa tersembunyi

2. Selalu lengkapi ALT-Text

Alternative text adalah komponen mahapenting nomer dua setelah heading dalam menerapkan aksesibilitas website. Hal ini dikarenakan speech sythesizer/screen reader tidak bisa mendeskripsikan gambar. Berikut ini contoh gambar dengan dan tanpa alt teks.

Alt text ini tidak hanya diterapkan pada foto tapi pada elemen visual apapun. Jika ada lebih dari satu elemen visual (foto, ilustrasi, infografis, tombol, icon, symbol) ada baiknya menggunakan kata penunjuk kategori visual tersebut agar mempermudah mengidentifikasi.

3. Pemilihan Redaksi Kata (Copywriting)

Dalam membuat copywriting, terutama untuk gambar, selalu lakukan pertimbangan dengan mengacu ke tujuh pertanyaan berikut:

  • Informasi penting apa yang harus disampaikan dan apa tujuan informasi tersebut ada, baik itu tulisan maupun gambar?
  • Apa atau siapa fokus pada gambar tersebut?
  • Sepenting apa setting atau lokasi?
  • 2E: Adakah ekspresi dan emosi yang terlihat dan penting untuk disampaikan
  • Apakah warna penting untuk dijelaskan?
  • Apakah subjek atau objek di dalam gambar tersebut sedang melakukan aksi?
  • Adakah konteks dari gambar tersebut untuk dijelaskan?

3.1 Deskriptif

Jabarkan informasi secara deskriptif. Maksud deskriptif disini bukan melulu soal visual, tapi mengarahkan dan membantu ekspektasi membaca. Sebagai contoh, di Suarise, kami menghindari menggunakan kata “beberapa”. Alih-alih menggunakan kata tersebut, kami langsung menyebut jumlah atau kuantitasnya. Jadi, hindari menulis “ada beberapa hal yang harus dihindari…”, dan tulislah “ada 6 hal yang harus dihindari…”

Begitu pula dalam membuat deskripsi elemen visual berupa caption maupun Alt-Text. Jangan terlalu simpel, jangan pula terlalu panjang. Berapa banyak idealnya? Tidak ada kaidah tetap, selama alt teks tersebut ringkas dan concise. Kami dari Suarise menyarankan setidaknya 80 karakter atau jangan lebih banyak dari limitasi karakter di twitter 😉 Jangan lupa mencantumkan kategori dari elemen visual tersebut (foto, gambar, ilustrasi, desain, logo, symbol, icon, dll)

3.2 Instruksional

Redaksi yang sifatnya instruksional menjadi penting terutama bagi elemen visual yang memiliki action call­–bisa di klik, bertujuan mengarah pada halaman website tertentu, ataupun mengarahkan ke aksi selanjutnya. Biasanya visual yang memiliki action call, alt teks-nya berisi 2 kalimat: kalimat pertama sifatnya deskriptif, kalimat kedua sifatnya instruksional.

Sebagai contoh, rekaman selanjutnya ini akan membaca layout diantara kalimat ini dengan rekaman tersebut.

 

3.3 Batasi animasi, dan hindari parallax scrolling

3.4 Kontras Warna 4,5:1

Sekilas mungkin terdengar membingungkan, kok aksesibilitas tunanetra membahas warna. Perlu diketahui, kawan-kawan tunanetra ada yg mengalami gangguan penglihatan total ada pula yang parsial (sebagian). Kontras dibutuhkan agar para tunanetra parsial bisa langsung mendeteksi pembagian halaman website dan yang paling penting identifikasi tombol action pada website tersebut.

Kontras ini juga bisa disebut luminance, dan untuk menghitung ini, kita harus menggunakan koefisien RGB. Nilai ini harus dibandingkan antar 2 warna, yaitu warna foreground dan warna background. Bingung? Jangan sedih. Penulis juga sempat bingung. Untuk mendemonstrasikan hal ini, penulis telah berkonsultasi ke senior software engineer, Didiet Noor agar hal ini lebih mudah dipahami yang terangkum dalam percakapan berikut ini:

Simulasi cara menghitung kontras warna 4,5:1 untuk aksesibilitas website melalui percakapan whatsapp

Salah satu tips yang bisa diterapkan dalam mendesain website yang aksesibel bagi tunanetra adalah dengan berpedoman pada mobile first alias desain dan struktur dibuat untuk pengguna telepon genggam atau gawai seluler lainnya.

BONUS untuk pebisnis yang menerapkan website inklusif:
Website yang ramah bagi tuna netra sudah pasti memiliki performa dan usability yang tinggi. Salah satu yang diungkapkan oleh Sami Keijonen adalah dengan poin-poin aksesibilitas website cukup banyak yang overlapping dengan SEO. Dengan demikian, dengan menerapkan website inklusif berarti juga mendongkrak SEO score website tersebut.

Bulan depan, Suarise membahas cara dan tools-tools apa saja yang bisa membantu untuk mengecek tingkat aksesibilitas website yang sudah dibuat. Stay tune ya!

Lebih jauh tentang aksesibilitas website, silakan telusuri tautan berikut ini:


Artikel ini adalah bagian dari upaya Suarise untuk membangun ekosistem digital di Indonesia menjadi 100persenAksesibilitas. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gerakan ini,

Ikuti tagar #BisaDiAkses di instagram dan akun instagram @tantanganAksesibilitas, 

Bagikan ke lini masa Anda untuk mendukung iklim inklusif di Indonesia